Chapter 9

741 43 0
                                    

Selamat membaca!

Terhitung sudah 1 bulan lamanya Abima menunggu jawaban dari seorang dokter bernama Eliza. Neira bunda Abima sudah uring-uringan menyuruh Abima untuk menghubungi Eliza untuk memberikan jawaban tapi Abima selalu meyakinkan bundanya untuk sabar.

Abima sendiri juga sebenarnya tak kalah kesalnya dengan Neira tapi Abima tetaplah Abima ia tidak mau membebani Eliza dengan grusa-grusu meminta jawaban.

Hari ini Abima memutuskan untuk pergi ke rumah sakit tempat dimana Zara pernah dirawat at least tempat Eliza bekerja, Ia tidak akan mengirimkan pesan basa basi kepada Eliza biarlah dirinya effort sedikit untuk menghampiri wanita itu.

Jadwal mengajarnya hari ini tidak terlalu padat, dengan balutan kemeja putih dan celana hitam dan tentunya ikat pinggang yang melilit di pinggangnya serta dentuman sepatunya yang menggema di koridor rumah sakit membuat siapapun salah fokus jika melihatnya.

Mengetuk pintu ruangan Eliza yang sempat ia tanyakan saat di lobby ia berharap tidak salah sasaran karena tidak ada nama sama sekali didepan pintu hanya terdapat kotak kecil bertuliskan gelar Sp.B karena tadi saat bertanya ya jawabannya silahkan keruangan yang bertuliskan Sp.B.

Saat mengetuk hanya ada jawaban "Silahkan masuk" lantas Abima membuka pintu dan masuk. Abima bergeming sebentar didepan pintu ternyata ia tidak salah dan hari ini juga ia baru menyadari jika Eliza adalah seorang dokter bedah.

Eliza yang duduk di kursinya ikut bergeming seketika ia ikut berdiri, Ah dirinya jadi ingat kalau belum memberikan jawaban atas perjodohannya itu.
Eliza meremas tangannya pada jas dokternya "Mau bicara? silahkan duduk"

Abima membiarkan pintunya terbuka lalu perlahan menuju kearah Eliza ia duduk berhadapan dengan Eliza, oh iya dirinya sedikit dejavu saat konsultasi mengenai Zara. Tapi kenapa ia baru sadar, kenapa dokter bedah ikut mengurusi dokter anak?.

Eliza berdehem "em kita mau bicara soal itu ya em- Mass?" tanyanya hati hati pada Abima.

Sudut Abima sedikit tertarik ia menahan senyumnya baru kali ini ada yang memanggilnya dengan kata "Mas" dan kenapa ketika Eliza yang memanggil sangat lucu sekali?
Eliza yang menyadari itu merutuki dirinya sendiri kenapa bisa memanggilnya dengan mas? wah malu sekali.

Abima menegakkan tubuhnya ia berdehem "Saya nggak akan basa basi lagi udah cukup, kamu menggantung keluarga saya tentang perjodohan ini."

"Jadi gimana jawaban kamu dokter Eliza?"
ujarnya to the point

Eliza sedikit syok lelaki ini sangat tiba-tiba sekali minimal kasih aba aba dong jantungnya mau copot rasanya karena jujur saja ia lupa jika ia telah dijodohkan.
Eliza memang tak bohong ia benar benar lupa karena kesibukannya.

Eliza hanya menunduk bibirnya terasa kelu untuk menjawab pertanyaan dari Abima.
Abima menatap sekilas wajah Eliza tak bisa dipungkiri Eliza memang secantik itu,Bahkan dirinya mengakui itu.

"Baik kalau kamu masih tidak bisa memberi  jawaban sekarang, saya kasih waktu selama 3 hari lagi." sarkas Abima.

"Kenapa bahasnya enggak nanti sekalian sama orang tua kita aja? kenapa kamu repot repot menemui saya?"

"Saya nggak yakin kamu mau, selama satu bulan saya menunggu, bukan saya aja tapi juga keluarga saya, terutama ayah dan bunda saya."

Eliza mengangguk "Maaf, saya memang belum siap untuk memberi jawaban itu, ini tentang masa depan saya nggak mudah untuk memikirkannya."

"Kata mama saya kamu udah menerima perjodohan ini benar?"

"Hmm iya" jawabnya mantap.

"Kenapa? kita baru bertemu beberapa kali"

Jalan Untuk PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang