Bab 34

1.8K 183 7
                                    

Hai man teman, saya balik lagi nih. Maaf lama gak update, baru aja balik dari liburan. Eh, ini mau pergi lagi. Sumimasen🙏

****

"Kalau aku putus sama Farah, kamu mau kembali padaku?"

Kikan hanya menatap dingin pada Raga ketika ia mengucapkan kata-kata itu. Seolah Raga manusia paling idiot di muka bumi ini.

Dianggap apa ia oleh Raga? Mainan yang bisa ia buang setelah puas ia permainkan? Mainan yang bisa ia pungut lagi dengan seenaknya bila moodnya bagus?

Mati-matian Kikan menahan rasa jijik, marah dan benci di hatinya untuk mencegahnya berbuat yang tidak patut di muka umum.

Bila ia membuat keributan di sini, memaki atau memukul Raga. Tentu akan menarik banyak perhatian. Bukan hanya dirinya yang dipermalukan, tapi juga akan berimbas pada keluarganya.

Wartawan media gossip akan sangat menyukai berita penuh sensasi seperti ini. Dan nama ayahnya sebagai pengusaha terkenal akan terseret.

Lagi pula didikkan keluarganya, selalu menekankan manner di manapun ia berada. Dan dalam kondisi semarah apapun, orang tuanya selalu menekankan agar ia selalu menjaga emosinya. Agar tidak dipermalukan orang yang tidak penting di muka umum.

Dan meski Kikan, demi Tuhan ingin sekali menampar wajah Raga yang menyebalkan. Ia menahannya dengan sekuat mungkin dengan mengepalkan tangannya erat-erat di pangkuannya.

"Kikan ... "

"Kamu ... Kenapa Anda lagi?" Suasana tegang itu tercairkan dengan kedatangan Madha yang menatap Raga dengan mengernyitkan alisnya. Tadi, secara diam-diam ia sempat menguping pembicaraan Kikan dan pria yang kini duduk di kursinya itu. Dan baru tahu bila pria ini ternyata bukan kekasih Kikan.

"Kenapa kalau saya? Anda keberatan?" Raga balas menantang. Kelakuannya memang tidak berubah semenjak  SMA dulu. Meski sudah jadi pengacara terkenal, lagaknya masih petantang petenteng.

"Tentu saja saya keberatan. Anda mengganggu makan malam kami." Kali ini Madha sudah bertekad tidak mau mengalah. Apa salahnya meladeni pria menyebalkan ini? Toh, dia bukan siapa-siapanya Kikan.

"Atas alasan apa Anda merasa keberatan? Pacar bukan, suami juga bukan. Ini negara bebas, semua orang punya hak buat berada di mana saja!"

"Raga!" Kikan memotong sebelum ucapan Raga tambah ngawur. "Sebaiknya kamu pergi. Ini negara bebas, jadi aku juga punya hak buat ngusir kamu!"

"Kikan. Aku datang ke sini untuk menemuimu. Aku ingin kita balikan, aku bakal putusin Farah. Mengakhiri hubunganku dengannya, asalkan kamu mau kembali sama aku."

"Dalam mimpimu!" Geram Kikan. "Berapa kali aku bilang, berhenti menggangguku! Berhenti mencampuri hidupku! Aku tidak pernah bersedia menerima barang bekas orang lain!"

"Kamu samakan aku dengan sampah? Apa serendah itu aku di matamu?"

"Di mataku, kamu bahkan lebih rendah dari sampah!"

"Kikan ..." Raga masih akan bicara ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Ia bermaksud mengabaikan panggilan masuk di ponselnya ketika tiba-tiba terpikir mungkin ayahnya atau klien penting yang menghubunginya langsung. Tapi keningnya berkerut saat melihat nama 'Farah' dikontaknya.

Awalnya ia akan menerima panggilan itu. Tapi saat dilihatnya Kikan beranjak pergi dari duduknya dan mengajak Madha pergi, Raga cepat-cepat menolak panggilan itu dan meraih tangan Kikan.

"Kikan! Mau ke mana kamu?"

Kikan terkejut ketika tanggannya dipegang Raga. Tanpa sadar, mungkin karena rasa jijik dan bencinya ia menepis tangan Raga.

"Jangan sentuh!"

"Kamu gak boleh pergi. Kita belum selesai bicara!" Raga menahan emosi atas penolakan Kikan. Tapi sial baginya, ponselnya terus saja berdering membuat beberapa pasang mata melihat ke arahnya. Suasana restoran yang tenang agak bising oleh suara dering ponselnya yang lupa ia silent. Dengan terpaksa, Raga menjawab panggilan itu.

Setelah menerima telpon, wajah Raga mendadak pucat. Ia menatap Kikan yang masih berjuang membebaskan diri dari cengkraman tangannya.

"Aku harus pergi. Sesuatu terjadi pada Farah." Raga melepaskan cengkramannya di pergelangan tangan Kikan. "Tapi aku akan segera menemuimu lagi. Secepatnya!"

Apa dipikirnya Kikan bakal peduli? Ia tidak peduli Raga mau menemuinya lagi atau tidak. Atau maksud ucapan Raga yang ingin kembali padanya.

Karena bagi Kikan, Raga sudah mati! Mati di hatinya!

Menyentuh luka ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang