ATTENTION!!!
Aku minta tolong kerja samanya buat kasih vote di cerita ini kalau kalian suka. Fungsinya bisa bikin cerita ini dikenal dan dibaca banyak orang😉
Jangan jadi siders ya sayang.
-----
Kaki panjang Yusa berjalan gontai menyusuri setiap sudut sekolah sendirian. Gadis berponi yang ia anggap seperti lalat pengganggu itu untung saja tidak mengikutinya.
Langkah Yusa berhenti di depan mading, mata sayunya menatap visual pohon harapan yang dimana disana banyak harapan murid-murid yang di gantung dengan harap Tuhan mewujudkannya.
Tajamnya mata Yusa membuatnya menemukan tulisan Cilla di tengah banyaknya note harapan murid yang tertempel disana.
Bibirnya membentuk sabit kecil disana saat membaca harapan Cilla. Gadis itu benar-benar polos. Mana ada yang meminta harapan agar semua orang mendadak bodoh dan hanya dirinya yang pintar?
Disana tertulis. 'Tuhan, bisakah jadikan semua orang bodoh kecuali Cilla saat ujian nasional nanti? Tuhan, tolong liat takdir Cilla apa Cilla sama Yusa masih bisa sahabatan sampe kuliah?'
Yusa membuang napas panjang. Tangannya meraih pulpen yang ada di saku bajunya dan menulis harapannya dibelakang daun harapan milik Cilla.
"Yusa punya 3 permintaan, Tuhan, dan ketiganya Yusa berikan buat Cilla," eja Yusa dengan nada pelan.
Sebelumnya Yusa tidak percaya dengan harapan yang ditempel banyak siswa disana. Baginya itu hanya tahayul. Membuang harapan sendiri agar orang lain bisa membacanya.
Tapi melihat harapan Cilla membuatnya juga ingin menulis harapan disana. Berharap akan banyak lagi harapan Cilla yang akan Tuhan kabulkan.
Kakinya berjalan kembali menyusuri sekolah yang sebentar lagi mungkin ia tidak bisa melihat ini lagi.
"Yusa!" panggil seseorang yang membawa laptop di tasnya.
"Iya, Bu!" jawab Yusa yang langsung memberi salam pada Bu guru yang bukan lain adalah wali kelasnya.
"Kamu kok belum ngumpulin formulir SNMPTN?"
"Saya belum diskusi sama keluarga saya, Bu. Soalnya orang tua saya masih dinas," jawab Yusa.
"Kan bisa telpon Yusa, pengumpulan terakhir jumat ini loh, sayang prestasi kamu kalo nggak ikut."
Yusa mengangguk. "Iyaa, bu."
"Rencananya kamu mau masuk universitas mana?"
"UGM bu, fakultas hukum."
Wanita paruh baya itu memperbaiki posisi kacamatanya lalu mengusap lembut lengan Yusa. "Ibu tunggu secepatnya, ya."
Yusa mengangguk.
"Kamu kok masih disini? Nunggu siapa?"
"Nunggu Cilla, Bu."
"Jangan gara-gara percintaan kamu lepasin cita-cita kamu, ya!" peringat Bu guru itu.
Yusa tersenyum. "Saya ngga akan pacarin Cilla, bu, sebelum kita sama-sama udah raih cita-cita kita."
"Bagus kalau gitu, ibu duluan, ya."
Yusa mengangguk dan kemudian salim kembali.
Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 4 sore tapi tanda-tanda Cilla sudah selesai latihan belum juga terlihat. Yusa berkali-kali mengecek ponselnya berharap ada chat dari gadis itu tapi hasilnya nihil.
"Latihan nari atau latihan bertahan hidup sih," cerca Yusa sendirian.
-----
Badan Cilla yang kecil membuatnya lincah dalam menari, kelincahan Cilla membawanya menjadi center dalam grup menarinya.
Diam-diam ada mata yang mengawasi pergerakan Cilla dari balik jendela kelasnya.
"Udah sore bestie. Kita udahin latihan hari ini, besok kita lanjut lagi," ucap seseorang yang diyakini adalah ketuanya.
