Bab 18

1.8K 171 12
                                    

* Saya suka insecure kalau baca novel-novel penulis yang udah pro dan followernya puluhan sampai ratusan ribu. Kapan ya saya bisa nulis novel sebagus mereka?😥 ( butuh dihibur 😁 ).

*****

Enam pasang mata langsung memperhatikan Kikan begitu gadis itu memasuki restoran bersama Deo. Enam pasang mata milik Jenderal Rahmanto dan istri. Serta kedua anaknya dan pacar masing-masing.

Senyum di wajah Nyonya Rahayu malah semakin lebar ketika keduanya sudah dekat ke meja mereka, di mana keluarga sudah berkumpul. Dan tangannya sudah sibuk mencolak-colek lengan suaminya yang wajahnya masih lempeng.

"Bunda, Ayah. Kenalkan, ini Kikan. Tamu special malam ini." Deo langsung mengenalkan Kikan pada kedua orang tuanya dan juga pada yang lainnya yang ada di meja itu. Kikan terkejut ketika Deo mengenalkan Kikan sebagai tamu special. Tapi berusaha bersikap wajar dan menyalami orang-orang yang ada di meja itu.

Kikan bisa merasakan rasa antusias keluarga Deo ketika bertemu dengannya. Terutama ibunya. Nyonya Rahayu jelas-jelas menunjukan keramahannya yang terasa begitu berbeda.

"Tidak disangka Linda punya putri secantik ini. Sembunyi di mana kamu Kikan? Kok tante baru lihat kamu?"

"Tidak sembunyi, tante. Mungkin kesibukan Kikan dan juga tante sendiri yang membuat kita gak pernah ketemu," ucap Kikan sopan.

"Untung ya kemarin Deo mau pergi ke pesta nikahan adik temannya , jadi bisa ketemu kamu Kikan. Nggak habis-habis ceritanya di rumah tentang kamu. Kikan yang beginilah, Kikan yang begitulah. Wah, belum pernah tante lihat Deo begitu bersemangat bercerita soal seorang gadis. Ternyata memang cantik aslinya."

Kikan cuma tertawa kecil mendengarnya, ia melirik Deo yang duduk di sampingnya. Mengira pria itu bakal tersipu karena kartunya sudah dibongkar ibunya. Tapi Kikan tidak melihat rona malu di wajah Deo, ia malah terlihat berseri-seri.

Tidak lama Kikan datang, makan malam segera di mulai. Kikan tidak menyangka mereka masih menunggu dirinya yang datang terlambat untuk makan malam. Dan hidangan baru dikeluarkan begitu ia datang. Kikan jadi merasa tidak enak hati membuat semua orang menunggu hingga harus meminta maaf berkali-kali. Meski begitu sepertinya keluarga Rahmanto tidak keberatan sama sekali.

Acara makan malam juga berlangsung penuh rasa kekeluargaan dan suasana yang hangat. Selain keluarga, Amel juga mengundang beberapa teman karibnya. Dan semua orang dibebaskan memilih menu makanan yang mereka mau santap.

Selesai acara makan malam Deo mengajak Kikan duduk bersantai di patio yang ada di belakang restoran. Deo memesan kopi dan Kikan jus jeruk. Kedua orang tua Deo sudah pamit pulang begitu acara selesai. Sedangkan yang muda-muda masih ingin melanjutkan nongkrong.

Sebelum pergi ibunda Deo meminta agar Deo kapan-kapan mengajak Kikan ke rumah dan masih berbincang sebentar sebelum pamit pulang.

"Bunda kayaknya sudah menganggap kamu sebagai calon menantu keluarga Bambang Rahmanto." Deo menatap Kikan tenang setelah kedua orang tuanya pergi. "Gimana? Udah dapet restu loh kita."

"Gimana apanya?" Kikan bertanya bingung. "Ya ... gak gimana-gimanalah."

"Aku pikir kita sudah sama dewasa Kikan. Kamu pasti tahu apa yang aku maksud."

Kikan meremas gaun di pahanya dengan gugup. Tentu saja dia mengerti. Dia kan bukan bocah cilik yang tidak mengerti apa-apa. Dia juga sangat menyadari bila Deo tertarik padanya dan mungkin menyukainya. Karena tidak ada pria yang mau mengenalkan seorang wanita begitu saja pada keluarganya jika perempuan itu tidak special di matanya.

"Usiaku bukan lagi usia di mana aku masih bisa main-main. Tiga puluh dua tahun, usia yang sangat matang untuk berumah tangga."

Kikan makin gugup meremas gaunnya. Ini dia, pikirnya panik. Saat ini akhirnya datang juga. Pengakuan Deo. Mengenai niatnya dan juga mungkin perasaannya pada Kikan. Kikan sedikit menyesal, kenapa ia harus menerima undangan Deo untuk datang ke ulang tahun adiknya? Kenapa ia tidak menolak ketika diperkenalkan pada keluarganya? Seharusnya ia menolak dan bukannya dengan enteng mengiyakan begitu saja undangan dari Deo. Lihat, akhirnya ia harus terjebak dalam situasi canggung seperti ini.

"Terus terang, sejak pertama kali melihatmu. Lalu mengenalmu, aku sudah tertarik padamu. Oke, kamu bisa bilang nonsense atau itu cuma akal-akalan aku untuk merayumu. Tapi apa yang aku katakan ini benar, tidak ada kebohongan di dalamnya."

"Mas Deo." Kikan cepat menyela ucapan pria itu sebelum Deo makin bicara panjang lebar. "Aku tahu itu bukan sesuatu yang Mas Deo karang untuk mendekatiku. Akan tetapi Mas Deo pasti tahu atau setidaknya sudah mendengar tentang sejarah hubunganku yang ... kandas begitu saja di tengah jalan. Mengenai pernikahanku yang mendadak batal dan calon mempelai prianya malah selingkuh dengan perempuan lain."

"Aku tahu. Tapi itu tidak mempengaruhi tekadku untuk mendekati kamu."

"Sejujurnya, aku belum siap Mas Deo. Aku belum siap untuk menjalin hubungan baru lagi. Apalagi baru beberapa bulan yang lalu peristiwa itu terjadi. Rasanya masih sakit. Di sini." Kikan tersenyum getir sambil menunjuk jantungnya. "Luka ini masih berdarah, belum mengering. Tidak adil rasanya bila aku menerima Mas Deo sementara lukaku belum sembuh."

"Aku mengerti." Deo tersenyum menenangkan. "Tapi justru tidak adil bila kamu terus terpuruk dalam kesedihan sementara orang yang menyakitimu telah berbahagia dengan perempuan lain. Sementara kamu berkubang dengan sakit di hatimu, ia sudah tertawa bahagia bersama kekasih barunya. Di saat kamu menangisi kepergiannya, ia justru sudah melupakan kehadiranmu di hatinya. Kikan, apa kamu ingin terus menyimpan luka yang kamu pikir tidak dapat disembuhkan di hatimu? Apa kamu ingin terus terjebak dalam masa lalu yang bahkan masa lalu itu hanya akan membuatmu menangis?

"Kikan, aku tahu bagaimana rasanya ditinggalkan. Sakit memang sakit, terluka sudah tentu. Tapi hidup terus berjalan. Hidup kamu, masa depan kamu lebih berharga dari luka yang ditorehkan di hatimu. Jadi Kikan, tolong beri aku kesempatan untuk menjadi orang yang akan menyembuhkan lukamu. Mengisi apa yang sudah ditinggalkan pria itu untukmu.

Menyentuh luka ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang