Belum sempat ia mengolah kembali barisan pinta Angel, telinganya mendengar suara mobil masuk pekarangan kedainya yang tak terlalu besar itu. Suara mesin mobil, yang beradu dengan suara hujan ringan yang menimpa kanopi.
Dia yang sedang duduk dengan Vino di pinggir jendela, langsung berdiri berjalan menuju pintu kedai, setelah berpamitan pada calon suaminya yang beranjak ke belakang untuk menyingkirkan cangkir kopinya yang sudah kosong.
Ada napas yang ia atur. Ada senyum yang ia usahakan untuk mengembang menyambut adik kecilnya. Adik tiri yang sudah ia terima keberadaannya sejak lama.
"Pi," sapa Dira yang langsung meraih tangan Papinya.
"Ramai,"
"Iya, Pi," jawabnya. Lantas matanya beralih ke Angel yang ada di samping sang Papi.
"Hai, cie yang juara dua," sapa Dira riang.
Sapaan yang mampu membuat Angel tersipu malu. Sapaan yang mampu membuat Papinya tersenyum bangga pada anak SMP yang tingginya sudah setelinga Dira.
"Keren dia. Kaya Yessa, olahraganya jago," puji sang Papi.
Dira bisa melihat bagaimana semburat bahagia yang terpancar dari wajah Angel. Dira ikut bahagia melihat adik kecilnya bahagia. Ia paham, ada keinginan besar dalam diri Angel agar bisa dekat dengan Yessa. Dia tak pernah bertanya apa alasannya. Tapi, remaja ini, beberapa kali mengutarakan dengan tersirat inginnya berinteraksi dengan Yessa.
Dira sendiri tak pernah sama sekali memaksa Yessa untuk dekat dengan Angel. Ia pun jarang membahas Angel di depan Yessa. Namun, ia paham, Yessa tak benci Angel. Adiknya itu, hanya perlu waktu untuk berlapang dada menerima keberadaan Angel. Meski ia sendiri tak tahu, kapan Yessa mau.
"Angel mau minum apa?" tanya Dira yang sudah menggandeng Angel menuju bar pemesanan.
"Susu pisang ada, Kak?"
Dira sedikit terkekeh, tidak aneh, hanya saja, dia gemas dengan mimik muka Angel yang terlihat begitu polos saat bertanya.
"Ada. Itu aja? Kue mau? Adanya jajan pasar tapi di sini, Angel suka apa?"
Anak itu terlihat berpikir seraya memperhatikan etalase berisi kue yang ada di hadapannya.
"Kue Ku, enak?"
"Angel belum pernah?" Dira bertanya. Angel menggeleng.
"Kaya mochi, tapi isi kacang hijau, mau?"
Anggukan pun Angel berikan."Apa lagi?"
"Kue Sus, boleh?"
Kali ini Dira tersenyum. Ia menatap sekilas Papinya yang tersenyum sambil mengusap kepala Angel lembut. Seperti gemas sendiri dengan anaknya itu.
"Angel boleh ambil apapun. Bilang aja ke Kakaknya yang jaga ya,"
Bahagia jelas sekali Angel perlihatkan di depan Dira. Anak itu bersemangat menyebutkan pesanannya kepada pegawai di sana.
Sambil menunggu Angel, dia bergeser sedikit ke arah sang Papi.
"Ada Vino, Pi, tapi dia lagi di belakang, nyuci gelas kopinya," ucap Dira.
"Anak itu memang aneh," komentar Papi diikuti tawa. Menertawakan keanehan Vino yang sudah sering ditemuinya.
"Maaf ya, Papi nggak datang kemarin,"
Dira diam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk, sambil mengajak Papinya duduk di kursi kosong dekat sana."Papi ada perlu ngomong sama kamu," kata sang Papi kemudian.
Kalimat yang mampu membuat Dira mengernyit dan menatap penuh tanda tanya ke arah pria paruh baya itu. Aneh. Biasanya jika ingin berbicara serius, Papinya itu selalu memilih rumah sebagai tempat pembicaraan yang hangat. Kenapa kali ini, terasa begitu tiba-tiba? Bahkan, memilih kafe baru sebagai tempat bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi Cerita Singkat di Twitter
FanfictionSaking gapteknya, saya pusing pakai aplikasi nulis lain. Susah pakai Medium dan kalau di screenshot narasinya, sering kepanjangan. Jadi, nanti mungkin, setiap saya gabut dan buat AU di Twitter, narasinya saya taruh di sini. Enjoy ya kawan.