Semua anggota bubar dengan menggendong tas mereka masing-masing dan keluar kelas.
"Kak Cilla!" panggil seseorang yang dari tadi menguntit dibalik jendela.
"Eh? Kamu yang tadi ngobrol sama Yusa, ya?"
Gadis berponi itu mengangguk. "Kak Cilla boleh minta nomornya nggak?"
"Oh iya, kenalin aku Agita dari kelas 10 IPA 1," ucap Agita sambil mengulurkan tangan yang langsung disambut dengan jabatan tangan Cilla.
Cilla sempat terkejut mendengar gadis itu dari jurusan IPA dan lebih terkejut lagi ia berada di kelas IPA 1 angka 1 adalah angka unggulan bagi para siswa unggulan salah satunya Agita dan Yusa.
Lelaki itu selalu dikelilingi gadis cantik dan pintar tapi kenapa sampai sekarang masih saja tahan menjomblo sejak lahir?
"Berapa kak nomornya?" tanya Agita yang langsung memberikan ponselnya.
Cilla tanpa ragu langsung memberikan nomornya pada adik kelasnya itu.
"Oke, udah aku chat, ya!"
"Oke, Agita."
"Cilla!"
Suara bariton yang menginterupsi telinga siapa saja yang mendengarnya menoleh ke sumber suara.
Lelaki perawakan tinggi dengan rahang jelas dan hidung mancung bak perosotan itu melirik sinis melihat Cilla yang berkomunikasi dengan gadis yang tadi mengganggunya.
"Udah selesai kenapa nggak WA?" gerutu Yusa.
"Baru selesai."
"WA."
Cilla membuang napas berat. "Ish, iya-iya. Lagian gue nggak nyuruh lo buat nunggu."
"Kak, aku boleh nebeng sama kak Yusa nggak? Soalnya udah sore banget nggak ada kendaraan umum lagi," pecah Agita di tengah percakapan Cilla dan Yusa.
"Jok gue penuh." Yusa menjawab pertanyaan Agita bahkan tanpa melirik sidikit pun pada gadis itu. "Ayo pulang!" Yusa langsung menarik tangan Cilla dengan sedikit kasar dan meninggalkan Agita yang masih mematung sendirian.
-----
Genggaman tangan kasar dari Yusa berubah menjadi lembut saat mereka sudah hampir tiba di parkiran.
"Dia ngomong apa?" tanya Yusa yang memecah keheningan.
"Minta nomor gue."
"Lo kasih?"
Cilla mengangguk.
Entah kenapa ia bisa punya teman sepolos Cilla. Jika menjadi penculik mungkin tidak perlu waktu lama untuk menculik Cilla.
"Buat apa?"
Cilla menggeleng. "Tapi gue nggak enak aja kalo nolak, lagian gara-gara sikap lo yang ketus juga gue yang harus tanggung jawab ke dia."
"Jangan jadi orang yang nggak enakan, siapa bilang jaga perasaan orang jadi tanggung jawab lo?"
Pertanyaan menohok dari Yusa membungkam mulut Cilla. Gadis itu hanya tak enak hati jika menolak permintaan gadis itu, apalagi ia memintanya dengan cara yang sopan. Bukan suatu kesalahan juga jika hanya ingin berteman 'kan?
"Hati-hati sama orang. Kalo yang jaga lo dirumah ayah sama bunda, kalo disekolah yang jagain lo itu gue, jadi nggak usah nyusahin."
Cilla melepaskan tangannya yang masih digenggam Yusa. Gadis itu menghentakkan kakinya kesal dengan perlakuan Yusa.
"Nggak ada yang minta lo buat jagain gue, nggak ada yang nyuruh lo buat anter jemput gue, dan lo nggak bisa setir hidup gue!"
-----
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Tetangga(?) [SLOW UPDATE]
Teen FictionTumbuh dan berkembang bersama akan jadi hal yang paling berkesan untuk Cilla dan Yusa. Hampir setiap sudut kota mempunyai kenangan yang mereka rajut bersama. Kerusakan hubungan mereka terjadi saat kebenaran tentang Cilla berhasil terbongkar oleh bom...