Asa mengambil tisu dari meja yang sedikit digeser ke kiri sebelum bermain PS tadi, ke hadapannya. Ia tarik dua lembar untuk diberikan pada Yessa yang mulai terlihat menumpahkan air matanya. Air mata yang ditahannya sejak temannya itu bercerita perihal yang membuat hatinya berat menerima keluarga baru sang Papi.
Sedangkan, Reva, sudah sejak tadi mengusap-usap punggung Yessa untuk memberikan ketenangan atas setiap kalimat yang Yessa keluarkan.
Komentar Asa dan Reva yang membuat Yessa terlihat kesal sebelum keduanya main PlayStation tadi, ternyata mampu membuat gadis itu, membuka mulutnya. Membuka masa lalu yang telah Yessa ketahui sejak lama. Masa lalu, yang baru kali ini, ia ceritakan pada Asa dan Reva."Jangan ditahan kalau mau nangis. Nanti malah nggak enak," kata Asa yang kini menyodorkan air putih kepada Yessa sebab beberapa kali, temannya itu batuk, namun ditolak.
Di sana, Reva mengangguk. Sejak tadi, dirinya itu, diam mendengarkan cerita Yessa dengan saksama. Hatinya mencelos mendengar fakta yang ada. Dia tidak menyangka akan serumit ini hubungan keluarga Yessa. Ia jadi tahu, kenapa Yessa enggan menemui Angel atau Mama tirinya, enggan berbincang dengan Angel, barang sepenggal kata, enggan bertukar tatap barang sekejap. Ia jadi paham, atas itu semua. Rasa sakit hati Yessa, pasti telah mengakar dan tumbuh dari waktu ke waktu. Mungkin, jika ia jadi Yessa, sikapnya akan sama, bahkan, bisa lebih tak acuh pada semua yang ia anggap menyakiti hatinya.
"Sa, sorry ya, gara-gara gue sama si Kodok maksa lo cerita, lo jadi harus buka luka hati lo gini," Asa mengusap pelan lengan atas Yessa setelah mengucapkan itu.
Yessa menggeleng pelan, tidak menjawab dengan kata."Kalau... Gue sama Asa boleh tahu dan lo mau cerita lebih..." Reva agak ragu. Dia menatap Asa yang memandangnya bingung.
"Apa?" tanya Yessa. "Biar sekalian nangisnya."
Asa sedikit terkekeh mendengar ucapan itu.
"Lo tahu bokap lo selingkuh dari siapa?" Reva melanjutkan ucapannya tadi dengan hati-hati.
Yang ditanyai hanya tersenyum tipis. Sangat tipis, seperti hanya sebuah kedutan di salah satu sudut bibir.
Yessa yang tadi masih menunduk, mulai mengangkat kepalanya, menatap Reva dan Asa bergantian."Kak Dira."
"Kak Dira dari?"
Yessa diam sejenak. Matanya menerawang langit-langit rumahnya, seperti sedang mengingat-ingat cerita Dira di bawah kepalanya.
"Waktu Mami hamil gue, dia baru kelas 5. Kata dia, dulu tuh, Papi bahagiaaa... banget tahu Mami hamil. Cuma, kata Kak Dira, di bulan ketiga, Papi mulai nggak temenin Mami cek kandungan. Alasannya sibuk," Yessa memulai ceritanya.
Kini, gadis itu terlihat menarik napas dalam untuk melegakan dadanya yang tiba-tiba terasa dihimpit.
"Jarang pulang ke rumah, bisa dua minggu sekali, bahkan sebulan, pernah Papi nggak pulang," suara Yessa mulai bergetar mengungkapkan itu. Hatinya ngilu jika mengingat cerita Dira.
"Dulu, Papi memang masih ngurusin peternakan ayam Kakek yang ada di perbatasan kota. Tapi, kata Kak Dira, sebelumnya, Papi selalu pulang setiap dua hari. Ya, kalian bayangin, kalau dinalar, istri lagi hamil, harusnya dia lebih sering pulang 'kan? Ini nggak. Kaya abai," kini ganti nada kesal yang keluar dari bibir Yessa.
"Tiap pulang, berantem. Sampai Kak Dira takut dan sering nyusul Mak Bin ke kamarnya minta peluk, sambil tutup kuping biar nggak dengar Mami sama Papi marah-marah," Yessa menyeka air matanya yang turun dari pucuk hidungnya. Perih hatinya semakin menjadi-jadi.
Cerita semacam itu, harus masuk telinganya pertama kali, saat ia masih duduk di kelas empat. Pikirannya masih sulit mencerna semua. Tapi ia paham waktu itu. Meski yang ia paham hanya Papinya jahat terhadap sang Mami.
![](https://img.wattpad.com/cover/354648123-288-k913148.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi Cerita Singkat di Twitter
FanfictionSaking gapteknya, saya pusing pakai aplikasi nulis lain. Susah pakai Medium dan kalau di screenshot narasinya, sering kepanjangan. Jadi, nanti mungkin, setiap saya gabut dan buat AU di Twitter, narasinya saya taruh di sini. Enjoy ya kawan.