Terima kasih untuk kalian semua yang sudah sabar menanti setiap update-tan cerita-cerita saya.
Maaf karena kesibukan saya di real life kadang membuat saya lama update.
Tapi sebenarnya hampir setiap hari saya update cerita loh, kalau tidak di WP ya di KK. Dan itu saya update cerita- cerita yang berbeda. Kecuali kalau benar-benar sibuk seperti sekarang nih.
Bocil SAS cuy, jadi mamanya sibuk jadi 'guru' buat bocil deh. Maaf ya kalo sering telat update. Love you man teman.
******
"Jadi ... lu bersedia menuruti keinginan nyokaplu buat nyoba nerima Deo?" Vika menyipitkan matanya sambil menatap Kikan yang sedang asyik dengan tiramisu di hadapannya. "Apa itu artinya lu udah move on dari kadal buntung itu?"
"Nerima Deo? Kikan mau nikah sama Deo? Eh Kapten Deo?" Nora ikut buka suara. Tumben hari ini pakaian tuh anak agak feminim. Kaos putih dilapisi blazer hitam merek Chanel dan celana panjang hitam yang lumayan ketat. Meski sepatunya masih sneaker. Tadi Nora bilang dia mau ketemuan sama cowok yang mau dikenalin sama mamanya, sehabis kumpul di coffee shop ini.
Vika mengejeknya sebagai blind date, tapi Nora bersikeras dia cuma gak mau jadi anak durhaka karena telinganya pengang mendengar 'ceramah' ibunya soal nyari jodoh dan bertingkah feminim. Kenapa semua ibu di dunia bertambah cerewet bila punya anak gadis berusia lebih dari dua puluh lima masih jomlo? Itu yang dikeluhkan Nora tadi.
"Apa nikah segampang itu, No?" Kikan balik bertanya.
"Tapi elu setuju buat nerima Deo, apa dia udah ngelamar elu?"
"Nyokap gue bilang nyokapnya Deo merasa cocok sama gue."
"Kenapa jadi nyokapnya? Kenapa bukan Deonya yang merasa cocok sama elu?" Arini ikut bertanya mencetuskan keheranannya.
"Dalam arti kata lain ya Deo merasa cocok sama gue lah, Ar." Kikan menjelaskan.
"Terus, elu sendiri gimana?" tanya Vika. "Elu merasa cocok sama Deo?"
"Gue merasa nyaman aja sama dia, sama seperti dia merasa nyaman sama gue."
"Bukannya itu bahasa lain dari kata cinta?" Ejek Vika.
"Elu cinta sama Deo, Ki?" tanya Arini.
"Apa segampang itu buat jatuh cinta, Ar?"
"Tapi elu nyaman sama dia dan gak nolak dijodohin sama Deo."
"Wait, gue gak dijodohin sama Deo!"
"Tapi nyokap lu sama nyokap Deo ngomong di belakang lu buat ngerencanain supaya lu lebih deket sama Deo dan nerima dia kan? Jadi apa bedanya sama dijodohin?" Arini mengungkapkan argumennya, membuat Kikan tercengang dan gak bisa membantah.
"Apa lu bakal serius sama Deo?" Vika lagi-lagi bertanya.
"Menurut lu gimana?"
"Menurut gue gak ada salahnya elu serius sama dia. Deo dewasa banget, karir juga bagus. Kalian berdua sama-sama punya karir bagus dan mapan, jadi apalagi?"
"Apalagi? Bukannya banyak yang belum dilakuin Kikan? Kayak nyoba kursus masak, bungee jumping atau ikut kursus merangkai bunga?" Protes Nora. "Kenapa sih semua ibu-ibu itu senang banget ngejodohin anaknya? Apa mereka pikir kawin itu gampang?"
"Kawin sih gampang, nikah yang susah," ucap Vika kalem.
"Maksud gue, nikah itu kan urusannya gak cuma soal urusan ranjang doang. Gimana setelah nikah, kita gak tau kebiasaan buruk suami kita? Apa dia kakinya bau, dia jarang mandi, suka naruh handuk di atas tempat tidur. Belum lagi kalau kita hamil, ngidam parah terus punya baby. Apa udah siap buat jadi ibu yang setiap jam bangun karena babynya nangis minta nyusu? Atau ... "
"Astaga, No. Ini lu lagi curhat?" Ledek Vika. "Apa kencan blind date yang diatur nyokaplu ini bikin lu ilfeel banget ya?"
"Gue cuma takut cowok yang bakal gue temuin nanti modelnya kayak Datuk Maringgi atau lebih buruk lagi perut buncit dan kepala botak!"
"Nyokaplu gak mungkin sesadis itu kali, No. Meski anak perawannya perempuan jadi-jadian," kata Arini. "Lagian nikah juga gak seburuk itu kok, No. Contohnya gue, Kikan juga. Dia kan nyaris nikah kalo aja calonnya gak selingkuh."
Begitu kata-kata Arini jatuh, kesepian langsung melingkupi meja mereka. Cuma musik slow yang diputar pihak coffee shop yang terdengar. Arini langsung sadar.
"Ups, apa gue udah ngomong salah?"
"Nggak apa-apa. Itu kenyataan kok. Santai aja," ucap Kikan selow. Baru selesai bicara, ponselnya berbunyi. Kikan melihat pesan di ponselnya. Untuk sesaat ia sibuk berbalas pesan dengan seseorang yang baru saja mengiriminya pesan.
"Pesan dari siapa?" tanya Vika ketika Kikan selesai berbalas pesan.
"Deo, dia ngajak ketemuan."
"Sekarang?"
"Besok. Dia besok ada waktu luang. Katanya mau membicarakan sesuatu yang penting."
"Apa soal pembicaraan nyokap lu sama nyokapnya dia itu?" Vika menebak.
"Mungkin."
"Boleh kasih saran?"
"Apa?"
"Ikutin aja kata hati lu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Menyentuh luka ( Tamat )
BeletrieDi saat Kikan sedang berbahagia menyiapkan pesta pernikahannya dengan Raga, ia menerima kenyataan pahit. Mendapati kekasihnya selingkuh dengan mantan pacarnya saat di SMA dulu. Dengan hati hancur berkeping-keping, Kikan membatalkan pernikahan terseb...