Chapter 22

1.2K 62 2
                                    

Selamat Membaca.

Tiga bulan berlalu dengan cepat, setelah menghadiri tasyakuran Raden dan istrinya hubungan Abi dan Eliza terlihat semakin dekat dan terkadang sudah tidak canggung lagi.

Hari ini Abima pergi mengajar setelah itu ia pergi kekantor ayahnya untuk sekedar mengecek dan membantu, memang abi belum memutuskan apakah harus berhenti menjadi dosen atau memilih untuk mengambil alih perusahaan sang ayah ia belum memikirkan itu sama sekali.

Tadi pagi juga setelah sarapan ia pamit pada Eliza untuk pergi ke rumah bundanya karena rasanya ia begitu rindu dengan keluarganya apalagi adik bungsunya. Eliza ingin sekali ikut tapi ia harus jaga malam dan berakhir pulang pagi Alhasil ia tidak ikut.

"Abang? istri kamu nggak ikut?" ucap Neira saat Abi datang bersama suaminya.

Abi menggeleng "Eliza dinas malam bun, tadi mau ikut tapi yasudah lah, Eliza juga titip salam buat bunda"

Neira tersenyum ia memeluk Abi dengan erat "Baik baik kan? ada masalah?"

"Sejauh ini baik, Abi jadi ada yang ngurus"

Neira tersenyum "Anggap Eliza itu jangan hanya mengurus kamu, kamu juga harus mengurus dia, dia anak baik bang jaga baik-baik ya?"

"Tentu Eliza istri abang bunda"

"Bagus, jalan empat bulan menikah gimana rasanya? udah ada tanda tanda?"

Pergerakan Abi terhenti ia menatap sang Bunda dengan tatapan sulit diartikan.

"Tanda tanda apa?"

Neira kembali menatap Abi "Kamu tuh ya, masa nggak tau"

Abi tau persis ia tau yang dimaksud bundanya adalah hamil.

"Bundaa" peringat Ayah.

Neira terkekeh geli "Engga apa sih, ayah kamu tuh serius banget bang"

"Abi jangan pikirin omongan bundamu, ayah nggak akan nuntut apapun dari pernikahan kalian"

"Ih bunda juga enggak tau, Abang maaf ya"

Abi terkekeh melihat kelakuan orang tuanya, umur mereka memang sudah tak muda lagi tapi perihal seperti ini masih saja seperti anak muda.

"Abanggg!!!!!" seruan dari arah anak tangga, terlihat gadis kecil tengah berdiri dengan senyum lebarnya ketika melihat kakaknya pulang.

"Heii"

Zara berlari kemudian abi ikut berdiri lalu mengangkat tubuh Zara dan mencium pipinya berkali-kali.

"Kangen bangett"

"Zara juga"

"Bu dokter enggak ikut?"

"Sayang" ucap Neira ketika Zara memanggil kakak iparnya seperti itu.

"Maaf bunda" cicit Zara dengan sedikit cengengesan.

"Kak El nggak ikut?"

Abi menggeleng "Hari ini kak El ada dirumah sakit, pasiennya banyak" ucap Abi sambil mengusap-usap kepalanya.

Zara mendekatkan bibirnya ke telinga Abi "Abang nanti tidur bareng zara ya" bisiknya tetapi Neira dan Sagara masih bisa mendengar dan mereka hanya geleng-geleng dengan tingkah anak bungsunya.

"Abang kamu kan udah punya kak El jadi dia nggak bisa dong tidur sama kamu"

"Tapi Abang diam aja, berarti mau"

"Loh diam aja berarti mau itu kata siapa sih sayang?" goda Neira.

"Ihh bundaa, abang pokoknya nanti malem tidur dikamar Zara ya?, hari ini aku libur dulu tidur sama bunda ayahnya"

Jalan Untuk PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang