Dira & Yessa: Bab 6 (2) - Temu

717 104 6
                                    

Dia menghentikan gerakan mengikat simpul tali blouse yang ia kenakan saat mendengar suara mobil masuk ke pekarangan rumahnya. Yessa tahu itu siapa, tapi dia tetap melangkah menuju balkon untuk memeriksanya.

Di bawah, mobil sang Papi telah terparkir sempurna. Dia bisa melihat Papinya keluar dari balik kemudi. Dia juga bisa melihat, Papinya berjalan memutar ke sisi mobil yang lain untuk sejenak berbicara dengan sosok yang mengisi jok mobil samping kemudi.

Yessa langsung mengalihkan pandangan saat menangkap tangan sang Papi menyentuh puncak kepala gadis itu. Ada iri yang menyelinap seketika. Namun, segera ia menggeleng, berusaha mengusir perasaan buruk itu. Dia tak boleh egois, anak perempuan tadi, juga berhak menerima perlakuan hangat dari Papinya.

Kakinya kembali ia langkahkan masuk ke dalam. Membereskan barang yang ingin ia bawa. Menyimpan kembali obat yang tadi ia minum, untuk segera turun. Sebab Dira dan Reva telah menunggu dirinya.

Namun, saat ia telah selesai dengan semuanya, pintu kamarnya diketuk. Ia tahu siapa. Maka dengan senyum bahagia, ia buru-buru membukanya. Dan, yap, itu Papinya.

"Papi!" Yessa langsung menghambur mendekap tubuh tegap sang Papi.

Dia peluk erat Papinya. Dia hirup dalam aroma tubuh Papinya yang seminggu ini tak menyapa indera penciumannya.

Di sana, dia merasakan sang Papi mencium puncak kepalanya berulang kali. Mencium kepala sampingnya beberapa kali. Dan mengusap punggungnya lembut berkali-kali.

"Yessa kangen banget, Pi," ungkapnya sembari melepas peluk.

"Papi juga. Besok Papi pulang kok."

"Besok jemput Yessa ya, Pi, pulang sekolah. Kita ke kedai baru Kak Dira, kemarin Papi nggak datang 'kan, pas peresmian?"

"Sembuh dulu, baru sekolah. Masih anget badan kamu."

"Abis dipeluk Papi, Yessa sembuh."

Papinya hanya tertawa sambil menepuk puncak kepala Yessa.

"Masuk dulu, Pi, Yessa mau peluk Papi lagi yang lebih lama, kalau berdiri pegel," pintanya.

Sang Papi belum menjawab. Gerakan memeriksa jarum jam pada arloji yang dikenakannya, menarik perhatian Yessa. Ia perhatikan mimik muka Papinya. Ada gurat khawatir di sana. Yessa paham penyebabnya. Yessa tahu, Papinya mengkhawatirkan waktu yang terus berjalan. Yessa mengerti, Papinya gelisah akan jadwal perlombaan Angel yang mungkin saja segera dimulai.

Hal itu membuat dirinya susah payah mengatur napas untuk menurunkan amarah. Bibir bawahnya sudah ia tekuk agar tak bergetar. Dan kedua tangannya ia satukan, ia kepalkan untuk memberi dirinya kekuatan.

"Pi, sebentar aja. Lima menit. Yessa kangen Papi. Mau peluk Papi."

***

Sementara di luar, Dira menyuruh Reva untuk memanasi mesin mobil yang masih di garasi. Reva manut, sebab ia tahu, Dira ingin menghampiri Angel yang tak turun dari mobil. Reva, cukup paham dengan silsilah keluarga calon kakak iparnya ini. Yessa pernah menceritakan pada dirinya. Pun Dira dan Malvino, Abangnya.

"Nanti langsung keluarin aja ya, Va, muat kok, Papi parkirnya mepet ini. Oh iya, kamu kalau mau bawa susu, ambil sendiri ya, di belakang, masuk aja, Mak Bin, udah pulang dari belanja."

"Gampang, Kak. Ya udah, gue ke garasi dulu."

Dira mengangguk, membiarkan Reva melenggang pergi ke arah garasi. Sedang dirinya, langsung berjalan menghampiri mobil sang Papi yang memang tak dikunci. Di sana dia langsung masuk ke bagian kemudi.

Ada keterkejutan yang Dira tangkap dari wajah Angel, adik tirinya. Anak SMP itu, terlihat salah tingkah. Punggungnya yang tadi sedikit turun saat duduk, menegak dengan cepat saat Dira masuk. Ponsel yang sedari tadi anak itu mainkan, layarnya sudah mati bahkan Angel letakkan di dashboard. Dira pun tersenyum saat mata mereka bertemu.

Narasi Cerita Singkat di TwitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang