Bab 33

2.1K 184 13
                                    

"Raga, mau ke mana kamu?"

"Aku harus pergi, Far. Ada urusan penting. Aku harus bertemu klien sekarang."

"Klien? Klien atau Kikan?"

Raga terkejut mendengar pertanyaan Farah. Perubahan wajahnya tidak luput dari mata tajam Farah yang menatapnya penuh selidik.

"Selama ini aku sudah mencoba bersabar, Ga. Aku diam saja melihat sikapmu yang akhir-akhir ini berubah. Apa kamu pikir aku tidak tahu, kalau selama ini kamu diam-diam selalu menemui Kikan? Setiap ada pesan masuk di ponselmu, kamu selalu bergegas pergi. Apa kamu diam-diam menyuruh orang untuk menguntit Kikan?"

"Apa kamu juga menguntitku Far? Hingga kamu tahu kalau aku pergi menemui Kikan?" tanya Raga dingin.

"Ya! Aku menguntitmu! Aku lihat kamu hampir berkelahi dengan pria yang bersama Kikan. Kenapa Raga? Kenapa? Bukankah kamu sendiri yang memutuskan untuk bersamaku? Kamu sendiri yang bilang kalau kamu masih mencintaiku? Dan sekarang kamu masih kerap menemui Kikan. Apa artinya ini?" Mata Farah berkaca-kaca saat menatap Raga. Biasanya bila ia sudah mengeluarkan air mata atau bersikap menyedihkan di depan Raga, Raga akan segera luluh.

Tapi kali ini alangkah kecewanya Farah melihat Raga memalingkan wajahnya, tidak mau menatap wajahnya.

"Maafkan aku, Far. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku memang mencintaimu, tapi ternyata sampai detik ini aku tidak bisa melupakan Kikan di hatiku. Aku masih sangat mencintainya."

Air mata mengalir di pipi Farah mendengar pengakuan Raga. Hatinya sakit, sakit sekali. Raga masih mencintai Kikan? Lalu apa arti kebersamaan mereka selama ini? Apa arti janji-janji manisnya? Bukankah Raga berjanji akan menikahinya? Berjanji akan meluluhkan hati orang tuanya agar bersedia menerima Farah? Merestui hubungan mereka? Dan sekarang dengan tanpa berdosa, Raga bilang ia masih sangat mencintai Kikan? Apa itu artinya semua janji yang ia ucapkan cuma dusta? Apa hubungan mereka selama ini cuma dianggap main-main saja?

"Kamu tidak mencintainya! Aku tidak percaya! Kalau kamu mencintai Kikan, kamu tidak mungkin memutuskan hubungan dengannya! Tidak mungkin membatalkan pernikahan kalian!"

Raga menatap Farah getir. Ada kesakitan merayap di wajahnya. Napas Farah tercekat melihatnya. Raga tidak berbohong. Farah bisa melihat kejujuran di mata Raga. Ya Tuhan. Raga memang masih mencintai Kikan. Sebuah kebenaran yang terasa pahit dirasakan Farah. Kebenaran yang tidak ingin ia akui.

Jika Raga masih mencintai Kikan, lalu bagaimana dengan dirinya? Apa ia akan kehilangan Raga lagi? Apa Raga akan meninggalkannya untuk kembali pada Kikan?

Tidak, ia tidak ingin itu terjadi. Setelah bertahun-tahun berpisah, ia tidak ingin kehilangan Raga untuk kedua kalinya.

"Raga, please ... jangan pergi. Jangan temui Kikan lagi, kumohon sama kamu Ga. Kamu gak cinta sama dia. Kamu sudah tidak mencintai Kikan. Ini aku, Farah. Farah yang kamu cintai. Cuma aku." Farah mencoba meraih lengan Raga. Ingin memeluknya, tapi alangkah kecewanya ia ketika Raga melepaskan pelukannya.

"Maafkan aku, Far. Maaf."

Dan tangis Farah pecah bersamaan dengan kepergian Raga.

****

Kikan tidak mengerti apakah ini kutukan atau karma buruknya di kehidupan yang lalu, meski ia tahu tidak ada kehidupan lalu. Namun pertemuannya dengan Raga memporak-porandakan hidupnya.

Ia sudah berusaha melupakan, berusaha memaafkan semua perbuatan Raga padanya. Tapi Raga begitu bebal. Setelah diusir berkali-kali. Ia tetap datang dan datang lagi mengganggunya.

Seperti malam ini. Tahu-tahu saja Raga sudah duduk di depannya. Padahal sumpah mati, Kikan tahu rencana makan malamnya dengan Bu Marianti dan Madha direncanakan tadi siang. Bisa dibilang dadakan. Lalu kenapa Raga bisa mengetahui ia makan malam di sini?

Dan alasan apa yang ia gunakan tadi? Ia bilang baru bertemu klien yang kantornya ada di daerah SCBD ini? Jangan harap Kikan akan percaya. Kata Freud tidak ada yang namanya kebetulan. Kikan lebih percaya Raga membayar orang untuk menguntitnya! Daripada dikatakan mereka kebetulan bertemu di sini.

"Mending kamu pergi sebelum aku panggil keamanan buat ngusir kamu!" Desis Kikan jengkel. Ia sudah muak dengan Raga, jengkel dengan aksi menguntitnya. Saat ini Madha sedang ke toilet, jadi tidak tahu kedatangan Raga yang tiba-tiba. Pelayan baru saja menyajikan menu dessert sebagai penutup hidangan. Baked apple tart dan rum raisin ice cream.

"Kamu takut aku mengganggu kencanmu?" Raga tadi sempat melihat sekilas Madha yang pamit ke toilet sebelum ia sempat menghampiri meja mereka. Ia tidak peduli dengan ancaman Kikan yang menurutnya omong kosong. "Bukankah kamu mau menikah dengan Deo? Kenapa pergi kencan dengan laki-laki lain?"

"Itu bukan urusanmu!" Sahut Kikan galak. Ia heran, bagaimana Raga bisa masuk restoran ini? Ini restoran kelas atas dengan konsep fine dining restoran. Bila mau makan di sini, setahu Kikan harus reservasi dulu. Tidak bisa datang, duduk dan makan seenaknya. Bahkan ada dress code untuk masuk ke restoran ini. Tapi bajingan di depannya ini, dengan seenaknya bisa masuk dan mendapat meja! Menyebalkan sekali!

"Aku gak sangka kamu bisa main double ya. Pernah nyoba main triple?"

Kikan menatap Raga dengan tatapan membunuh. "Aku gak sekotor apa yang ada di otakmu! Sumpah, Ga. Kalau kamu gak berhenti menggangguku, aku bakal lapor polisi!"

"Dengan tuduhan apa? Apa seorang kekasih menemui gadisnya sendiri bisa dilaporkan polisi?"

"Siapa kekasihmu? Kalau kamu lupa, kita sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi. Aku muak sama kamu. Jangan bikin aku makin membencimu!"

"Aku gak keberatan kamu benci. Asal kamu mau kembali padaku!"

"Sinting! Otakmu butuh reparasi ya? Kamu tentu gak mau Farah tahu kamu masih ngejar-ngejar aku kan?"

"Siapa bilang? Dia tahu aku ke sini buat nemuin kamu. Kikan, kalau aku putus sama Farah. Kamu mau kembali padaku?"

Detik ini juga ingin rasanya Kikan melemparkan gelas es krim di depannya. Kenapa Tuhan harus menciptakan manusia tanpa otak dan tidak tahu malu seperti Raga?

*Kalau ada yang merasa konflik cerita ini muter-muter, sorry ya say. Ini belum masuk konflik kok. Saya kepenginnya sih cepet-cepet namatin cerita ini biar fokus dengan cerita satunya lagi, Lembayung di ujung Senja. Tapi bocil akhir-akhir ini rewel. Sering gangguin emaknya pas ngetik cerita. Gak tau kenapa.

*Baca juga lembayung di ujung senja ya. Dan siapkan hati dengan kelakuan Dewa yang mungkin bikin kalian kepengin jitak🤣🤣🤣.

Menyentuh luka ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang