Bab 4

2.9K 213 14
                                    

"Pulangnya ke mana, Ki?" tanya Deo tanpa basa-basi lagi setelah keluar dari gedung resepsi. Kikan memutuskan untuk segera pulang begitu acara resepsi sudah selesai. Karena datangnya juga tadi mepet setelah resepsi hampir selesai.

Tanpa ia sangka, Deo juga ikut pulang dan malah mengikutinya ke parkiran mobil.

"Menteng."

"Mau diantar?"

"Aku bawa mobil." Kikan menunjuk sedan camry biru metaliknya. "Kalau diantar, gimana sama mobilku?"

"Gue yang bawa mobil lu, Ki. Tadi gue naik taksi ke sini." Vika tiba-tiba menyela yang sedang jalan bersisian dengan Satrio. Entah si Nora ke mana. Mungkin sedang ribet sama kebaya dan kondenya.

"Nah, beres kalau begitu. Mobilmu biar dibawa Vika, biar sekalian Satrio nebeng. Tadi dia nebeng mobil aku. Sekarang kamu pulang sama Vika gak masalah kan, Sat?" Deo mengedipkan matanya penuh arti.

"Nggak, nggak masalah, Kap." Satrio cepat-cepat menyahut. Mana berani dia membantah perintah Kaptennya? Cari mati? Apalagi dilihatnya sang Kapten benar-benar tertarik pada gadis ini. Sebagai anak buah yang baik, dia harus mendukung kan?

"Lah, besok senin aku kerja naik apa?" Kikan masih memprotes. Dia sadar baik Vika maupun Satrio sedang berusaha mendekatkan dirinya dengan Deo.

"Gampang. Ntar malem gue anter nih mobil ke rumah lu. Lagian di garasi rumah lu gak cuma ada satu mobil ini doang kan? Pasti ada cadangan mobil lain yang gak dipake," kata Vika santai. Lalu mengulurkan telapak tangannya meminta kunci mobil Kikan. Saat Kikan memberikan kunci mobilnya, Vika berbisik pelan di telinga Kikan hingga hanya mereka berdua yang dengar.

"Jangan sia-sia kan kesempatan, girl. Kapan lagi dianter Kapten ganteng kayak Deo kan?" Lalu Vika mengedipkan matanya. Kikan cuma melirik malas.

Kebetulan saat itu Raga juga keluar dari gedung resepsi bersama Farah. Dan kebetulan juga ia melihat adegan Deo yang sedang membukakan pintu mobil untuk Kikan.

What the ... secepat itu baru kenal Kikan sudah mau diajak pergi seorang pria? Murahan sekali!

Entah kenapa, hati Raga tidak senang melihatnya. Teringat dulu waktu pertama kali ia mengenal gadis itu di kampus. Kikan begitu dingin dan acuh tak acuh. Kalau bukan tekad sekuat baja milik Raga untuk mendekati Kikan, mana mungkin akhirnya ia bisa menjadi pacar gadis itu?

Karena Raga sadar, saingannya dulu untuk mendapatkan Kikan cukup banyak. Dan semuanya cowok-cowok bonafid. Boleh dibilang Raga cukup beruntung bisa mendapatkan Kikan pada akhirnya. Meski harus jatuh bangun mengejarnya.

Dan sekarang ... betapa mudahnya Kikan menerima ajakkan pria lain. Apa karena faktor umur dan takut tidak laku membuatnya mudah menerima tawaran lelaki lain untuk mengantarnya pulang? Sinis Raga dalam hati.

Farah yang berada di samping Raga tentu saja menyadari untuk siapa pandangan berapi-api itu ditujukan.

Semenjak kedatangan Kikan ke resepsi pernikahan ini, pandangan Raga berkali-kali melayang ke arah mantannya itu. Padahal tidak sekalipun Kikan mengacuhkan Raga atau meliriknya. Gadis itu malah asyik berbincang dengan pria gagah berpakaian batik lengan panjang yang posturnya mirip angkatan.

Dan sekarang dengan tatapan berapi-api, Raga memperhatikan Kikan yang masuk ke dalam mobil pria gagah itu. Pandangannya tidak lepas dari keduanya.

Dengan hati-hati Farah menyentuh lengan Raga.

"Raga, kita jadi pulang kan?"

Raga cepat tersadar dari sikapnya yang sedari tadi memperhatikan Kikan dan pria itu. Tadi ia sempat mendapat info dari Kristanto, temannya yang juga teman Arini dan suaminya kalau pria yang bersama Kikan saat ini bernama Deo. Seorang Kapten angkatan darat yang ayahnya juga seorang Brigadir Jenderal di angkatan darat.

Ternyata dari keluarga TNI dan anak seorang Jenderal. Pantas punya nyali untuk mendekati Kikan! Dan Deo ini merupakan senior kakak Arini di Akmil. Cih, pasti dia yang memperkenalkan Kikan dengan pria itu! Apa maksudnya memperkenalkan Kikan dengan pria lain? Agar Kikan cepat move on dan melupakannya?

"Iya. Kita pulang." Raga mengangguk.

Di dalam mobil, Farah berusaha untuk bersikap tenang dan wajar meski hatinya gelisah. Raut wajah Raga masih terlihat muram. Apa ia tidak bahagia setelah bertemu Kikan tadi? Kenapa Raga harus tidak bahagia? Bukankah Raga sudah tidak mencintai Kikan? Raga bahkan rela membatalkan rencana pernikahannya dengan Kikan demi untuk kembali padanya. Lalu kenapa ia terlihat tidak senang melihat Kikan bersama pria lain?

Mereka sudah putus, jadi wajar bukan bila Kikan berhubungan dengan pria lain? Sama halnya dengan Raga yang kini menjalin hubungan dengannya. Lalu di mana letak salahnya?

"Malam ini ... kamu nginap di tempatku, Ga?" tanya Farah hati-hati. Seperti biasa, dengan nada lembut seperti biasanya. Nada lembut yang biasanya mudah membuat Raga terbuai dan lupa segalanya. Tapi entah kenapa, kali ini Raga tidak menjawab. Pandangannya masih lurus ke depan melihat jalanan. Padahal biasanya, meski sibuk mengemudi, jika Farah bertanya akan langsung menjawab. Baru kali ini pertanyaan Farah tidak ditanggapi.

"Ga?" Dengan pelan Farah mengguncang bahu Raga. Raga terkejut, menoleh ke arah Farah sebentar lalu fokus lagi melihat ke depan. "Kamu nginap di tempatku malam ini?"

"Maaf, Far. Malam ini tidak bisa. Besok senin dan aku harus ketemu klien penting pagi-pagi," ucap Raga. Tadi pikirannya masih dipenuhi dengan Kikan dan pria yang bersamanya, hingga ia tidak mendengar apa yang ditanyakan Farah. Baru setelah Farah menyentuh bahunya ia baru sadar.

"Oh, oke." Farah berusaha untuk tidak menunjukkan ekspresi kecewanya. Ia hanya menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Kikan, kenapa kau terus membayang-bayangi hubunganku dengan Raga? Kau benar-benar serangga pengganggu!

Menyentuh luka ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang