Dira & Yessa: Bab 12 (1) It will get easier?

659 109 5
                                    

Vino menahan Dira untuk keluar dari mobilnya. Tentu hal itu membuat Dira menatapnya sengit. Ia tahu, jika kekasihnya ini sedang diliputi amarah yang membuncah setelah menerima pesan dari sang adik tadi.

"Tenangin diri dulu. Papi kamu belum pulang, jangan sampai marah kamu itu salah sasaran. Minum dulu, ya?" tawar Vino kemudian.

"Iya, Kak. Yessa juga pasti lagi capek. Biarin dia istirahat dulu. Kalau Kak Dira langsung nyamper dia, nanti takutnya dia kebawa emosi juga," Reva menambahi.

Dira hanya sanggup melepas napas panjang. Kemudian meraih botol minum yang telah Vino buka, dia teguk cukup banyak isinya. Dia mengangguk, menyetujui ucapan Vino untuk tak langsung keluar dan masuk ke dalam.

Punggung yang tadi menegak, langsung ia sandarkan. Ia hela napas berat untuk beberapa kali, berharap darahnya yang sudah mendidih, kembali mendingin. Berharap, kemarahannya di dalam dada sana, terurai dengan segera.

Tidak. Rasa marah miliknya itu tidak akan terurai, ia hanya menunda untuk mengeluarkannya. Rasa marahnya sedang ia jaga, agar keluar di waktu yang tepat, di orang yang tepat. Rasa marahnya kali ini, benar-benar tak bisa ia singkirkan. Tak bisa ia biarkan menguap begitu saja.

Kata maklum, sudah khatam Dira telan, sudah habis Dira makan, sepanjang dirinya hidup bersama Yessa. Wajar jika sekarang, kata itu telah habis untuk sang Papi. Kata maklum tersebut, tak lagi bisa ia temui di sudut hidupnya yang paling gelap sekalipun.

"Kamu pulang aja. Kasihan Reva, dia juga pasti capek. Makasih udah antar," ucap Dira setelah merasakan belakang kepalanya sedikit dingin.

Di sana Vino mengangguk. Telapak tangannya terjulur untuk mengusap kepala Dira.

"Aku tahu kamu marah. Tetap hati-hati ya bicaranya. Jangan sampai lukain hati orang yang nggak bersalah," kata Vino yang masih terus mengusap kepala Dira.

Dira mengangguk paham. Dia amat paham siapa yang Vino maksud dalam ucapannya barusan.

"Makasih, ya. Aku keluar dulu," pamitnya .

Setelah Vino mengangguk dan Reva yang meminta salam, Dira keluar dari mobil Vino untuk segera membuka pagar dan masuk ke dalam rumah.

**

"Papi, belum pulang?" tanya Dira setelah duduk bersama Angel di karpet ruang tengah mereka.

Anak SMP itu menggeleng, "Belum. Kak Yessa yang udah," jawab Angel.

Dira hanya tersenyum getir. Mungkin ia bisa membelot sedikit dari peringatan Vino. Ia tak bisa membiarkan Yessa sendirian dengan keadaan hati yang pasti tidak karu-karuan.

"Angel kenapa belajar di luar?" tanya Dira heran, padahal sang Papi juga telah membelikan satu set meja belajar untuk Angel.

"Nungguin Kak Yessa, Kak Dira, Papi, sama Mama pulang. Takut lama buka pintu kalau aku belajar di dalam. Mak Bin tadi lagi lipat baju," jelas Angel.

Ada senyum yang Dira beri untuk adik tirinya itu. Dia sentuh kepala Angel dan menepuknya pelan. Tatap matanya dia jatuhkan pada bola mata cokelat tua milik Angel. Bola mata yang hampir mirip milik Yessa itu, terlihat bersih. Kepolosan, masih sangat kentara dimiliki Angel. Anak ini, benar-benar masih anak-anak yang tak boleh ikut dalam permasalahan rumit keluarga. Tak juga berhak menerima kesakitan atas cedera keluarga yang Papinya ciptakan.

"Angel, belajar di kamar Kak Dira aja, mau? Biar nggak keganggu sama bel rumah. Besok, Kak Dira minta Papi buat pindahin kamar Angel ke atas. Biar Papi di bawah sama Tan— emm Mama. Kasihan lagi hamil naik turun,"

Mendengar itu, Angel mengangguk cepat. Tatapannya pun penuh binar, "Mau!"

"Ya udah, ayo ke atas. Kak Dira mau ke atas."

Narasi Cerita Singkat di TwitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang