Bab 11

2.3K 194 13
                                        

Kikan mengangkat wajahnya ketika merasakan seseorang duduk di hadapannya. Saat ini Deo baru saja pamit untuk bertemu buliknya di kantor yang terletak di belakang rumah makan. Ia yang sedang duduk sendiri dan bermain dengan ponselnya, tiba-tiba merasakan kehadiran orang lain.

Saat itulah ia melihat siapa orangnya yang tiba-tiba saja duduk di depannya. Wajah Kikan membeku. Kenapa ia harus bertemu orang ini di sini?

"Aku gak ganggu kan?" Sakha menampakkan senyum khasnya. Tampang tengilnya terlihat agak mirip bajingan ketimbang gaya seorang pengacara bonafid.

"Kalau aku bilang ya, kamu mengganggu. Apa itu cukup efektif buat mengusirmu?"

Sakha terkekeh. "Kamu tahu itu gak akan efektif."

"Kalau begitu buat apa pakai basa basi?"

Sakha masih menampilkan senyumnya meski ucapan Kikan terdengar sinis. "Apa dia pacar barumu?"

"Siapa?"

"Yang barusan makan sama kamu."

"Itu bukan urusanmu kan?"

"Jadi urusanku kalau aku berencana untuk dekat sama kamu."

Kikan mengangkat alisnya terkejut. Selama menjadi pacar Raga, ia sangat tahu siapa Sakha. Kakak sulung dan anak tertua dari keluarga Bomantara. Pria flamboyan yang tidak pernah awet dengan satu wanita. Lebih brengsek dari Raga. Setidaknya Raga tidak pernah terlihat gonta-ganti pacar selama menjalin hubungan dengannya.

Tetapi Sakha berbeda. Ia benar-benar bajingan sejati. Tipikal lelaki yang sangat sadar dengan semua kelebihan yang ia miliki. Tampan, kaya dan memiliki karir cemerlang. Yang menganggap perempuan seperti alas kaki. Bisa digunakan seenaknya. Sombong dan sangat percaya diri, cenderung meremehkan perempuan. Tipe pria yang sangat dibenci Kikan.

Ah, kenapa semua pria di keluarga Bomantara dilahirkan sebagai bajingan?

"Apa maksudnya ingin dekat denganku?"

"Mustahil kamu tidak mengerti apa maksudku kan? Dengan kata lain aku tertarik padamu."

Mendadak Kikan ingin memijat keningnya yang mendadak pening. Ia lupa, selain sombong dan penuh percaya diri, Sakha juga tidak tahu malu.

"Sakha, kamu sadar siapa aku?"

"Mantan calon istri adikku?"

"Kalau begitu apa maksudnya kamu tertarik padaku dan ingin dekat denganku? Ucapanmu begitu aneh dan membuat jijik."

"Apa ada yang salah? Bukankah kamu sudah tidak bersama Raga lagi? Setelah rencana pernikahan kalian gagal, kamu belum mendapatkan pengganti Raga kan? Jadi apa salahnya bila aku ingin mendekatimu?"

"Jika aku ingin mencari penggantinya bukan berarti aku bersedia menjalin hubungan dengan pria dari keluarga Bomantara!"

"Apa nama keluarga Bomantara begitu alergi di telingamu?"

"Bukan cuma alergi, tapi bikin mual."

Lagi-lagi Sakha terkekeh dengan tidak tahu malunya, ia tidak peduli dengan raut wajah Kikan yang masam. Tidak peduli dengan bahasa tubuh gadis itu yang jelas-jelas tidak merasa nyaman dengan kehadirannya. Atau sinar di matanya yang jelas ingin sekali mengusir Sakha dari hadapannya. Tetapi mungkin karena kesopanan atau takut menimbulkan keributan yang Kikan yakin tidak akan ragu dilakukan Sakha. Ia bertahan dengan rasa muaknya dan tidak mengusir pria di depannya ini.

"Sebenarnya ... aku ingin mengajukan sebuah penawaran."

"Tidak tertarik."

"Jangan terburu-buru menolak. Aku yakin kamu bakal tertarik setelah mendengarnya."

"Yakin sekali ... "

"Aku tahu Raga sudah menyakitimu. Dengan berselingkuh hingga membuat rencana pernikahan kalian batal. Kenapa kamu tidak membalas perlakuannya itu dengan perbuatan yang akan membuatnya kesal setengah mati?"

Kikan tidak berkata apa-apa, hanya menyilangkan tangannya di depan dada dan membiarkan Sakha meneruskan kata-katanya.

"Kamu tahu apa yang akan membuat Raga kesal setengah mati? Yaitu bila ia tahu kamu menjalin hubungan denganku."

Kalau boleh mengatakan Sakha sudah sinting, mungkin memang benar pria di keluarga Bomantara isinya pria-pria sinting. Bagaimana ia bisa mengusulkan kepada Kikan untuk membalas dendam pada Raga dengan menjalin hubungan dengannya? Apa ia lupa kalau Kikan mantan tunangan adiknya? Apa ia juga lupa bila Raga adalah adik kandungnya sendiri? Lalu kenapa ia menawarkan ide gila itu padanya?

Kikan tahu hubungan Raga dengan Sakha tidak begitu baik. Raga pernah bercerita padanya bila ayah mereka sangat bias dengan perlakuannya terhadap Raga dan Sakha. Tapi tidak pernah menyangka bila hubungan mereka sangat buruk, sampai dititik di mana bahkan Sakha berani mendekati mantan tunangan adiknya dan mengusulkan untuk menjalin hubungan dengannya demi balas dendam.

Tetapi Kikan sama sekali tidak tertarik dengan tawaran Sakha, sama tidak tertariknya untuk berhubungan lagi dengan salah satu dari anggota keluarga Bomantara.

Ia bukan perempuan dungu yang begitu saja bisa menerima penawaran konyol dari Sakha. Meski hatinya terluka, meski sakit hati atas penghianatan Raga. Tetapi membalas dendam dengan cara menjalin hubungan dengan Sakha, baginya itu tidak masuk akal. Otaknya masih waras untuk bisa berpikir jernih.

"Bagaimana? Kamu bersedia menerima tawaranku kan?"

"Maaf, sepertinya Kikan tidak bersedia dengan tawaran anda." Sebelum Kikan menjawab, suara lain sudah menyela percakapan keduanya. Dan baru kali ini Kikan merasa lega melihat kehadiran Deo diantara mereka.

****

"Pria itu ... "

"Sakha Bomantara. Putra sulung dari keluarga Bomantara, dengan kata lain dia kakak kandung Raga," ucap Kikan. Setelah saling berdiam diri di dalam mobil, akhirnya Deo tidak tahan juga untuk bertanya pada Kikan. Ia tidak bermaksud usil namun rasa penasarannya akhirnya membuatnya angkat bicara juga.

Ketika ia muncul dengan sengaja setelah mendengarkan pembicaraan keduanya, pria bernama Sakha itu cuma meliriknya sekilas tanpa ada niat untuk memperkenalkan diri. Ia hanya berkata pada Kikan bila akan menghubunginya lagi. Lalu dengan sangat arogannya ia pergi dari situ. Tanpa sedikitpun menggubris kehadiran Deo, seakan Deo cuma udara baginya.

"Dan dia memberimu penawaran menggelikan seperti itu?"

"Berapa banyak yang sudah Mas Deo dengar?"

"Sebagian besar. Maaf, aku gak bermaksud menguping. Tapi perkataan pria itu sangat mengganggu dan berkesan merendahkanmu."

"Ya. Dia menganggapku seperti piala bergilir. Setelah dengan adiknya, lalu dia pikir bisa berhubungan dengan kakaknya," ucap Kikan sinis.

"Kamu marah?"

"Apa harusnya tidak?" Kikan balik bertanya. "Aku perempuan dengan harga diri, Mas Deo. Aku paling benci pria yang suka memandang rendah perempuan. Apa dia pikir Raga sepenting itu hingga aku harus membalas dendam dengan menggunakan dirinya? Atau apa dia pikir pria di dunia ini cuma dari keluarga Bomantara saja?"

"Keren." Deo mengacungkan jempolnya. "Kalau pria itu mengganggumu lagi, kamu bisa bilang sama aku. Aku bisa mengurusnya untukmu."

"Gak perlu. Aku gak mau merepotkan Mas Deo dan bikin susah orang."

"Bukankah kamu sendiri yang bilang, pria di dunia ini bukan cuma dari keluarga Bomantara saja? Ada juga dari keluarga Rahmanto. Jadi kenapa tidak mempertimbangkan aku sebagai pengganti mantan kekasihmu?"

Menyentuh luka ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang