Dira & Yessa: Bab 7 (1) - Mendung

619 78 0
                                    

"Tumben mellow banget dia, Kak?" tanya Reva setelah duduk di hadapan Dira usai mengambil dua botol air putih dari bar kasir kedai ini.

Dia menyodorkan botol minum yang telah ia buka pada Dira, sebelum kembali menoleh sebentar pada Yessa yang memilih duduk terpisah dengan mereka berdua.

"Udah dibuka, Kak,"

"Makasih, Va,"

Dia belum menjawab pertanyaan Reva. Dia memilih untuk membasahi terlebih dahulu tenggorokannya yang terasa kering. Rasanya agak percuma, setelah meminum beberapa tegukan, ia masih saja kesulitan untuk menelan air liurnya sendiri. Tenggorokannya terasa tercekat, perih sangat, terus-terusan menahan tangis sepanjang kunjungannya ke makam sang Mami tadi.

Hatinya kali ini benar-benar tersayat melihat bagaimana sang adik tersedu di pusara Maminya tadi. Padahal, Yessa sendiri yang selalu mengatakan untuk tak boleh sedih ketika berkunjung. Namun, Yessa sendiri pula yang melanggar aturannya.

Meski ia tahu, Yessa tak mungkin tidak sedih. Setiap usai berkunjung, anak itu akan terdiam selama perjalanan pulang. Terdiam menatap jalanan melalui jendela samping. Terdiam, namun tidak menangis sama sekali.

Tapi, kali ini beda. Anak itu, bahkan sudah berkaca-kaca, saat Reva mulai memutar stir mobil untuk masuk ke area pemakaman. Yessa sudah mulai menangis dalam diam, saat tungkainya terayun ke arah makam sang Mami. Dan gadis itu, mulai tersedu-sedu saat terpejam memanjatkan doa hingga tabur bunga sebelum pulang.

"Kalau lagi sakit, hatinya sensitif," jawab Dira sekenanya sembari membalas tatap Reva.

"Kangen banget kayanya ya, Kak?"

Dira tersenyum tipis dan mengangguk, "Seminggu Papi nggak pulang, kayanya gara-gara itu juga."

Ada raut keheranan yang Reva tunjukkan pada Dira saat ini. Dahinya berkerut, alisnya bahkan hampir bertaut.

"Bahkan, Papi nggak ngabarin kalau mau nginep seminggu. Dan bahkan, peresmian kemarin, dia nggak datang. Entah ada urusan apa di sana," lanjut Dira sebelum Reva bertanya akan alasan dari kalimat Dira sebelumnya.

"Tadi Om ke rumah, Kak Dira yang minta?" Dira mengangguk usai meminum kembali air mineralnya.

"Tapi cuma kaya mampir," imbuh Reva dengan menakan kata terakhir.

Lagi-lagi Dira menggerakkan kepalanya tanda setuju, "Dia mau antar Angel lomba."

"Oh... pantes."

Tak ada lagi percakapan setelah itu. Reva sibuk memakan beberapa kue basah yang Dira minta dari pegawainya. Dira sendiri, sedang membalas pesan Vino yang sedari tadi ia abaikan.

"Kak, misal gue ajak Yessa jalan-jalan, boleh?" tanya Reva hati-hati.

Dira yang tadi menunduk, langsung mendongak dengan pandang tak bersahabatnya.

"Jangan aneh-aneh, Va," balasnya dengan nada dingin.

Reva hanya memamerkan senyum kikuknya sambil mengusap tengkuknya salah tingkah.

"Ya... Biar dia nggak murung, Kak," Reva masih berusaha meminta izin.

Dira diam. Tatap matanya beralih melihat Yessa yang masih terdiam di meja tepi jendela dengan sebotol air yang sudah sisa setengahnya.

"Jalan ke mana?"

"Anu... Tadi dia cerita, si Asa chat dia, katanya juniornya ngajakin main basket."

"Nggak us—"

"Nonton doang nonton doang, nggak main," sergah Reva cepat, sambil mengangkat kedua tangan seperti orang menyerah, sebelum Dira marah. Ada kepanikan di wajah Reva sekarang.

"Yessa suka banget main basket atau nonton basket, Kak. Kali aja bisa hibur dia. Sparing paling sebentar, abis itu gue ajak pulang, sekalian deh ajak Asa ke rumah lo, biar Yessa ada temannya. Lo harus di kedai 'kan?"

***

Narasi Cerita Singkat di TwitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang