Arga tentu saja tidak tahu apa yang membuat kakaknya Raga begitu kesal. Mana dia tahu kalau Raga kesal karena melihat Kikan bersama pria lain? Mana dia tahu kalau Raga kesal karena omongan Sakha barusan? Arga cukup kaget melihat Raga yang masuk ke kamarnya dengan membanting pintunya cukup keras. Tapi ia cuma menggelengkan kepalanya dan turun ke bawah.
Ia bertemu Sakha di ruang makan yang sedang duduk di meja makan sambil memegang segelas es lemon tea.
"Mas Raga kenapa mas, kelihatannya lagi kesal banget."
"Lagi datang bulan kali." Sakha angkat bahu.
"Mas Sakha ngaco banget."
"Eh, Ar. Mas boleh tanya."
"Tanya apa, mas?"
"Menurutmu Kikan itu bagaimana?"
"Mbak Kikan? Kenapa?" tanya Arga bingung. Ia mengambil piring dan membuka tudung saji. Saat ini memang belum waktunya makan malam. Tapi dia sudah lapar gara-gara membaca diktat tebal mengenai pasal-pasal hukum yang harus ia hapal. Sebenarnya ia juga tidak terlalu suka kuliah jurusan hukum. Ia ingin mengambil jurusan ilmu komputer, tapi ayahnya tidak setuju. Jadi dengan terpaksa ia mengikuti keinginan ayahnya untuk kuliah di jurusan hukum.
"Jawab aja, Kikan menurutmu perempuan kayak apa?"
"Mbak Kikan mantannya Mas Raga kan? Dia cantik, baik dan juga perempuan pintar."
"Menurut kamu kalau Mas Sakha sama Kikan cocok gak?"
"Hah?" Arga bengong. Hari ini kedua abangnya bersikap aneh. Yang satu marah-marah gak jelas. Yang satu ini nanya apa mantan pacar adiknya itu cocok sama dia. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan sirkuit kedua otak abangnya ini?
"Cocok apa nggaknya mana Arga tahu mas. Lagian Mas Sakha nanyanya aneh banget."
"Apanya yang aneh? Kan cuma nanya aku cocok apa nggak sama Kikan?"
"Ehmm ... cocok sih." Arga akhirnya berkata. Sepertinya ia paham kenapa Raga tadi marah-marah gak jelas begitu. Mungkin gara-gara Sakha. Entah kenapa dua abangnya ini memang tidak pernah akur. Sakha yang tidak pernah berhenti memprovokasi Raga. Atau Raga yang terkadang suka bikin marah Sakha. Tapi apapun itu biasanya selalu Raga yang berada dipihak yang dirugikan.
Karena orang tua mereka yang bias dan Raga yang pada dasarnya seorang pemberontak. Meski kelakuannya itu seringkali merugikan dirinya sendiri.
"Menurutmu gimana kalau Mas Sakha mengejar Kikan buat jadi kakak iparmu, Ar?"
Sendok di tangan Arga jatuh ke piring mendengar ucapan Sakha yang tidak di duga-duganya. Kakaknya Sakha mau mengejar Kikan, yang notabene mantan pacar adiknya? Ya ampun, apa di rumah ini satu-satunya yang berotak waras cuma dia?
"Terserah Mas Sakha." Akhirnya cuma ucapan itu yang keluar dari mulut Arga. Meski kepalanya mendadak pening. Ia sadar, hari-hari damai di rumah ini tidak akan ada lagi bila Sakha benar-benar mewujudkan keinginannya mengejar Kikan. Akan ada perang dunia ketiga antara Sakha dan Raga bila benar terbukti Sakha mengejar Kikan. Diam-diam Arga mengasihani dirinya sendiri dan menghitung hari kapan dia bisa segera kuliah di luar. Agar terhindar dari perang saudara ini.
Sementara itu di kamarnya Raga baru saja selesai mandi dan sedang merokok di balkon kamar. Meski ia jarang pulang dan lebih memilih tinggal di apartemennya sendiri semenjak pertengkaran dengan keluarganya, namun kondisi kamarnya tetap terawat baik dan selalu bersih. Mungkin pembantu di rumahnya disuruh tetap membersihkan kamarnya meski ia tidak pulang.
Sebenarnya ia juga tidak ada niat untuk pulang ke rumahnya dan tawaran Farah yang menawarkan ia untuk menginap di rumahnya cukup menggoda. Tapi entah kenapa hari ini Raga sedang tidak mood. Namun bukannya pulang ke apartemennya, ia malah melarikan mobilnya kembali ke rumah orang tuanya. Akibatnya ia bertemu Sakha dan membuat moodnya tambah jelek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyentuh luka ( Tamat )
General FictionDi saat Kikan sedang berbahagia menyiapkan pesta pernikahannya dengan Raga, ia menerima kenyataan pahit. Mendapati kekasihnya selingkuh dengan mantan pacarnya saat di SMA dulu. Dengan hati hancur berkeping-keping, Kikan membatalkan pernikahan terseb...