Bab 32

1.7K 171 7
                                    

Siang itu Ibu Marianti menelpon Kikan dan meminta kesediaannya untuk makan malam bersama dirinya dan dokter Madha.

"Saya sudah lihat hasil pekerjaanmu dan sangat puas dengan hasil akhirnya. Rumah Madha menjadi lebih bagus dari sebelumnya. Sesuai selera sayalah."

"Saya turut senang kalau Ibu puas dengan hasil pekerjaan saya."

"Sebagai rasa terima kasih saya Kikan, saya mau mengundangmu makan malam dengan saya dan Madha. Anggap saja ini apresiasi saya atas pekerjaanmu yang luar biasa. Saya harap kamu tidak menolak. Karena kemungkinan di masa depan kita akan banyak bekerja sama."

Awalnya Kikan memang ingin menolak. Tapi kemudian teringat berita di internet bila rumah sakit yang berada di bawah naungan Keluarga Wisanggeni. Yaitu keluarga Ibu Marianti, yang memang terkenal di dunia medis dan kedokteran akan membuka cabang rumah sakitnya di Semarang.

Memang tidak sebesar yang ada di Jakarta. Tapi tetap saja, rumah sakit yang berada di bawah naungan grup Wisanggeni selalu berada di peringkat teratas sebagai rumah sakit modern di Indonesia. Jika Ibu Marianti berencana memakai jasa Kinka Design untuk desain interior rumah sakit di Semarang. Ini merupakan proyek besar untuk Kinka.

Jadi tanpa pertimbangan apa-apa lagi, Kikan langsung setuju dan mencatat nama restoran yang sudah dipesan Ibu Marianti untuk makan malam nanti malam.

Ketika malam harinya Kikan berdandan rapi dan bersiap pergi memenuhi undangan makan malam Ibu Marianti, kebetulan kedua orang tuanya sedang ada di rumah. Keduanya sedang duduk di ruang tengah sambil menonton tv.

Ayahnya baru saja kembali dari urusan bisnis di Malaysia. Dan sepertinya punya waktu luang untuk menemani ibunya malam ini. Nyonya Linda melihat putrinya yang tampil cantik malam ini dan sudah gatal ingin bertanya.

"Kamu mau pergi, Ki?"

"Ada janji makan malam dengan klien, Mamz."

"Laki-laki atau perempuan?"

"Ibu-ibu." Kikan tidak bohong kan? Ibu Marianti kan memang sudah ibu-ibu. Meski malam ini dokter Madha juga ikut makan malam bersama mereka, tapi yang penting kan mereka tidak makan malam berdua saja.

"Hati-hati ya."

"Oke, Mamz. Kikan pergi dulu ya. Mamz, Papz." Setelah pamitan dengan kedua orang tuanya Kikan segera pergi dari situ. Janji makan malam dengan Ibu Marianti jam delapan. Sekarang sudah jam tujuh lewat. Kikan tidak ingin terlambat sampai di restoran. Jangan sampai pandangan klien potensial seperti Ibu Marianti menjadi buruk, hanya karena ia tidak tepat waktu.

Setelah Kikan pergi, Nyonya Linda dan suaminya saling pandang. Ia tahu suaminya sepertinya ada yang ingin ditanyakan.

"Kata Mama ditelpon, Kikan sedang dekat dengan putra sulung Mas Bambang Rahmanto. Itu benar, Ma?"

"Iya. Kikan bilang, Deo kasih waktu sampai ia selesai tugas untuk Kikan kasih jawaban. Apa ia setuju menerima lamaran Deo atau tidak."

"Terus menurut Mama gimana?"

"Mama sih terserah Kikan saja. Meski mama sudah cocok sama Nak Deo. Anaknya baik, karirnya bagus. Keluarganya juga sudah kita kenal dengan baik. Tapi sekali lagi, semua mama serahkan sama Kikan. Meski kita setuju, tapi kalau anaknya gak mau. Apa harus dipaksa?"

"Papa kenal Deo. Dia anak baik. Seandainya saja Kikan lebih kenal Deo lebih dulu dari pada kenal Raga ... mungkin putri kita tidak akan dipermalukan seperti itu ... " Tuan Radit mendesah getir. Sebagai seorang ayah, meski tidak meneteskan air mata seperti istrinya ketika pernikahan putrinya batal. Tapi hatinya terasa sakit melihat kesedihan yang dialami putrinya. Melihat putrinya mengurung diri di kamar, berhari-hari tidak makan. Rasanya seperti hatinya ditusuk-tusuk.

Bahkan hingga kini hubungannya dengan Narindra, Ayah Raga menjadi renggang dan dingin. Beberapa rencana kerja sama bisnis ia batalkan, meski ada beberapa yang masih berjalan karena masih terikat kontrak. Tapi sebisa mungkin, ia tidak ingin lagi berhubungan dengan keluarga Bomantara.

Harga diri putrinya lebih penting dari perjanjian bisnis dan uang yang dihasilkan. Lagi pula rekan bisnisnya bukan cuma Narindra tok. Radit bahkan tidak lagi memakai jasa hukum dari firma milik Narindra. Tapi beralih ke Firma hukum milik Jason Sitompul. Yang terkenal sebagai rival dari Narindra.

"Nggak usah ngomongin anak itu lagi, Pa. Mama udah enek dengernya." Nyonya Linda langsung memotong ucapan suaminya. "Meski Kikan gagal nikah, tapi lihat sekarang. Ia sudah kembali ceria seperti dulu. Sudah tidak murung lagi. Yang terpenting sekarang, kita harus mendoakan yang terbaik untuk Kikan."

"Iya, Ma. Semoga saja ya, Kikan sama Deo itu jodoh. Jadi kita besanan sama Mas Bambang. Bangga kan, ma. Punya besan Jenderal?"

****

"Kikan. Maaf, Mami gak bisa datang. Tiba-tiba saja ada pertemuan penting dengan rekan sejawatnya. Kamu gak keberatan kan makan malamnya cuma berdua sama saya?"

Kikan yang baru saja tiba di restoran tempat janji makan malam dengan Ibu Marianti, sudah disambut Madha di pintu restoran.

Malam ini Madha tidak memakai kacamata minusnya seperti biasa. Melainkan memakai lensa kontak yang membuatnya terlihat jauh lebih muda. Rambutnya juga baru dipotong pendek. Ia terlihat jauh lebih tampan dari terakhir Kikan melihatnya.

Tubuhnya yang tinggi ramping dibalut jas mahal buatan Armani. Celana panjang hitam. Kemeja putih polos di padankan jas hitam tanpa dasi. Dengan penampilannya yang lebih mirip eksekutif muda, tidak akan ada orang yang menyangka jika ia sebenarnya seorang dokter kardiologi terkenal. Dan anak pemilik rumah sakit swasta besar di Indonesia.

Jika tubuh Madha tinggi kurus dengan kulit putih. Deo bertubuh tinggi tegap berotot dan kulit kecoklatan karena sering terpapar matahari. Tapi keduanya sama, sama tampan dan menjanjikan. Bujangan emas untuk para wanita yang memuja ketampanan dan fisik bagus.

"Oh, tidak apa-apa." Meski ini bukan pertama kalinya Kikan makan berdua Madha. Tapi rasanya lebih baik jika Ibu Marianti juga hadir. Tapi karena Ibu Marianti berhalangan hadir, Kikan tidak bisa protes. "Saya paham, Ibu Marianti pasti sibuk."

Melihat Kikan tidak keberatan, Madha merasa lega. Ia segera membimbing Kikan masuk ke dalam restoran dan menuju meja pesanan mereka.

Restoran yang dipesan Ibu Marianti adalah restoran Prancis yang menyajikan menu fine dining lengkap. Letaknya di daerah SCBD Sudirman. Melihat pemilihan restoran ini, kenapa Kikan merasa ia sedang berkencan dan bukannya makan malam dengan klien?

Namun meski begitu, ia cukup menikmati makanannya dan berbincang dengan Madha juga tidak membosankan. Semuanya berjalan lancar dan menyenangkan. Ibu Marianti bahkan memberikan bingkisan hadiah sebagai permintaan maaf karena tidak bisa datang. Dan sebagai apresiasi atas pekerjaan Kikan yang sangat memuaskannya.

Ya, seharusnya semua berjalan lancar bila saja tidak ada gangguan yang merusak acara makan malam mereka itu.

Menyentuh luka ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang