"Kirain nyewa yang indoor. Lo nggak apa-apa kepanasan?" tanya Reva yang telah duduk di luar lapangan basket tempat Asa dan yang lainnya bermain.
Yessa hanya menoleh sejenak untuk mengambil uluran botol air minum yang barusan Reva beli di dekat sana.
"Mahal kalau indoor, sayang duitnya kalau cuma buat fun game doang," jawab Yessa yang kemudian langsung meneguk minumnya.
Batuk yang masih hadir cukup sering, membuat dia harus membasahi tenggorokannya setiap kali batuk itu datang. Meski harus merasa kembung kemudian.
"Lo nggak apa-apa? Gue takut diomelin Kak Dira," Reva kembali bertanya. Raut wajahnya, khawatir, sebab ingat bagaimana mimik muka Dira saat ia mengusulkan untuk mengajak Yessa ke sini.
"Dih? Hahaha gue nggak selemah itu, kali. Kak Dira aja yang suka lebay. Dan bahkan, ini adem lho, Va, sedikit mendung dan banyak pohon," Yessa membalas dengan santai.
Dia tak paham, bagaimana Reva benar-benar merasa ketakutan sejak tadi.
"Gue main basket geh, bisa ini,"
"Gue tiup ubun-ubun lo!" ancam Reva.
Yessa hanya tertawa geli melihat bagaimana adik Vino ini mengancamnya. Yessa hanya tertawa membiarkan ancaman Reva melebur dengan udara di sana.
Mereka sengaja tidak masuk ke dalam lapangan. Memilih untuk menonton dari luar. Dari lokasi yang sedikit sejuk, sebab terhalang oleh rindangnya pepohonan yang mengelilingi dua lapangan basket yang dua-duanya terisi.
Yessa melambaikan tangan saat Asa mendekat ke arah pembatas yang menjulang tinggi mengelilingi lapangan.
"Sini! Masuk! Main sebentar!" teriak Asa yang kemudian diikuti teman-temannya yang lain.
Yessa menolak dengan sopan. Dengan alasan yang tak bisa mereka bantah. Reva hanya diam, memperhatikan bagaimana Yessa tertawa setelah diejek Asa dari dalam sana, sebelum gadis itu melanjutkan permainannya.
Mereka kembali diam. Tak ada yang sama sekali membuka percakapan. Yessa terlarut dalam permainan yang ia tonton, Reva membagi pikiran antara permainan dan calon saudara iparnya.
Beberapa kali, dia memperhatikan Yessa yang terlihat bahagia, kesedihan yang tadi bergumul di mata indahnya sana, seketika menguap entah ke mana saat mereka mulai duduk di sini. Namun, tak lama dari situ, ia membaca kiriman yang dibuat Yessa di salah satu sosial media. Ia jadi yakin, sedih yang ada pada diri Yessa, bukan menguap, melainkan, perempuan ini timpa dengan senyum bahagia yang selalu dipamerkannya.
"Lo ingat nggak, dulu kita sering banget cerita, hampir setiap hari," ucap Reva tiba-tiba.
Pandangannya ia buang ke depan. Tak sama sekali menoleh ke arah Yessa yang kini sudah menoleh heran pada lawan bicaranya.
"Ya... Gue sih nggak bisa kasih nasehat apa-apa, soalnya lo pasti tahu, hidup gue aja masih perlu banyak dikasih nasehat kan hahahaha. Tapi, kalau lo mau mah, gue siap, Sa, dengerin lo cerita-cerita kaya dulu," sambungnya.
Yessa tertawa singkat mendengar pinta Reva. Sambil melepas jaket Dira yang ia pakai, dia menoleh pada Reva, "Cerita apa? Cerita nabi-nabi?"
"Monyet!" kesal Reva.
Sedang Yessa kembali tertawa, hanya jawaban itu yang melintas di kepalanya.
Namun, segera ia hentikan. Ia ganti gelak tawa itu dengan senyum tipis yang ia ukir di wajahnya.Seraya menunduk, ia lepas napas, "Gue kurang sering apa coba, cerita sama lo sama Asa? Hampir tiap saat, gendang telinga kalian juga dengerin ocehan gue. Kagak bosen?" kali ini, Yessa bertanya dengan muka serius kepada Reva.
Reva mendengus, sedikit kesal dengan kalimat yang Yessa lontarkan barusan.
"Coba lo tanya Asa, kapan terakhir kali lo cerita-cerita?"
"Coba lo tanya Asa, sarapan apa dia tadi pagi, di mana dia terakhir nyimpen dompetnya?"
Kali ini Reva tertawa atas pertanyaan Yeesa, lupa jika kawannya satu itu, orang paling pelupa dan ceroboh yang pernah ia kenal.
"Nunggu Asa kelar. Ada yang mau gue ceritain. Tapi gue main bentar."
"Nggak usah macem-macem Yessica! Lo mau gue dikepret sama Kak Dira?" omel Reva.
"Urusan Kak Dira, gampang. Asal lo nggak cepu mah aman," jawab Yessa santai.
Ia sudah mulai menggulung lengan blouse yang ia kenakan. Lantas berdiri sambil memberikan jaket milik Dira yang ia bawa kepada Reva.
"Keras banget pala lo!"
"Haha santai lah, Va. Nanti kalau udah capek, gue balik ke sini. Bye!" pamit Yessa yang langsung berlari ke arah pintu masuk lapangan, mengingkari ucapannya beberapa menit tadi.
Mengingkari janjinya pada Dira, demi menimpa rasa sedih yang tiba-tiba menyergap dadanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi Cerita Singkat di Twitter
FanfictionSaking gapteknya, saya pusing pakai aplikasi nulis lain. Susah pakai Medium dan kalau di screenshot narasinya, sering kepanjangan. Jadi, nanti mungkin, setiap saya gabut dan buat AU di Twitter, narasinya saya taruh di sini. Enjoy ya kawan.