Chapter 19

1.3K 64 2
                                    

Selamat membaca!!!

Selama perjalanan keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Seperti perkataan sebelumnya mereka akan singgah di apartmen Eliza tapi sebelum itu mereka pulang terlebih dahulu kerumah keluarga Abi untuk mengambil pakaian mereka yang sudah disiapkan tadi malam.

"Nggak bisa ditunda aja kalian pindahnya?" tanya Neira berderai airmata.

Abima mendekat kearah sang bunda "Nggak bisa bun, maaf ya?

"bunda nggak mau maafin kalian"

Perkataan itu membuat Abima terkekeh begitupun dengan sang suami "Bunda kamu emang begitu bi" saut sang ayah.

Abima merengkuh tubuh sang bunda "Udah ah abang nggak mau bikin bunda sedih, nanti Abang bakalan sering kesini kok bun lagian Abang juga belum tinggal dirumah Abang yang Abang beli."

Kemudian Eliza bergantian untuk berpamitan dengan sang bunda "Kalau Abi nyusahin kamu bilang sama bunda ya sayang?"

Eliza tersenyum lalu mengangguk "Bunda jangan sedih nanti aku sama mas Abi bakal sering ke sini"

"Harus"

Neira memeluk Eliza dengan erat "Kalau nanti ada masalah sama Anak Bunda selesaikan baik-baik ya?"

"Iyaa bundaa"

Terlihat dari tangga, Abian berjalan kearah mereka dengan Zara digendongnya seperti koala.
Zara sedari tadi merengek agar abangnya itu tidak pergi.

"Heii adiknya Abang yang paling cantik ini kok jelek banget kalau nangis?"

Zara tak menanggapi ia hanya menatap Abima dengan datar dan mata yang berkaca-kaca.

"Marah ya? maafin Abang ya? sini nggak mau digendong Abang juga?"

Masih dengan diamnya Zara merentangkan tangannya lalu dengan cepat Abi mengambil tubuh Zara dari tubuh Abian.
Abi mengusap pipi Zara yang basah lalu ia kecup berkali-kali hingga gadis itu mengalihkan wajahnya untuk bersender di dada sang Abang.

"Abang nggak pergi jauh zar, Abang bakalan sering sering datang kesini kok ya?"

Tidak ada jawaban sama sekali Hanya anggukan yang Abi rasakan, Abi kemudian izin keluar rumah untuk bicara berdua sama adik bungsunya yang manja ini.

"Bu dokter nggak mau pamitan sama kembaran suamimu ini hm?"

Eliza terkekeh mendengar perkataan kembaran sang suami memang bahasanya terdengar lebih lembut dari Abima.

"Bian aku izin pamit ya, jangan kangen oke?"

"Kayaknya bakal kangen sih, masa cuma satu rumah 4 hari?"

Neira meninju bahu sang putra "kalau abangmu dengar bisa marah nanti istrinya digoda - godain"

Abian berdecak. "Kenapa sih Bun nggak aku aja yang dijodohin sama Bu dokter? aku juga mau lah Bun nikah sama bu dokter" gurau nya.

"Sayangnya Bu dokter itu udah jadi istri Abang" celetuk Abima dari belakang.

"Loh bang Zara mana?" kaget Neira ketika Abima seorang diri tanpa membawa anak gadisnya.

"Dikamar Bun, tidur kecapekan nangis kayaknya."

"Kamu nggak mau meluk abangmu ini yan?"

"Eliza buat gue"

"Eliza nggak mau sama kamu" balas Abima.

"Bu dokter mau kan?"

Eliza yang ditanya jadi bingung.

"Udah udah ngapain sih kalian?" lerai sang bunda.

Kemudian anak kembar itu saling berpelukan dan Abima langsung pamit untuk pergi karena sudah melam juga.

Jalan Untuk PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang