Chapter 14

838 50 1
                                    

Selamat membaca!!

Dua hari berlalu, Eliza rasanya benar benar muak karena yang ia lakukan hanya tiduran diranjang rumah sakit biasanya dirinya berjam jam menghabiskan waktunya didalam ruang operasi tapi sekarang? hanya berbaring lalu bangun melihat kearah jendela dan menghela nafas lalu kembali berbaring lagi.

Eliza sudah benar-benar bulat dengan keputusannya ia akan menerima Abima sebagai teman seumur hidupnya. Ia juga akan bilang pada pria itu untuk menikah sekali seumur hidup mengingat Abima dan keluarganya yang paham agama membuat dirinya teringat saat kyainya dulu waktu ia menimba ilmu di pesantren yang melakukan poligami.

Sekarang ia ingin sekali mengabari pria itu tapi apalah daya dia tidak mempunyai nomor Abima, mau minta Shaka pun dirinya malu.

''Hei ngelamun aja mbak!" celetuk Careen dibelakang Eliza yang posisinya Eliza menghadap ke jendela.

Eliza terjengat ia menoleh ke sumber suara yang mendapati wajah Careen, kebetulan ia juga sedikit rindu dengan kecerewetan perempuan yang ada dihadapannya saat ini.

"Aku bingung banget rin sekarang"

"Bingung kenapa? sini cerita um?" kata Careen sambil memegang infus Eliza dan membawanya kesofa untuk duduk.

Keduanya duduk bersebelahan  "Aku udah mutusin buat nerima perjodohan itu"

"Serius?, terus gimana?"

Eliza mengernyit "gimana apanya?"

Careen berdecak "ya itu cowoknya, yang mana sih orangnya?"

"Kalau kamu sering njengukin aku pas belum sadar kamu pasti tau"

Careen memutar bola matanya malas, Eliza ini bermaksud apa? ingin menyindir kah? tapi ia mengingat, memang dirinya jarang menjenguk Eliza namun beberapa kali ia datang ia selalu melihat pria yang berpakaian formal setiap pagi ketika dirinya datang.

"Wait jangan bilang yang selalu pakai kemeja?"

Eliza mengendikan bahunya. Ia tak paham maksud careen apa tapi sepertinya memang benar karena Abima selalu memakai kemeja ketika ia sedang berkunjung.

"Kayaknya memang benar deh rin yang pakai kemeja, namanya Abima" celetuk Eliza.

Careen membekap mulutnya kuat kuat agar tidak berteriak membuat Eliza yang melihatnya mengernyit heran.

"Kenapa sih?"

"El lo bodoh banget kalau nolak dia"

"Apa sih? biasa aja kali"

Careen benar benar geram pada perempuan dihadapannya saat ini bisa bisanya ia menolak laki laki yang beberapa minggu ini ia idam-idamkan. 

"El lihat gue" kata karin sambil mengapit pipi Eliza dengan tangannya.

"Gue tau lo belum sepenuhnya lupa sama Aksa tapi lo harus tau hidup itu nggak melulu soal masa lalu, ingat kata gue kita harus belajar masa lalu menatap masa depan oke? jadi gue mohon pelan pelan, move on sama aksa"

"Sampai kapanpun aku nggak pernah lupain aksa Rin." lirihnya dengan suara tercekat, Eliza ingin sekali meminta pulang agar dirinya bisa pergi ke rumah baru pria itu.

Careen tak bisa membendung air matanya, mendengar suara Eliza yang tercekat membuat hatinya ikut sakit.
Careen tahu bagaimana kerasnya hidup Eliza sedari dulu, sudah banyak sekali luka yang perempuan itu tampung dan sekarang? membayangkannya saja Careen sudah tidak kuat apalagi Eliza yang merasakannya.

Sungguh ia akui memang Eliza sangat pandai menutupi segala rasa sakit dan penderitaan yang Eliza sendiri alami, hidup dengan bayang-bayang penderitaan yang entah sampai kapan habisnya dan berusaha memeluk lukanya seorang diri.

Jalan Untuk PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang