Ada sekitar sepuluh menit, dia bertahan di dalam mobilnya. Menepikan sedan putihnya sedikit jauh dari gerbang rumah sang kekasih. Dia sengaja melakukan itu sebab ada gugup yang membungkus hatinya. Gugup yang dari beberapa hari lalu, menetap di balik dadanya. Rasa gugup itu semakin kentara ketika hari ini, ia kembali menemui sang kekasih setelah hampir dua minggu mereka tak bertemu.
Kesepakatan konyol yang mereka buat, justru menyiksa dirinya, pun mungkin kekasihnya. Kesepakatan untuk tak berjumpa, demi menenangkan diri satu sama lain, setelah pertengkaran yang disebabkan oleh orang tua mereka.
Lagi-lagi dia ambil napas panjang dan melepaskannya perlahan demi mengatur degup jantung yang semakin tak karu-karuan. Rasanya seperti mendapati dirinya beberapa tahun lalu, saat pertama kali menjemput sang kekasih menggunakan mobil yang sama. Mobil mendiang sang Ayah yang kini diwariskan untuknya.
Dia mulai melajukan mobilnya perlahan. Ditunda seberapa lama pun, ujungnya dia juga akan bertemu dengan Chika, Yessica, kekasihnya.
"Hai!" sapanya kikuk setelah mendapati Chika yang terduduk di teras sambil menunduk.
Yang disapa hanya, terlihat gugup. Perempuan itu bangun dari duduknya dengan salah tingkah. Senyum yang terukir di wajah ayunya, terlihat tak lepas.
"Enggak dikunci, jadi aku langsung masuk," ucap Zein memecah kecanggungan mereka.
"Oh, ah itu—iya sengaja. Biar kamu bisa langsung masuk."
Zein hanya mengangguk. Ia mulai mengusap tengkuk dan terkekeh kecil setelah mendengar Chika juga mengeluarkan tawa di sana.
"Langsung berangkat?" tanya Zein.
Chika menggeleng, perempuan itu tak mengucapkan apapun. Ia mendekat pada Zein, menatap Zein lamat-lamat sebelum akhirnya, ia dekap tubuh tegap kekasihnya. Erat. Sangat erat. Wajahnya, Chika simpan di bawah leher Zein, mencoba mencari ketenangan dari aroma parfum citrus milik Zein yang tak pernah pria itu ganti sejak mereka pertama kali berkencan.
"Kangen," desis Chika.
Zein yang sama-sama merindukan perempuan itu pun, langsung membalas dekap Chika tak kalah erat. Dia rengkuh tubuh gadisnya, dia cium puncak kepala Chika dalam.
Aroma ginseng yang dua minggu tak dia hirup, kini kembali mampu melegakan dadanya yang sedang terasa amat sangat berat.
"Aku juga kangen. Kangen banget," balasnya sambil melepas dekap.
Zein rapikan rambut Chika yang sang puan kuncir setengah. Tatanan rambut yang paling Zein suka. Sebab, Chika akan terlihat lebih manis dari biasanya. Chika akan terlihat lebih dewasa dan kalem dari biasanya. Tapi, apapun tatanan rambut Chika, dia suka. Dia suka semua yang ada pada diri Chika. Bahkan, kemarahan Chika pun dia suka. Semua dia suka.
"Love you," ungkap Zein.
"Love you more. Aku beneran kangen banget," balas Chika sambil kembali memasukkan tubuhnya pada dekap hangat sang kekasih yang dua minggu tak ia dapatkan.
"Sebentar lagi, gak perlu nahan kangen. Kita bakal serumah, hehe," ucap Zein dengan sedikit terkekeh.
Ucapan yang mampu membuat Chika melepas pelukannya. Dia pukul pelan dada Zein dengan senyum kikuk.
Zein yang sebenarnya masih gugup, langsung menekan pelan puncak kepala Chika agar bisa menatap matanya saksama.
Dia turunkan sedikit tubuhnya untuk melihat bola mata cokelat yang Chika miliki. Indah, tetap indah. Sedari dulu, dia menyukai netra gadisnya. Netra magis yang mampu meluluhlantakkan semua pertahanan diri yang dia buat. Netra magis yang saat ini, terlihat lebih berbinar, dibanding dua minggu yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi Cerita Singkat di Twitter
FanfictionSaking gapteknya, saya pusing pakai aplikasi nulis lain. Susah pakai Medium dan kalau di screenshot narasinya, sering kepanjangan. Jadi, nanti mungkin, setiap saya gabut dan buat AU di Twitter, narasinya saya taruh di sini. Enjoy ya kawan.