"Nama lengkapnya Deo Bagas Rahmanto. Usia tiga puluh dua tahun. Tinggi 1,85 cm. Putra sulung dari Brigadir Jenderal Bambang Rahmanto, Jenderal bintang satu di Angkatan Darat yang cukup terkenal. Saat ini berpangkat Kapten. Bergabung dengan Detasemen khusus 81 kopassus yang bermarkas di Cijantung, Jakarta Timur. Seorang prajurit terbaik di kesatuannya." Martogi menyerahkan amplop coklat tipis ke depan Raga. Yang berisi informasi mengenai Deo. "Lu bisa baca sendiri semua data pribadi rival lu ini. Semua ini data yang gue dapat dengan susah payah dan elu tahu apa konsekuensinya buat gue kalo data ini sampai bocor ke orang yang gak berkepentingan."
"Dia bukan rival gue. Ya, gue tahu." Raga menerima amplop coklat itu dan segera memasukannya ke dalam saku bagian dalam jaketnya. Dia heran kenapa Martogi senang sekali mengajak bertemu di warung kopi pinggir jalan seperti ini. Sudah tempatnya kecil, panas pula. Tapi Martogi nampaknya tidak peduli, dia terlihat santai saja menghirup kopinya sambil menghisap rokok kretek miliknya. Raga sendiri sama sekali tidak menyentuh kopi instan yang tadi dipesankan Martogi. Hidungnya mengerut jijik, apa kopi instan seenak kopi asli racikan barista kafe? Raga tidak yakin.
"Kenapa lu kepengin tahu soal orang ini kalo lu gak nganggap dia saingan lu?"
"Bukan urusan lu."
"Ga, gue cuma mau ngasih tahu lu. Gue tahu lu dari keluarga terpandang yang terkenal di bidang hukum. Tapi jangan main-main sama orang yang gak bisa lu sentuh. Deo ini ... latar belakang keluarganya adalah keluarga militer. Ayahnya, pamannya, sepupu bahkan kakeknya juga orang militer. Dia sendiri prajurit Kopassus anti teror dan yang gue denger salah satu sniper terbaik di pasukannya. Jadi please, gue mohon sama elu. Jangan main-main sama orang ini."
"Lu kira gue takut?" Cibir Raga meremehkan. "Dia udah berani deketin milik gue. Gue gak bisa ngebiarin dia mendapatkan apa yang jadi milik gue."
"Milik lu? Maksudnya Kikan? Bukannya lu udah putus sama dia? Elu juga udah membatalkan pernikahan lu sama dia kan? Kenapa elu bilang dia milik lu?"
"Gue udah bilang ini bukan urusan lu, Mar. Kalau gue bilang dia milik gue itu artinya dia milik gue. Paham lu?"
Martogi cuma angkat bahu tidak paham. Ia tidak mengerti jalan pikiran Raga. Kenapa ngotot mengatakan Kikan miliknya sedangkan jelas-jelas mereka sudah putus. Mungkinkah Raga menyesal telah mengkhianati gadis itu dan sekarang bertekad ingin mendapatkannya kembali? Karena itu ia berusaha mencegah pria manapun mendekati Kikan? Tapi apa gadis itu mau kembali padanya setelah yang dilakukan Raga? Sepertinya itu akan menjadi jalan yang sulit untuk Raga, teramat sulit.
"Lalu gimana dengan Farah? Kalau Kikan milik lu, terus Farah itu apa buat lu?"
***
Ketika Kikan datang ke apartemen Vika ia cukup terkejut melihat ketiga temannya sudah berkumpul di sana. Terkejut karena Arini juga ada.
"Aih, ibu pengantin baru. Sudah selesai bulan madunya, bu?" Goda Kikan yang langsung menghampiri Arini. Memberi cipika cipiki dan langsung mengambil tempat duduk di samping Nora. "Kapan balik dari Bali?"
"Kemarin."
"Dan lu langsung ke sini? Gak diomelin paksu bu, baru pulang bulan madu dari Bali langsung ikut kumpul sama kita di sini." Kikan menuang segelas es lemon tea yang memang sudah disediakan Vika di atas meja di dalam teko beling beserta gelas kosong dan dua buah toples kue kering.
"Tadi pagi Edo malah langsung gawe ke rumah sakit. Ada pasien gawat yang butuh penanganan segera." Bibir Arini manyun. "Daripada bengong sendirian di rumah mending gue ke sini. Hari sabtu pula. Udah kayak jomlo gue sendirian malam minggu begini."
"Kikan, nih oleh-oleh buat lu. Tadi gue sama Nora udah dapet." Vika menyerahkan paper bag pada Kikan. Ia muncul dari dapur dengan membawa sepiring rujak buah dan menyerahkan paper bag yang tergeletak di coffe table dekat sofa ruang tamu.
Apartemen Vika memang sudah menjadi base camp mereka buat kumpul. Karena cuma Vika satu-satunya yang di antara mereka yang tinggal sendiri. Orang tuanya tinggal di Australia, punya usaha di sana. Karena Vika enggan ikut pindah, ia lebih memilih menetap di Jakarta. Sebenarnya orang tuanya masih ada rumah di Jakarta, tapi Vika enggan menempati rumah sebesar itu sendirian. Jadilah rumah itu dikontrakan dan Vika sendiri sewa apartemen. Aneh kan?
Namun menurut Vika apartemen ini sudah menjadi miliknya semenjak setahun yang lalu. Meski luasnya cuma 110 meter persegi tapi memiliki dua kamar tidur. Untuk single seperti Vika cukup lumayanlah. Wong apartemen itu cuma buat numpang tidur doang. Dia kan lebih banyak di luar aktifitasnya.
"Apaan nih?" Kikan mencoba mengintip isinya.
"Kain pantai sama bikini." Arini menyeringai nakal.
"Apa?" Seru Kikan.
"Keren kan?" Vika mengedip nakal sambil tos-san dengan Arini.
"Kapan gue makenya? Bisa digorok mami gue kalo pake beginian."
"Tahu nih, Arini. Masa gue juga dikasih bikini? Jijik banget." Nora ikut protes.
"Eh, neng. Ini oleh-oleh brilian ya. Elu itu kan cewek, masa mau pake celana kolor kalo mau berenang?" Arini membela diri.
"Tapi elu udah ngerjain gue pake kebaya pas kawinan elu. Sekarang elu nyuruh gue pake bikini, ogah amat." Nora bergidik jijik.
"Elu tuh tomboy banget, tau gak sih, Ra? Kalo orang gak tau disangkanya elu laki, mana badan kaku begini. Sekali-sekali lah tampil seksi feminim. Kalo kayak gini terus elu disangka lesbong nanti," ucap Arini gemas. Nora memang paling susah diajak tampil seksi dan feminim. Padahal dia cantik, bodinya juga lumayan. Tapi kalo setiap hari cuma mengenakan jaket buluk sama celana jeans yang warnanya sudah bluhuk ( pudar ). Siapa Arjuna yang mau melirik?
"Ih, gue masih normal ya. Masih suka batangan." Nora berteriak gak terima.
"Tapi gak pernah ngerasain batangan, sama kayak Kikan noh." Vika menyahut santai.
"Kok gue ikutan dibawa-bawa?" Kikan mengerutkan alis. "Apa hubungannya bikini sama ngerasain batangan?"
"Adalah. Lu pake deh tuh bikini yang dikasih Arini. Pura-pura lu ajak Deo berenang, gue jamin deh tuh Kapten langsung panas dingin lihat body lu yang yahud." Vika lagi-lagi dengan mulut frontalnya berkata.
"Siapa Deo?" tanya Arini penasaran. "Kok gue baru denger? Pacar barunya Kikan?"
"Bukan. Vika lu dengerin." Kikan cepat-cepat membantah.
"Belum jadi pacar sih udah perkenalan keluarga. Gimana kenalan sama calon mertua? Lancar neng?" Goda Vika.
"Kok elu bisa tahu sih?" Kikan menatap Vika curiga.
"Tahu lah. Satrio yang ngasih tahu gue. Deo keceplosan cerita kalo habis makan malam sama elu dan keluarganya. Sama orang tuanya juga. Ciee ... lancar nih pedekate."
"Deo siapa?" Arini kembali bertanya tadi tidak ada yang menjawab pertanyaannya.
"TEMEN ABANG LU!" Kikan, Vika dan Nora menjawab serentak.
*tulisan receh macam apa ini? 🙈
![](https://img.wattpad.com/cover/352934996-288-k174249.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyentuh luka ( Tamat )
General FictionDi saat Kikan sedang berbahagia menyiapkan pesta pernikahannya dengan Raga, ia menerima kenyataan pahit. Mendapati kekasihnya selingkuh dengan mantan pacarnya saat di SMA dulu. Dengan hati hancur berkeping-keping, Kikan membatalkan pernikahan terseb...