Bab 23

2.4K 202 11
                                        

Mereka masih berbincang sambil menikmati hidangan. Ternyata dokter Madha cukup asyik diajak ngobrol dan ia sama sekali tidak keberatan dengan semua ide-ide yang dilontarkan oleh Kikan. Ia terlihat serius mendengarkan apa yang dikatakan Kikan, matanya bahkan berkali-kali terlihat berbinar melihat betapa bersemangatnya gadis cantik ini melontarkan ide-idenya.

"Kamu begitu mencintai pekerjaanmu ya, secinta itu sama dunia desain interior?"

"Karena dari kecil sudah senang menggambar."

"Karena itu memilih desain interior sebagai pilihan karirmu?"

"Yup. Karena saya juga senang membuat rumah yang akan menjadi tempat tinggal seseorang itu indah. Bayangkan Mas, jika kita memiliki rumah. Kita pasti ingin sebuah ruang yang indah penuh estetik untuk tempat tinggal kita kan? Karena itu akan memberikan rasa nyaman untuk penghuninya."

"Iya juga sih. Lalu gak ada niat buat lanjut S2? Saya pikir kamu masih muda untuk lanjut kuliah S2."

"Ada sih, Mas. Tapi mama belum rela ngelepas anak gadisnya buat kuliah jauh-jauh. Mungkin karena saya anak perempuan satu-satunya di rumah."

"Memang niatnya mau ambil S2 di mana?"

"Prancis."

"Kenapa Prancis?"

"Karena saya lebih prefer Eropa ketimbang Amerika. Bangunan-bangunan di sana lebih tua dan antik, penuh sejarah ribuan tahun. Sangat cocok untuk inspirasi desain interior yang klasik tapi modern."

"Cuma itu alasannya?"

"Nggak juga sih. Tapi ya salah satunya itu. Lagi pula di sana ada Om dan Tante yang tinggal di Paris. Kayaknya mama bakal gak keberatan kalau saya kuliah di sana. Tapi belum bilang juga sih, masih kepengin ngembangin usaha yang di Indo dulu. Baru juga seumur jagung kantor design yang kita miliki."

"Kita?"

"Kinka kan join sama teman saya, mas. Jadi bukan mutlak milik saya seorang. Meski kantornya yang nyediain papa. Tapi modal awalnya patungan sama teman. Jadi gak bisa ditinggal seenaknya kalau saya mau kuliah di Prancis." Kikan menjelaskan sambil meraih jus jeruknya lalu meminumnya. "Terus Mas Madha sendiri, kenapa memilih jadi dokter?"

"Karena keluarga saya semuanya berprofesi sebagai dokter. Mami, almarhum papi. Juga Om dan Tante juga sepupu kebanyakan dokter. Jadi mau gak mau saya nyemplung juga jadi dokter. Alasan yang klise ya?"

"Apa ada keinginan lain sebenarnya selain menjadi dokter?"

"Nggak ada. Memang dari dulu sudah tertarik jadi dokter. Saya juga ada rencana ambil S3 di Amerika. Spesialis jantung. Tapi juga belum tahu kapan. Baru rencana sih."

"Saya doain deh, biar terealisasi rencana ngambil S3 nya."

"Kamu juga, biar rencana ambil S2nya di Prancis juga terealisasi."

"Amin. Saling mendoakan kita ya, mas." Keduanya tertawa seakan ada yang lucu. Tidak terasa hari semakin siang, acara makan siang sudah selesai. Keduanya keluar dari restoran untuk kembali bekerja. Madha balik ke rumah sakit, sedangkan Kikan ke rumah dokter Madha. Masih mengawasi renovasi rumah dokter Madha.

Mereka berpisah di parkiran, sebelumnya Madha masih minta maaf sekali lagi karena tidak bisa mengantar Kikan pulang yang dijawab Kikan tidak apa-apa dengan sopan.

Kikan segera menuju mobilnya sendiri yang di parkir di bawah pohon halaman restoran. Ia baru masuk mobil dan memasang seatbelt ketika tiba-tiba pintu mobil di sisi kirinya terbuka dan seseorang masuk lalu duduk di sampingnya.

Kikan kaget bukan main, ia nyaris teriak mengira itu rampok. Lebih kaget lagi saat melihat siapa orangnya yang begitu berani memasuki mobilnya yang belum sempat ia kunci, karena gerakan orang itu yang cepat sekali.

Menyentuh luka ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang