"Ca?" panggil Vito.
Yessa yang merasakan Vito pindah duduk ke sampingnya, langsung meletakan ponsel di atas meja dan menoleh ke arah sang tuan.
"Kak Dira, balas kaya gitu tuh serius atau becanda ya? Abang ngeri," tanya Vito kemudian.
Spontan Yessa terkikik geli dengan pertanyaan penuh kekhawatiran dari pria yang ada di sampingnya ini. Pria yang saat ini sedang membelah takoyaki yang ada di hadapannya menggunakan sumpit.
"Ya lo sih, Bang, bercandanya apaan banget haha. Kesulut 'kan tuh, Kak Dira,"
"Ya namanya bercanda, Ca. Tapi kalau mau serius juga nggak apa-apa,"
Reflek Yessa memukul lengan atas Vito, "Nah 'kan?! Baru dibilang, udah bercanda lagi," tegur Yessa.
Hanya tawa yang kemudian Vito keluarkan di sana dan tak ada balasan lain berupa kalimat sanggahan atau persetujuan. Yessa hanya ikut tersenyum mendapati tawa yang Vito gemakan. Dia tersenyum menatap wajah samping Vito untuk beberapa jenak, sebelum ia buang perhatiannya pada takoyaki yang Vito dorong ke hadapannya.
Senyum yang tadi sempat ia pudarkan, kembali terkembang setelah melihat apa yang Vito lakukan. Yessa tidak kaget, karena ia pun sudah cukup sering makan berdua dengan pria ini. Vito tak pernah membiarkan Yessa makan dalam keadaan makanan masih sangat panas. Vito selalu melakukan suatu tindakan, agar makanan Yessa, suhunya menurun.
Seperti saat ini, takoyaki yang masih panas, Vito belah agar uap panas yang ada di dalam bola-bola berisi gurita itu, keluar. Vito belah, agar Yessa bisa langsung menikmati takoyakinya tanpa perlu meniupnya terlebih dulu.
"Makasih ya, Bang. Lo juga makan,"
"Suapin!"
"Dih? Patah tangan lo?"
"Jadi harus patah tangan dulu, baru kamu mau suapin Abang, Ca? Parah doain patah."
Yessa berdecak kesal atas jawaban Vito barusan. Semakin kesal karena dia tak bisa membalas untuk mengelak ucapan karyawan Papinya itu.
Namun, kekesalannya segera menguap, saat Vito tertawa sambil mengusap puncak kepalanya. Laki-laki itu meminta maaf atas bercandaannya barusan.
"Haha iya, nanti makan. Kamu makan bomboloninya dulu, sambil nunggu agak dingin. Atau mau nambah jajan?" tawar Vito kemudian.
Yessa menggeleng sambil menyodorkan satu donat isi yang ada di tangannya kepada Vito. Donat itu diterima baik oleh Vito dan dimakan segera oleh sang tuan setelah berterima kasih.
Ada senyum yang Yessa lempar. Lagi-lagi dia merasa dihargai oleh laki-laki ini. Vito memang jarang menolak pemberiannya. Tindakan seperti ini lah, membuat Yessa merasa dihargai. Yessa suka Vito yang tak pernah basa-basi menolak apapun yang Yessa sodorkan. Dan Yessa pun jadi tak pernah basa-basi menawarkan makanan atau yang lain kepada Vito. Penghargaan seperti ini, yang jarang Yessa dapatkan dari sang Papi.
"Mau jajan apa lagi? Mau makan berat nggak?" tanya Vito di sela-sela kunyahannya.
Yessa mendapat tatap tanya di sana. Dia belum menjawab, mulutnya juga penuh akan donat yang baru ia kunyah.
"Bakso enak kali ya, Ca," sambung Vito sebab Yessa tak kunjung memberikan jawaban.
"Tapi 'kan kamu tadi udah makan di sekolah. Kekeyangan nggak nanti?"
Yessa menatap Vito sambil tersenyum geli mendengar rentetan kalimat yang Vito lontarkan. Kalimat-kalimat yang belum ia jawab satu pun namun sudah disusul kalimat selanjutnya.
Ada balasan tatap yang Vito berikan di sana. Namun, pria itu tak berkata apa-apa, selain memandang Yessa dengan mimik heran. Yessa juga tak berucap apapun, membiarkan diam menyekat jarak wajah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi Cerita Singkat di Twitter
FanfictionSaking gapteknya, saya pusing pakai aplikasi nulis lain. Susah pakai Medium dan kalau di screenshot narasinya, sering kepanjangan. Jadi, nanti mungkin, setiap saya gabut dan buat AU di Twitter, narasinya saya taruh di sini. Enjoy ya kawan.