☄️ SEPULUH ☄️

4.3K 343 35
                                        

☄️☄️☄️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☄️☄️☄️

Jika memang tebakannya benar, apa itu artinya Alrik akan bersekolah di sekolah yang sama dengan Sean?

Sera mengalihkan tatapannya ke sebuah amplop berkas berwarna coklat. Tangannya membuka amplop itu, mengeluarkan lembaran-lembaran kertas dari dalamnya.
      
Ada cukup banyak kertas yang tersimpan di sana. Entah kertas apa. Satu persatu semua kertas itu Sera baca. Dan dapat dia simpulkan, bahwa itu adalah data diri Alrik selama dia tinggal di dunia nyata.
      
"Mustahil," Gumam Sera menatap berlembar-lembar kertas yang dia jajar rapih di atas meja rias.
      
"Apanya yang mustahil?" Tanya Alrik. Dia masih bingung dengan kertas-kertas itu.
      
"Kau tak tahu isi kertas-kertas ini?"
      
"Tidak. Semuanya tampak membingungkan."
      
"Ini data diri mu selama kau berada di dunia nyata. Ada ijazah sekolah, surat pindah pendidikan mu dari kota lain ke kota ini, transkip nilai-nilai rapor mu, juga hak wali atas diri mu. Semuanya... Ada di sini."
      
"Apa?! Benarkah? Ini semua data-data diri ku yang palsu? Siapa yang membuatnya? Mama, aku tak pernah membuat barang-barang ilegal ini. Sungguh." Alrik sudah ketakutan sendiri. Bagaimana pun dalam pikirannya, yang ada di depannya saat ini adalah kertas-kertas ilegal yang dapat merugikannya kelak.
       
Sera abaikan seruan heboh penuh panik itu. Dia terlalu fokus membaca dua nama asing di lembar surat wali atas Alrik. Nama siapa ini? Dia tidak mengenalnya.
      
"Apa lagi? Kenapa wajahmu begitu? Ada sesuatu yang aneh lagi? Apa lagi sekarang?"
      
Sera memejamkan matanya. Kenapa dia merasa tingkat kecerewetan Alrik meningkat pesat?
      
"Tenanglah. Aku tidak bisa fokus Alrik." Desah Sera mencoba sabar.
      
"Baiklah." Dan si anak hanya menurut tanpa banyak bicara lagi.
      
"Kau mengenal dua nama ini?"
      
Alrik menatap huruf-huruf yang Sera tunjuk. "Siapa itu? Aku tidak kenal mereka."
      
"Mereka orang tuamu Alrik. Tertulis begitu di sini." Gumam Sera. Sebagian dari hatinya merasa tak suka dengan kertas penting ini.
      
"Bagaimana bisa? Lalu... Aku harus bertemu mereka? Mereka yang akan menjadi orang tuaku selama aku di dunia ini? Lalu bagaimana denganmu? Kau kan orang tuaku yang sebenarnya."
      
Alrik juga merasa tak terima dengan hal-hal yang tertulis di selembar kertas itu. Dia merasa posisi Sera dan Eidef tersingkir dengan dua nama itu.
      
"Bagaimana caranya kita tahu siapa mereka?" Gumam Sera. Giginya menggigit kuku-kuku jarinya, berpikir keras mencari jawabannya sendiri.
      
"Untuk apa dicari tahu? Biarkan saja. Aku juga tidak peduli." Ucapan tak menyenangkan Alrik menarik perhatian Sera.

"Apa maksudmu? Ini penting untukmu. Hidupmu bergantung pada keduanya, kau tahu?"
      
"Tidak tahu, tidak mau tahu. Kepalaku pusing, aku pinjam dulu kamarmu."
      
Alrik benar-benar berjalan menuju kasur. Merebahkan dirinya lalu memejamkan matanya rapat-rapat. Dia tidak suka pembicaraan ini. Belum lagi, tubuhnya masih sedikit terasa lemas.
      
Sera mendesah lelah. Banyak sekali yang harus dia urus mulai dari sekarang. Dan semua urusan itu menyangkut diri Alrik. Sera membenahi semua barang-barang di atas meja riasnya. Memasukkannya kembali ke dalam tas hitam Alrik. Otaknya terlalu ruwet memikirkan semua ini.
      
"Jika lapar bilang aku. Nanti ku masakan sesuatu untukmu. Mengerti anak nakal?"
      
Tak ada jawaban dari Alrik. Entah anak itu pura-pura tidur atau memang benar-benar tidur, Sera tidak tahu. Sera beranjak dari duduknya. Berjalan ke tepian kasur, lalu mengukur suhu tubuh Alrik dengan punggung tangannya.
      
Hangat. Suhunya meningkat.
      
"Pusing sekali? Tubuhmu sakit? Bagian mana yang sakit? Beritahu aku."
      
Mata itu masih setia terpejam. Tak menggubris ucapan cemas Sera. Sera menarik tangannya kembali. Kali ini berjalan mengambil kotak P3K dari dalam lemari meja rias. Dia belum sempat mengobati luka-luka Alrik.
      
Gadis itu duduk di tepian kasur. Membersihkan luka-luka di wajah Alrik dengan cairan antiseptik, lalu mengoleksinya dengan obat merah.

Not A World To Live In (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang