☄️ DUA PULUH EMPAT ☄️

2.9K 256 25
                                        

Pagi ini tak seperti pagi biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini tak seperti pagi biasanya. Rumah Semesta ikut serta menampung Ana yang tiba-tiba kekeh ingin menginap selama beberapa hari ke depan.

Tujuan wanita itu menurunkan egonya meminta izin menginap di rumah mantan suaminya sendiri adalah Alrik.

Keberadaan anak itu selalu menarik Ana untuk mendekat. Memperhatikan. Lalu mempelajari dan masuk lebih dalam ke dalam dunia Alrik Leander yang dia kenal sebagai cucunya dari masa depan.

Wajah Sera sudah menekuk kesal sejak bangun tidur. Tapi gadis itu masih tetap menyajikan sarapan untuk anaknya. Sekalian untuk penghuni rumah lainnya. Menu pagi ini tetap nasi goreng. Menu kesukaan Alrik. Bedanya, ditambahkan dengan sayur sop ayam kesukaan Ayahnya.

Ana tertegun di duduknya. Agak sedikit tidak mempercayai waktu yang terus maju. Ada waktu berharga yang tak seharusnya dia lewatkan namun dia lewatkan. Waktu yang tidak bisa diputar kembali.

Anaknya sudah dewasa. Dewasa tanpa pengawasannya. Miris sekali kehidupan Sera Anatasya.

"Ibu tidak ingin pulang? Tidak malu pada para pekerja? Ibu dan Ayah sudah bukan suami istri. Tidak seharusnya tinggal bersama." Sera memulai percakapan ditengah suasana syahdu ini dengan ucapan tajam.

"Kenapa kau yang repot? Ayahmu saja baik-baik saja dengan kedatanganku."

"Tidak. Kata siapa? Ayah hanya tidak enak jika mengusir Ibu dari anaknya."

"Sok tahu sekali. Alrik, makanlah. Makan yang banyak. Pagi ini biar Nenek antar sekolah ya?" Bibir yang terpoles lipstik merah itu tersenyum lembut pada cucunya yang duduk tepat di sampingnya.

"Tidak. Aku akan menjemput seseorang. Ibu, aku akan berangkat sekolah sendiri." Tatapan anak itu kini tertuju pada Sera yang duduk tepat di seberangnya, meminta izin.

"Ingin menjemput siapa?"

"Talitha."

Sera hanya mengangguk singkat. Tak ada alasan untuknya tak memberi izin Alrik.

"Bagaimana lenganmu? Masih sakit? Nanti jangan lupa bawa kompresan instan. Pakai juga headband mu."

"Okay, Mama." Senyum cerah terbentang di bibir Alrik.

"Little uncle, boleh aku pinjam si hitam lagi?" Tatapan itu kini memelas menatap Sean. Si hitam yang dia maksud adalah motor milik Sean yang berwarna hitam. Motor yang dia gunakan untuk mengantar Talitha pulang kemarin.

"Pakai saja. Jangan sampai lecet. Jika lecet kau akan tahu akibatnya."

"Okay!" Anak itu berseru senang.

"Kau suka motornya Alrik?" Ana bertanya pada Alrik.

"Ya. Motor Paman terlihat keren. Aku menyukainya." Balasnya ringan dengan senyum simpul.

"Kau mau motor seperti itu?"

Sera sudah bersiap dengan jawaban yang akan anaknya berikan. Ibunya ini, memang senang sekali memancing keributan. Semenjak kedatangan Alrik, Ana jadi suka sekali ikut campur pada dunianya.

"Mau. Tidak ada alasan untuk menolak barang bagus seperti itu. Ya kan Mama?"

Ini sih jelas sekali turunan darinya. Ya dirinya yang asli. Sera Anatasya. Si gadis pecinta uang dan barang gratisan.

"Kalau begitu beli saja!"

"Ayo beli jika kau mau!"

Seruan kelewat semangat itu datang dari dua orang berbeda namun dalam waktu bersamaan. Dari sepasang mantan suami istri yang kini saling tatap dengan tatapan yang sama-sama terkejut.

Nah kan. Sera tahu hal ini akan berulang. Kemanjaan yang akan membuat Alrik semakin besar kepala.

Not A World To Live In (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang