Kikan baru saja selesai mandi ketika Ibunya masuk ke kamarnya sambil membawa sepiring kue brownies.
"Tadi Bik Sum bilang hari ini kamu pulang cepat. Mama pikir dia bohong, ternyata benaran kamu jam segini sudah di rumah." Ibunya meletakan piring kecil berisi beberapa potong kue brownies di atas meja rias. "Cobain kuenya, mama baru aja bikin. Resep terbaru."
"Eksperimen lagi Mamz?" Tanya Kikan. Ibunya sama seperti dirinya. Paling tidak bisa masak, tapi senang bereksperimen memasak beragam kue maupun masakan. Meski rasanya lebih banyak yang gagal ketimbang yang berhasil. Kali ini Kikan tidak yakin apa brownies buatan ibunya sama dengan rasa brownies yang biasa ia makan bila beli di toko kue. "Ini gede kalorinya loh, mamz. Mamz mau bikin aku tambah gendut?"
"Siapa bilang kamu gendut? Berapa kilo sih beratmu? Makan sepotong atau dua potong brownies gak bakal bikin kamu mendadak gendut. Cobain, enak rasanya. Soalnya bikinnya dibantuin Bik Sum."
Oh, pantas. Kalau itu sih Kikan berani makan.
"Mama belum denger cerita kamu tentang acara makan malam dengan keluarga Deo. Gimana? Lancar?"
"Acara ulang tahun adiknya Mas Deo maksud mama?" Kikan mencomot sepotong brownies dan memakannya. Enak, ternyata benar ada andil besar Bik Sum dalam pembuatannya. Pantesan rasanya enak. Jadi selain mengantarkan brownies, mamanya ada misi lain. Interogasi soal acara ulang tahun adik Deo tempo hari.
"Sama aja. Kamu ketemu orang tua Deo kan? Keluarganya yang lain juga? Gimana orang tua Deo, mereka baik sama kamu?"
"Sangat baik. Ibunya Mas Deo kenal mama juga kan? Katanya teman satu arisan yang anggotanya bukan istri perwira militer gitu."
"Iya. Dulu kakak kelas Mama waktu SMA. Satu klub pecinta alam. Kalau gak salah suaminya juga teman satu SMA. Dulu ketua pecinta alam malah. Gak sangka sekarang sudah jadi Jenderal. Awet juga cinta mereka."
"Kalau Papa bukan teman SMA Mama?"
"Bukan. Papamu itu pacar mama yang ke berapa ya, lupa. Ketemu waktu sama-sama jadi mahasiswa di UNSW Australia, awalnya mama sebel banget sama papamu itu. Mentang-mentang ketua perhimpunan mahasiswa Indonesia, lagaknya selangit."
"Oh, jadi itu hubungan dari benci jadi cinta gitu?"
"Apanya yang dari benci jadi cinta? Kan papamu yang ngejar-ngejar mama duluan. Gara-gara kesemsem waktu ngeliat mama pakai kebaya pas acara gelar budaya di kedutaan besar Indonesia di Australia. Katanya mama ayu, kayak putri Keraton." Nyonya Linda terlihat bangga saat mengatakan hal itu. Tapi seperti menyadari sesuatu, Nyonya Linda menatap anaknya tajam. "Kita kan lagi ngomongin kamu. Soal acara makan malam sama keluarga Deo. Kenapa jadi ngebahas masalah percintaan mama sama papamu? Pengalihan isu ya?"
"Aish, Mamz. Pengalihan isu bagaimana? Kan mama yang cerita soal masa muda mama sendiri sama papa. Kok jadi marahin Kikan?"
"Nakal kamu. Ki, kamu tahu. Mamanya Deo, Tante Rahayu baru saja telpon. Kami ngobrol banyak. Dia juga nanyain kamu tuh."
"Oh, ya?"
"Katanya Reynal minta kawin."
Reynal? Siapa?
"Kamu ingat kan, Reynal itu adiknya Deo. Waktu acara makan malam kemarin pasti ketemu. Dia ini sudah punya pacar yang serius. Kamu pasti ketemu pacarnya juga kan, Ki? Orang tua pacarnya mendesak Reynal untuk cepat melamar anaknya. Maklum sudah lama pacaran. Usia juga sudah sama-sama matang. Pekerjaan sudah ada. Tunggu apa lagi?
"Tapi Tante Rahayu tidak ingin Deo dilangkah, meski Deonya sendiri tidak keberatan. Inginnya Tante Rahayu, Deo dulu yang nikah baru Reynal."
"Lalu hubungannya dengan Kikan apa Mamz?"
"Tante Rahayu merasa cocok sama kamu, Ki. Dan kelihatannya Deo juga tertarik sama kamu. Jadi ya kalau kamu gak keberatan, gimana kalau kamu nerima Deo sebagai pasanganmu?"
Kikan nyaris tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan mamanya. Brownies yang sedang dikunyahnya tersangkut di tenggorokan. Membuatnya terbatuk-batuk hebat. Dengan prihatin ibunya menyerahkan segelas air minum pada Kikan yang memang disediakan di atas coffee table.
"Jangan marah dulu, Ki. Kami berdua cuma ingin yang terbaik untuk anak-anak kami. Kalian berdua terlihat serasi. Deo juga terlihat lebih dewasa. Dia pasti bisa ngemong kamu dengan baik."
Good, sekarang Ibunya sudah jadi biro jodoh. Dan apa kata ibunya tadi? Tante Rahayu merasa cocok dengannya? Padahal mereka baru sekali bertemu, itupun tidak lama. Lalu dari mana penilaian itu keluar?
Apa ibu-ibu zaman sekarang memiliki mesin detektor penilai calon menantu, meski sekali lihat jika mesin berbunyi oke itu artinya ia merasa cocok? Lalu apa hanya berdasarkan kecocokan dan rasa tertarik anaknya Tante Rahayu tidak keberatan menjadikannya calon menantu? Semudah itu?
"Tapi antara Kikan dan Mas Deo gak ada hubungan apa-apa, mamz. Kami cuma berteman." Ah, seharusnya aku memang tidak menerima undangan ulang tahun adiknya itu. Jadi tidak akan ada masalah rumit seperti ini, pikir Kikan kesal.
"Awalnya papa sama mama juga cuma teman, Ki. Tapi lama-lama rasa cinta tumbuh juga di hati kami berdua." Ibunya masih berusaha membujuk. "Mama yakin Deo pria yang baik, dia gak mungkin kayak calon kamu yang terakhir. Yang ngebatalin pernikahan begitu saja padahal undangan sudah disebar."
Kikan tahu, masalah ini masih menjadi ganjalan di hati ibunya. Betapa marah, kecewa dan sakit hatinya mama ketika pernikahan nya yang tinggal menghitung hari itu batal. Kikan bisa melihat tangis ibunya selama beberapa hari saat itu terjadi. Ia merasa berdosa karena sudah membuat malu keluarganya. Membuat kecewa dan aib bagi keluarga terutama kedua orang tuanya. Meski itu bukan sepenuhnya salah Kikan.
"Kikan pikirkan dulu ya, mamz. Masalah pernikahan kan bukan sesuatu yang bisa diputuskan secara mendadak kan mamz?"
Mendengar jawaban putrinya, senyum sumringah terbit di wajah ibunya. Kikan merasa berdosa, kapan ia pernah melihat ibunya tersenyum secerah ini? Setelah pernikahannya yang gagal, ibunya sudah jarang tersenyum lebar seperti ini. Dan baru sekarang Kikan bisa melihat senyuman lebar ibunya lagi.
"Oke, mama percaya kamu pasti akan mengambil keputusan yang terbaik. Semoga ini bukan hanya angan-angan kami belaka ya, Ki."
Kikan tidak menjawab. Ia cuma tersenyum sumir, ia tidak yakin apa jawaban itu cukup untuk meyakinkan ibunya. Ia hanya tidak ingin melihat kekecewaan lagi di mata ibunya hingga tidak tega memberi bantahan yang begitu keras. Meski ia sendiri belum tahu apa yang harus ia lakukan.
Sudah benarkah sikapnya saat ini? Kikan bertanya ragu dalam hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menyentuh luka ( Tamat )
Ficción GeneralDi saat Kikan sedang berbahagia menyiapkan pesta pernikahannya dengan Raga, ia menerima kenyataan pahit. Mendapati kekasihnya selingkuh dengan mantan pacarnya saat di SMA dulu. Dengan hati hancur berkeping-keping, Kikan membatalkan pernikahan terseb...