[ Area 15+]
[Sequel dari Sera's Transmigration: Perfect Mother]
[Cerita ini akan mendetailkan tokoh Alrik]
[Disarankan baca Sera's Transmigration: Perfect Mother terlebih dahulu sebelum membaca cerita ini]
Dua hari sepeninggalan Sera dari dunianya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bulan membantu Sera memapah tubuh lemas Alrik ke apartemen Sera. Suhu tubuh Alrik terasa lebih baik dari sebelum pertama kali mereka bertemu di kantor polisi.
"Aku akan langsung pulang. Sepertinya Ayah harus mengerjakan sesuatu." Ujar Bulan sesampainya mereka di depan pintu apartemen Sera yang tertutup rapat.
"Terimakasih, aku akan merepotkan kalian berdua mulai sekarang."
"Jangan khawatirkan apa pun, aku pamit. Hei bocah! Cepatlah sembuh."
Alrik menghindari sentuhan Bulan di puncak kepalanya. Mata sayunya menatap mendelik pada perempuan yang baru dia temui ini. Perempuan yang tadi berperan sebagai Ibunya.
"Jangan mendelik pada ku. Mulai sekarang aku Ibu mu." Bulan tersenyum sinis menatap wajah kusut Alrik. Setelahnya perempuan itu melenggang pergi setelah mengusap hangat lengan Sera.
Sera menekan kuncian pintunya. Membawa tubuh mereka masuk ke dalam rumahnya. Helaan napas dalam berhembus dari hidung mancung Sera. Dia jadi menyesal tidak merawat apartemen nya dengan baik.
"Tidur di sini. Aku akan mengambil kompresan. Kau lapar?" Sera merebahkan tubuh Alrik di sisi ranjang.
"Aku haus."
Sera mengangguk mengerti. Kakinya melangkah menuju dapur. Mengambil air dingin untuk kompresan, air dingin di gelas beling, dan bubur cepat saji yang baru saja dia seduh matang. Lalu membawanya kembali ke kamarnya.
"Belum pernah aku melihat mu sekacau ini. Aku jadi bingung ingin memulainya dari mana."
Alrik tak menjawab. Matanya setia terpejam walaupun dia tak benar-benar tidur. Sera memeras handuk kecil di dalam baskom kecil. Menyampirkannya di kening Alrik. Tangannya membawa segelas air ke dekat bibir Alrik. Membantu remaja itu membasahi tenggorokannya yang selalu terasa kering.
"Makan dulu ya?"
Alrik menggeleng menolak. Dia hanya ingin istirahat sekarang. Tubuhnya terasa lemas tak bertenaga.
"Perut mu itu harus diisi. Ayo makan, baru tidur lagi."
Karena desakkan Sera mau tak mau Alrik membuka kelopak matanya. "Aku senang bertemu dengan mu lagi."
Sera tercenung sesaat. Dia juga merasa senang karena pertemuan tak terduga ini. Namun sepertinya mereka harus menghadapi beberapa hal nantinya.
"Aku juga. Tapi akan lebih baik lagi jika aku yang kembali ke dunia mu dan menetap lagi di raga Azura."
Alrik menggeleng menyanggah ucapan Ibunya. "Aku lebih suka dengan penampilan asli mu ini. Rasanya berkali-kali lipat lebih nyata. Jadi aku tidak merasa bingung lagi. Saat kau masih ada di raga Ibu Azura, aku bingung."
"Bingung kenapa?"
"Entah. Hanya bingung saja. Jadi aku bersyukur, bahwa aku yang ternyata terlempar ke dunia mu."
"Kau benar-benar tidak mau makan?" Tanya Sera setelah cukup lama terdiam.
"Tidak lapar Mama."
"Baiklah. Aku tidak akan memaksa. Kau memang keras kepala. Saat merasa lapar bilang, aku akan membuatkan mu makanan baru."
Alrik mengangguk. Tangannya mengambil satu tangan Sera. Memainkan jari jemari Sera dengan manja. Terlihat seperti seorang anak yang meminta dimanja oleh Ibunya. Sera sendiri hanya diam memperhatikan.
Walaupun keadaan yang mereka hadapi ini sangat berbeda, namun anehnya tak ada rasa canggung atau risih yang Sera rasakan. Hanya ada rasa hangat di hatinya merasakan gerakan tangan Alrik di jari jemarinya.
"Keadaan Elio, Aruna, dan Aluna bagaimana di sana?"
"Mereka semua terlihat baik. Walaupun sebenarnya sama tersiksanya seperti ku. Aruna berkali-kali mencoba menguatkan ku, Aluna terlihat mencoba menerima kembalinya jiwa Ibu Azura di raga perempuan itu. Sedangkan Elio, dia dan aku banyak bertengkar."
Sera mengangguk mengerti. "Aku tahu itu. Hal itu tak terasa aneh bagi ku."
Karena di dunia novel, Elio dan Alrik memang selalu berselisih paham.
"Kau tidak merindukan Ayah? Kenapa tidak bertanya keadaannya?"