Part 1

788 73 4
                                    

Suara sendok dan garpu yang saling beradu terdengar dari atas meja makan. Kalau kamu pikir sedang makan itu salah, kini Rania tengah mengetuk-ngetuk permukaan sendok menyalurkan emosinya.

"Kamu udah 3 pelajaran dapet nilai dibawah rata-rata loh, Sil," ucap Rania sambil menodong garpu ke hadapan Cilla yang masih asik dengan makanannya.

"Yang bunda tau baru 3 bun," celetuk lelaki di samping Cilla yang langsung dijawab cubitan kuat pada paha lelaki itu sampai membuatnya mengaduh.

"BENER, SILLA??" maki Rania.

Sapaan akrab keluarga —Silla. Cilla langsung menggeleng cepat sambil membuat tanda silang dengan kedua tangannya. "Ngga bun! Yusa ngarang."

"Yusa! Kamu juga ajarin dong si Silla biar pinter sedikit, kalo nilainya begini terus bisa nggak naik kelas," cerca Rania.

"Yusa ajarin bun, cuma emang anaknya yang gamau diaja—." Ucapan Yusa terpotong karna sekarang mulutnya tertutup tangan mungil milik Cilla.

"Silla! Ngapain kamu tutup mulutnya Yusa? Ayo apa yang kalian sembunyiin dari bunda?"

Yusa melepaskan tangan kecil Cilla dari mulutnya. "Yusa janji, bun. Bakal buat Cilla naik kelas," sumpahnya. "Lagian peringkat 3 dari bawah itu suatu peningkatan buat Cilla, bun."

Cilla semakin melebarkan bola matanya sampai hampir ingin keluar dari tempatnya.

"Apanya peningkatan?! Bisa loncat kelas 1 tahun kayak kamu baru itu peningkatan."

"Tahun kemarin Cilla peringkat 2 dari bawah, sekarang peringkat 3 berarti ada kemajuan dong, bun. Seenggaknya apresiasi Cilla dikit kek, jangan banggain anak angkat bunda terus," berondong Cilla sambil menyungutkan bibirnya.

"Bunda tenang aja, Yusa bakal ajarin Cilla terus seenggaknya sampai dia bisa masuk ke sekolah yang dia mau," terang Yusa.

Rania menghela napas lega. "Bunda percayain Cilla ke kamu, ya? Mama kamu kabarnya hari ini pulang, ya?" tanya Rania.

Lelaki dengan rahang kokohnya itu mengangguk. "Kalo ayah pulang kapan, bun?"

"Ayah angkat kamu itu lagi latihan untuk acara ulang tahun TNI besok, jadi dia pulang masih sekitar—sepekan lagi," jelas Rania.

"Kita liat ayah kan, bun? Tanggal 5 Oktober besok?" tanya Cilla dengan antusias tinggi.

"Pasti dong! Kita nggak pernah ngelewatin satu tahun sekalipun."

Cilla menyudahi makannya dengan meletakkan piring kotor miliknya dan milik Yusa ke tempat cuci piring. "Bunda, Cilla mau belajar dulu di rumah Yusa. Dadah!!" pamit Cilla sambil menarik Yusa keluar dari rumah.

-----

Rumah yang bersih dengan suasana yang tenang tanpa suara bising sama sekali membuat keadaan rumah itu terasa sunyi.

"Nggak di kunci, mama udah pulang kali?" tanya Cilla sambil membuka pintu. "Mama!"

"Hallo sayang! Cilla gimana ujian hari ketiganya cantik? Lancar?" tanya Venya sambil memeluk anak gadis yang bisa disebut bukanlah anak kandungnya.

Sedangkan Yusa yang notabetenya adalah anaknya justru menjadi kacang polong disini.

"Mama baru pulang? Udah makan, Ma? Bunda masak cumi saus pedas, mau Cilla bawain kesini?" berondong Cilla.

"Ngga usah, mama udah makan. Kamu mau belajar ya? Yaudah sana cepet belajar," titah Venya yang langsung dibalas anggukan oleh Cilla, sedangkan Yusa sudah lebih dulu masuk ke dapur untuk mengambil air.

Ruangan bercat coklat muda dengan nuansa yang tenang membuat siapa saja yang masuk ke kamar ini pasti akan merasa nyaman. Jejeran penghargaan di tembok menandakan seberapa sering pemilik kamar itu mendapatkannya.

Pacar Tetangga(?) [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang