"Nah, ini desain yang saya inginkan. Good job, Kikan." Akhirnya setelah lima kali revisi, Ibu Marianti yang terhormat baru merasa puas dan menerima desain yang diajukan oleh Kikan. Kikan yang saat ini sedang berada di kamar kerja sang direktur rumah sakit swasta terkenal di Jakarta itu menarik napas lega. Melihat raut wajah Ibu Marianti yang puas, seakan bukan dia yang beberapa hari ini melayangkan komplain meminta revisi yang cukup bikin sakit kepala.
"Jadi mulai lusa pelaksanaan desainnya untuk rumah barunya ya, bu," kata Kikan. "Saya akan memakai bahan-bahan kelas satu yang terbaik seperti yang diinginkan Ibu Marianti."
"Jangan lusa. Minggu depan saja. Lusa saya harus berangkat ke Amerika. Ada undangan untuk seminar medis dari John Hopkins selama tiga hari. Jadi saya tidak bisa menemani untuk permulaan desainnya." Ouw, perfeksionis seperti biasa. "Emm ... atau begini saja, biar anak saya yang akan mengawasi pekerjaan awalnya untuk saya. Kamu tidak keberatan kan?"
"Terserah ibu saja." Kikan tersenyum. Tentu saja ia tidak bisa menolak permintaan klien kan?
"Tunggu sebentar." Ibu Marianti meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. Tidak lama terdengar suara ketukkan di pintu dan seorang laki-laki jangkung dan tampan dengan jas dokternya masuk.
"Ada apa, Mi?" tanya pria itu begitu masuk.
"Madha, sini nak. Kenalkan ini Kikan. Interior design yang mami mintakan tolong jasanya. Kikan, ini putra saya. Prabu Madha Kalingga Wisanggeni. Putra saya ini juga seorang dokter kardiolog di rumah sakit ini."
"Hallo." Dari balik kaca mata minusnya pria itu memperhatikan Kikan dengan acuh tak acuh. Kikan menyambut uluran tangannya dan mengangguk sopan.
"Madha, mami mau minta tolong sama kamu. Lusa, Kikan akan mulai pengerjaan desain interior rumah kamu yang di Simprug. Karena mami lusa mau ke Amerika maka mami serahkan pengawasannya sama kamu. Lagi pula itu rumahmu kan jadi wajar dong kamu yang mengawasi pengerjaannya."
"Mami mau merubah desain rumah aku? Untuk apa, Mi? Rumah itu udah bagus kok interiornya, gak perlu dirubah lagi. Jangan buang-buang duitlah, Mi."
"Mami yang bayar jasa desain interiornya, bukan kamu! Lagi pula itu desain interior sesuai seleranya Helena kan? Mami sakit mata melihat hasil peninggalan desain interior yang dia buat!"
"Mami berlebihan ... " Madha memandang ibunya tidak berdaya. Tapi tentu saja ia tidak bakal menang melawan ibunya, penguasa di keluarga Wisanggeni. "Apa hubungannya Helena sama desain interior yang dia buat? Seleranya bagus kok."
"Kamu masih memuji perempuan yang jelas-jelas sudah mengkhianati kamu? Pokoknya mami mau seluruh desain di rumah kamu itu diubah. Mami gak mau melihat peninggalan perempuan gak bener itu masih tertinggal di rumah itu!" Ucap Ibu Marianti tegas. Kikan yang mendengar perdebatan antara ibu dan anak itu tidak berkata apa-apa. Juga tidak ingin ikut campur. Tapi sepertinya tidak mungkin Ibu Marianti membatalkan jasa desain interior yang sudah dia bayar. Yah, meski agak bawel tapi Ibu Marianti itu klien yang cukup royal. Bahkan pembayarannya saja ia lakukan di muka.
Setelah perdebatan ibu dan anak itu yang tentu saja dimenangkan sang ibu, atas permintaan ibunya Madha mengantar Kikan keluar ruangan kamar kerjanya. Meski sebenarnya itu tidak perlu.
"Maaf ya kalau kamu tadi mendengar pembicaraan yang kurang enak antara aku sama mami. Mami memang suka bertindak seenaknya. Aku gak tahu beliau bakal menyewa jasa seorang Interior Design untuk merubah desain rumahku. Hanya karena mami gak suka sama desain interior yang lama."
Oh, rupanya dibalik sikap acuh tak acuhnya malah berkesan dingin, lelaki ini masih tahu adab untuk meminta maaf pada Kikan. Yang notabene adalah Interior Desain yang dimintai jasa oleh ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyentuh luka ( Tamat )
Ficción GeneralDi saat Kikan sedang berbahagia menyiapkan pesta pernikahannya dengan Raga, ia menerima kenyataan pahit. Mendapati kekasihnya selingkuh dengan mantan pacarnya saat di SMA dulu. Dengan hati hancur berkeping-keping, Kikan membatalkan pernikahan terseb...