Dira & Yessa: Bab 9 (2) - Perdebatan

935 120 9
                                    

Dira menepati janjinya, ia pulang atau lebih tepatnya sampai rumah pukul lima sore. Di dalam mobil Vino, sebelum keluar, dia menoleh ke belakang, memeriksa Angel yang ikut dengan dirinya menumpang mobil Vino. Dira tersenyum melihat Angel sedang berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya sambil menggeliat kecil.

"Ayo masuk," ajak Dira.

Namun, Angel langsung menggeleng. Dia tahu, dia paham, kalau kehadirannya sama sekali tak disukai Yessa. Jangankan masuk, menginjak undak-undakan rumah ini pun ia takut. Takut terkena gertakan, yang dulu pernah didapatkannya dari Yessa secara langsung. Mungkin, dulu ia masih terlalu kecil, tapi dia tak akan pernah lupa, suara keras Yessa saat itu. Suara yang mampu membuat dirinya menangis dan Yessa terkena teguran dari sang Papi.

"Angel di sini aja, Kak," jawabnya lirih.

Dira menoleh pada Vino yang juga sedang menatapnya.

"Kita turun, nanti Kak Vino temenin, mau ya?" usul Vino.

Lagi-lagi Angel menggeleng. Kepalanya menunduk. Tangannya, memilin ujung sweaternya.

"Kalau Kak Vino nggak keberatan, Angel izin tunggu di mobil Kak Vino sampai mobil Papi sampai. Nanti kalau Papi udah sampai, Angel pindah ke mobil Papi," jawabnya sambil menatap Dira dan Vino bergantian.

Ada lepasan napas yang Dira keluarkan. Dia paham penolakan Angel ini bagian dari rasa takut bocah SMP itu. Rasa takut akan Yessa. Rasa takut atas penolakan Yessa yang cukup keras untuk melarang Angel menginjak rumah mereka, barang satu anak tangga depan rumah sekali pun.

"Angel," panggil Dira lembut. "Nggak apa-apa. Nanti kalau Kak Yessa marah, biar Kak Dira yang tanggung jawab. Papi masih lama di kedai. Ini juga masih hujan deras. Kita masuk dulu ya? Kak Dira bikinin minum hangat," bujuk Dira.

Angel terdiam. Mengolah setiap kata yang Dira ucapkan. Pikiran dan hatinya kalut. Dia tak tahu harus apa sekarang.

"Angel... Nggak perlu takut ya, ada Kak Dira di sini. Kak Yessa juga nggak sejahat itu biarin Angel di luar sendiri hujan-hujan begini. Mau ya masuk?"

*

Angel terus mengeratkan genggam tangannya pada sela-sela jari-jemari Dira. Ia terus mengekor dengan langkah perlahan mengikuti ayunan tungkai Dira. Di belakangnya, ada Vino yang terus memegangi bahunya. Seperti memberikan isyarat agar ia berani, ia harus percaya pada Dira, kalau semua akan baik-baik saja.

Tapi, seerat apapun Dira menggenggam tangannya, setenang apapun senyum Vino meyakinkan dirinya, nyatanya, tatap tajam mata Yessa tetap menjadi sumber ketakutan terbesarnya.

Dia sedikit menggeser tubuhnya untuk berlindung di balik punggung Dira. Kepalanya sudah menunduk dalam, untuk menghindari tatap tak suka yang Yessa lemparkan sejak Yessa bangun dari duduknya.

"Ngapain?! Siapa yang izinin lo bawa dia masuk?!" tanya Yessa ketus sambil menunjuk Angel.

Angel yang mendengar itu semakin tertunduk. Hatinya sakit, mendengar penolakan yang begitu lantang Yessa utarakan. Bola matanya sudah panas. Sebentar lagi, ia yakin, satu gertakan dari Yessa, mampu membuat dirinya menangis.

"Di luar hujan. Papi masih di kedai, biarin Angel nunggu di sini," jawab Dira tenang.

Yessa diam. Rahangnya mengeras. Jemarinya mengepal kuat. Namun ia tak membantah ucapan Dira. Dia tetap diam dalam rasa kesalnya sendiri. Dia hanya diam dengan menyimpan jerit hati yang tak bisa ia teriakan saat ini.

Ada lepasan napas kasar yang Yessa keluarkan sebelum membungkuk mengambil ponsel dan jaketnya. Sejenak dia tatap kesal Dira dan Angel bergantian. Kemudian pergi meninggalkan semua yang di sana. Termasuk meninggalkan Reva dan Asa yang sedari tadi diam mengabaikan video game yang mereka mainkan.

Narasi Cerita Singkat di TwitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang