"Nanti gue nggak bisa ngobrol sama lo,"
Ziva menatap Sagara dengan senyum malu serta pipi yang merona. Ia tidak salah dengar 'kan? Astaga, kenapa rasanya begitu bahagia kala sekarang, tak hanya menatapnya, Sagara juga ingin mengobrol dengannya? Jika tidak ingat ia sedang berada di rumah sakit, Ziva bisa saja berteriak sekarang juga untuk melampiaskan rasa menggelitik di perut yang membuat Ziva tidak bisa berhenti tersenyum.
"Kamu mau ngobrol sama aku?"
Sagara mengangguk. "Lo nggak mau?"
"Mau, kok! Mau!" Ziva membalas panik takut Sagara berubah pikiran. "Aku juga mau minta maaf atas sikap egois aku kemarin-kemarin sama kamu."
Ziva menunduk sambil menggigit bibir bawahnya. Jantungnya berdegup kencang. Ziva takut sebenarnya, namun ini sudah menjadi konsekuensinya. Tapi tetap saja, jauh dalam lubuk hatinya Ziva mau Sagara berbesar hati dengan cara memaafkannya, dan memberinya kesempatan.
"Nggak apa-apa. Gue tau alasan lo bohong sama gue,"
Ziva mendongak dengan tatapan bingung. Padahal dia belum menjelaskan kenapa ia memiliki untuk bersikap egois dengan cara terus merahasiakan ini semua. Bagaimana bisa Sagara tahu?
Sagara menatap langit-langit kamar seraya menghela napas. "Mungkin lo terpaksa bohong sama gue tentang ini semua, karena lo nggak mau gue ngerasa sedih. Gue yang sebenarnya egois disini,"
Ziva menggeleng, membantah Sagara yang malah menyalahkan dirinya sendiri. "Nggak, tetap aku yang salah disini. Kalau aja aku mau jujur sama kamu dari awal, mungkin kamu––"
"Nggak akan sehancur ini?"
Ziva menatap Sagara yang juga kini tengah menatapnya dalam. Melihat ekspresi serius Sagara, sepertinya ini adalah pembicaraan yang dalam.
"Itu 'kan, alasan lo milih buat merahasiakan ini semua? Karena lo nggak mau liat gue sedih, nggak mau liat gue hancur karena tau kalau sebenarnya cinta gue bakal selamanya sepihak?" Sagara melanjutkan.
Setidaknya itulah yang Sagara tangkap setelah bertemu dengan perempuan bernama Cheryl itu, selain karena Ziva suka berada disini sebab banyak yang menyayanginya. Sebenarnya ini cukup rumit. Dia juga cukup merasa miris pada nasib Ziva, setelah di siksa ayahnya, dia juga harus mengalami siksaan lagi saat berada dalam tubuh orang lain sehingga Ziva begitu haus akan rasa kasih sayang sampai rela membohongi semua orang.
Ziva hanya mampu terdiam keheranan kenapa Sagara bisa mengetahui semuanya padahal Ziva belum satupun menjelaskan tentang semua alasannya.
"Tentang gue yang ngerasa sedih dan hancur, itu bukan sepenuhnya salah lo." Sagara terdiam. Lidahnya kelu untuk melanjutkan. Dadanya mulai terasa sesak kala mengingat dirinya bisa se menyedihkan ini hanya karena mencintai.
"Ini sepenuhnya salah gue, gue yang udah buat diri gue jadi terlihat menyedihkan. Mungkin gue terlalu berlebihan buat jatuh cinta, sampai-sampai nggak sadar kalau sebenarnya bukan lo ataupun Cheryl yang nyakitin gue, tapi diri gue sendiri,"
Sagara yang mengatakan hal itu, Ziva yang malah menangis. Ziva yang malah merasa tidak adil, karena cowok sebaik Sagara bisa-bisanya punya kisah cinta yang rumit seperti ini.
"Gue juga brengsek karena udah nyakitin lo. Gue nyalahin lo padahal jelas-jelas gue yang––"
"Sagara, stop." Ziva refleks menggenggam lengan Sagara dan menggeleng meminta cowok itu berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Dia semakin merasa bersalah jika Sagara seperti ini. Dia menunduk sambil berusaha menghentikan isakan nya.
Sagara tersenyum tipis. Tangan yang satunya ia gerakan untuk mengusap air mata yang mengalir deras di pipi Ziva. Setelah menyadari semuanya, rasa kecewa dan marahnya terhadap Ziva telah lenyap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran Wife
De TodoTransmigration Story. Cheryl Aubie, gadis yang baru saja lulus SMA itu tiba-tiba saja terbangun dalam raga antagonis novel yang hamil dan terpaksa menikah dengan seorang figuran karena ayah dari anak yang di kandung nya tidak mau tanggung jawab. ***...