"Apa lu serius sama Deo?" tanya Vika yang duduk bersisian dengan Kikan. Siang itu mereka berempat melanjutkan acara kumpul bareng dengan nonton netflix sambil makan es krim.
Mereka baru saja selesai makan siang hasil dari take away di restoran bawah yang ada di gedung apartemen tempat tinggal Vika ini. Dilanjutkan nonton netflix sambil makan es krim. Kalau sudah kumpul begini, rencana Vika yang kepengin diet tertunda lagi.
Di antara keempat temannya, ia yang paling gampang gemuk. Makan sedikit berlemak, langsung pinggang melebar. Beda dengan Kikan. Sebanyak apapun ia makan tidak bisa membuatnya gemuk. Sudah genetik. Ibunya saja sampai berumur tidak pernah punya badan gemuk, dan itu menurun pada Kikan. Malah harusnya Kikan menaikan berat badan lagi. Waktu putus dari Raga, dia sempat turun 10 kilo! Sekarang sih lumayan, sudah naik dua kilo!
"Apa ada orang yang baru kenal langsung serius, Vik?" Kikan balik bertanya.
"Tapi Deo udah ngenalin elu sama orang tuanya. Dan elu sendiri gak nolak dikenalin sama mereka."
"Harusnya gue emang nolak waktu Deo ngundang gue ke ulang tahun adiknya, biar gak salah paham. Biar gak ngasih dia harapan." Kikan menghela napas berat. Es krim di tangannya tidak berselera lagi di matanya. Dengan tangannya ia cuma mengaduk-aduk es krim di tempatnya dengan sendok kayu es krim.
"Apa elu ... masih cinta sama Raga?" Vika bertanya hati-hati. Ia tidak ingin menyinggung nama bajingan itu lagi sebenarnya. Tapi ia ingin tahu apa yang menyebabkan Kikan ragu untuk menerima Deo.
"Elu mau jawaban jujur apa bohong?"
"Sebenarnya gue lebih senang denger jawaban bohong dari elu, biar gue gak marah. Tapi sekarang gue cuma kepengin denger jawaban jujur dari elu."
"Sebenarnya ... deep down dalam hati gue, rasa itu masih ada Vik. Elu tahu sejarahnya gue sama dia. Gue pacaran sama dia dari awal kuliah dan dia udah ditingkat akhir kuliah hukumnya. Terus dua tahun dia kuliah di Aussie ambil S2 hukum di sana. Hubungan kita baik-baik aja, gue setia nunggu dia balik ke Indonesia. Gak ada pikiran buat gue selingkuh sama yang lain, karena gue percaya dia juga sama kayak gue. Terus sampai kita berdua sama-sama lulus dan memasuki dunia kerja. Segalanya berjalan mulus, gak ada pertengkaran, perselisihan apapun. Dia memperlakukan gue kayak gue the one and only for him. Bikin gue gak ragu saat dia ngajak tunangan lalu nikah ... "
Sampai di sini cerita Kikan berhenti sebentar. Ruangan itu sunyi, ketiganya tidak ada yang bicara membiarkan Kikan yang akan kembali meneruskan ceritanya. Bahkan suara televisi sudah tidak terdengar, entah siapa yang mengecilkan volume suaranya.
"Lalu semuanya berubah ketika perempuan itu kembali datang dalam hidup Raga ... " Kikan menggigit bibir bawahnya, matanya sudah berkaca-kaca. Ah, ini pertama kalinya semenjak berpisah dengan Raga ia bercerita begitu banyak pada ketiga sahabatnya. Kembali mencurahkan isi hatinya. "Gue pikir, hati Raga bakal tetap jadi milik gue. Gue pikir dia gak akan pernah berpaling dari gue. Tapi gue salah, gue lupa kalau dia juga manusia yang terbuat dari darah dan daging. Bisa tergoda, bisa berpindah hati. Mungkin karena selama ini gue terlalu terbuai dengan kenyamanan yang dia berikan sama gue." Dua tetes air mata meluncur di pipi halus gadis cantik itu. Nora cepat merangkul bahunya dan menepuk punggungnya menghibur. Sedangkan Arini menyodorkan selembar tisue yang diterima Kikan dengan ucapan terima kasih. Tapi tidak ada satupun yang buka suara. Suasana masih hening.
"Waktu gue dapet kabar Raga sering jalan sama cewek lain, awalnya gue gak percaya. Gue gak percaya Raga yang begitu baik sama gue, memperlakukan gue begitu istimewanya bisa selingkuh dari gue. Tapi setelah melihat dengan mata kepala sendiri dia yang lagi pelukan dan ciuman sama cewek itu, gue akhirnya percaya. Gue udah kehilangan dia buat selamanya.
"Lalu gue baru tahu ternyata cewek itu cinta pertama Raga dan Raga juga ngaku dia masih cinta sama mantannya. Nggak bisa ngelupain dia. Dia juga bilang kalau rencana pernikahan kami gak bisa diteruskan. Karena kalau tetap dipaksakan, dia gak akan bisa bahagia. Hatinya bakal tersiksa, dan dia juga bilang kalau tetap dipaksakan nikah sama gue karena undangan sudah disebar. Dia gak bisa janji gak bakal selingkuh dari gue."
Suara desisan samar penuh rasa geram terdengar di ruang tamu itu. Nora bahkan sampai mengeluarkan kata makian kotor yang tidak sedap didengar telinga.
"Karena itu gue yang ambil keputusan, pernikahan itu harus batal. Gue gak mau menghancurkan hidup gue sendiri. Meski undangan sudah disebar, meski gedung udah disewa, meski keputusan ini bakal mempermalukan keluarga gue. Tapi itu lebih baik ketimbang gue terikat dengan lelaki yang hatinya masih menjadi milik wanita lain."
"Raga emang bener bajingan ya, kalo emang dia masih cinta sama mantannya kenapa dulu dia ngejar-ngejar elu coba?" Vika mendengkus geram.
"Iya. Gue masih inget zaman dia ngejar Kikan, sampe rela hujan-hujanan buat nungguin Kikan selesai kerja kelompok. Biar bisa nganterin Kikan pulang!" Arini berucap geram.
"Gue pikir dia emang tulus sama Kikan. Taunya buaya buntung. Tahu dia bakal nyakitin elu, udah gue potong burungnya dari dulu!" Nora lebih sadis lagi. "Dasar ya cowok. Sama aja. Cintanya cuma di bibir doang. Tapi hatinya gak ada yang tahu."
"Yang gue heran, kok bisa ya dia bersandiwara bertahun-tahun pura-pura cinta sama elu sampe segitunya, Kan. Kalo ternyata dia belum move on dari mantannya." Ucap Vika bergidik jijik. "Psikopat tuh orang!"
"Dia pernah ngaku sama gue, kalo dia cuma nganggap gue sebagai pelariannya aja," ucap Kikan getir.
"Brengsek!" Desis Nora.
"Karena itu elu masih trauma? Belum bisa nerima cowok lain dalam hiduplu sebagai pengganti Raga?" tanya Vika.
"Bukan gue belum bisa atau trauma, Vik. Tapi gue butuh waktu. Waktu buat ngelupain semuanya, waktu buat nyembuhin luka gue dulu."
"Ya, gue ngerti. Emang semua gak bisa dipaksain secepatnya. Elu bukan Raga yang brengsek, yang putus dari elu langsung ngegandeng cewek lain. Tapi elu gak akan balikan sama Raga kan seandainya dia nyesel dan kepengin balik sama elu?"
"Maksudlu apa, Vik?" Kikan tercengang menatap Vika. "Ngapain juga gue balikan sama dia? Gue bisa memaafkan semua kesalahan, kecuali perselingkuhan Vik."
"Iya, nih Vika. Pertanyaan lu ngaco. Ngapain Kikan balikan sama Raga? Kayak gak ada cowok lain aja!" Arini mendumel. "Kikan itu cantik, kalo dia mau dapetin yang lebih dari Raga juga bisa. Buktinya temen abang gue kepincut sama dia. Kenapa gak langsung terima aja sih, Kan? Kalo lu nikah sama Deo, nikahannya pake prosesi militer loh. Kan keren!"
"Cuma biar keren doang? Kan tadi gue udah bilang, Ar. Bukan gue gak bisa nerima Deo. Gue cuma butuh waktu aja. Kalo waktunya udah tepat ya ... siapa tahu kan?" Kikan angkat bahu sambil senyum simpul. Melihatnya Nora berteriak kegirangan.
"Berarti Deo masih punya kesempatan dong, Kan? Aahh ... seneng banget pasti dia dengernya. Kalo gitu Kapten kita yang satu itu cuma butuh kerja keras buat yakinin hati lu ya, Kan?"
"Emm ... mungkin. Gue cuma gak percaya sama laki-laki, tapi gue masih percaya sama cinta." Kikan mengerling pada Vika yang langsung mengerutkan alis. Kenapa Kikan jadi mencontek kata-katanya?
** waktu saya putus sama mantan pacar terakhir butuh waktu lima tahun buat ngelupain sebelum akhirnya nikah sama suami saya. Sekarang udah punya bocil dan suami sih udah lupa. Kadang suka mikir kenapa dulu bego banget ya sampai nangis-nangis gara-gara putus cinta doang?😥 padahal mah waktu yang bakal menyembuhkan segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyentuh luka ( Tamat )
Fiksi UmumDi saat Kikan sedang berbahagia menyiapkan pesta pernikahannya dengan Raga, ia menerima kenyataan pahit. Mendapati kekasihnya selingkuh dengan mantan pacarnya saat di SMA dulu. Dengan hati hancur berkeping-keping, Kikan membatalkan pernikahan terseb...