Bab 14

1.9K 145 7
                                    

Sebenarnya kehadiran Raga di Rumah Sakit itu bukan kebetulan atau ia yang sedang check up kesehatan. Tapi karena ia ke sana menemui klien yang seorang anggota dewan dan sedang berperkara kasus korupsi. Dan alasan kesehatan yang ia pakai untuk mengulur pemeriksaan terhadap klien.

Sebagai seorang pengacara, tidak dapat dipungkiri bila ia sering menangani klien yang memiliki kasus-kasus kotor. Seperti kasus korupsi yang ia tangani saat ini. Meski ia tahu bila kliennya bersalah, tapi karena ia dibayar mahal maka ia harus mencari bukti dan sebisa mungkin membebaskan kliennya dari segala tuduhan.

Atau terkadang juga ia harus membela seorang pelaku kejahatan yang jelas-jelas bersalah, namun di tangan Raga kliennya harus terbukti tidak bersalah. Memutar balikkan fakta, menjadikan pelaku kejahatan justru sebagai korban dan korban sebagai pelaku.

Awal ia menjalani profesinya ini Raga merasa muak. Berperang batin dan mencoba bersikap idealis. Tapi kemudian ia menyadari alangkah naifnya dirinya. Dunia pengacara, bukan dunia yang bersih untuk orang sok suci yang punya hati nurani. Ini adalah dunia abu-abu di mana uang yang berkuasa dan bisa membeli hukum dan keadilan.

Uang tidak akan datang dengan bersikap idealis. Perut tidak akan kenyang dengan bersikap jujur. Dan semakin lama ia menggeluti profesinya ini, Raga semakin terbiasa. Tidak lagi mempedulikan antara benar dan salah.

Dan saat keluar dari kamar kliennya yang sedang 'sakit' itulah, Raga kebetulan melihat Kikan bersama seorang pria berjas putih yang sepertinya seorang dokter di rumah sakit ini. Mereka berdua kelihatan akrab dan berbincang hangat.

Ini kali kedua Raga memergoki Kikan bersama pria yang berbeda. Dan keduanya berprofesi mentereng. Haruskah ia juga menggunakan relasinya untuk menyelidiki siapa pria yang tadi bersama Kikan?

Dan sebelum pikirannya mencerna apa yang terjadi antara Kikan dan pria itu, kaki Raga sudah bergerak sendiri mengikuti Kikan. Ia berhasil menghadang gadis itu, tapi penolakkan dan tatapan jijik yang dilontarkan Kikan padanya membuat amarahnya menggelegak.

Ia bisa bersikap ramah pada pria lain, tersenyum sumringah, tapi kenapa hanya tatapan jijik yang diberikan Kikan padanya? Ke mana sinar mata penuh kehangatan yang dulu menjadi miliknya? Ke mana sinar mata penuh kelembutan yang selalu di lihat Raga pada Kikan jika melihatnya dulu?

Apa semua itu harus menghilang hanya karena kesalahan kecil yang ia lakukan?

Lagi pula kenapa ia harus marah melihat Kikan bersama pria lain? Kenapa hatinya terasa terbakar melihat Kikan yang begitu dekat dengan pria lain selain dirinya? Raga tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Dan dia tidak peduli. Jika ia tidak mengizinkan Kikan dekat dengan pria lain, maka Kikan harus patuh. Jika tidak mematuhinya, maka jangan salahkan Raga kalau bersikap kasar padanya.

Karena kekesalan hatinya pada Kikan, Raga enggan untuk kembali ke kantor dan memberi laporan pada Ayahnya mengenai pertemuannya dengan Pak Sasongko, kliennya yang anggota dewan itu. Raga memutuskan untuk pergi ke rumah Farah demi menghilangkan kekesalannya.

Raga baru turun dari mobilnya ketika pintu rumah Farah sudah terbuka dan perempuan yang merupakan cinta pertamanya itu muncul dari dalam rumah dengan senyum terkembang di bibirnya. Farah tidak menduga Raga akan mengunjunginya di siang hari ini, tentu saja kedatangan kekasihnya itu ia sambut dengan hangat.

"Hubby." Farah segera menghambur ke dalam pelukkan Raga. "Aku senang kamu datang siang-siang begini, biasanya sibuk di kantor."

"Tadi habis ketemu klien langsung ke sini."

"Sudah makan belum? Aku masak makanan kesukaan kamu loh. Yuk makan bareng aku."

Ini satu lagi perbedaan antara Kikan dan Farah. Kalau Farah begitu pintar memasak dan mengurus rumah, Kikan sama sekali tidak bisa masak. Jangankan memasakkan hidangan kesukaan Raga, masuk dapur saja bisa dihitung pakai jari.

Menyentuh luka ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang