☄️ TUJUH BELAS ☄️

3.9K 293 33
                                        

☄️☄️☄️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☄️☄️☄️

Pagi-pagi sekali. Dapur sudah terdengar cukup sibuk. Para pekerja yang biasanya sibuk membuat sarapan kini hanya berdiri diam memperhatikan nona muda mereka berkecimpung dengan bahan-bahan masakan.
      
Tangan gadis itu tampak lihai menggunakan pisau dan alat-alat lainnya. Mereka baru tahu Sera gadis yang cerdas bukan hanya dalam dunia akademik saja.
      
Tap... Tap... Tap...
      
Langkah Semesta memelan seiring mendekatnya dia pada dapur. Wangi makanan kali ini tampak berbeda dari hari sebelumnya. Matanya mengedar bingung menatap para pekerjanya yang hanya berdiri memperhatikan satu objek.
      
Sampai akhirnya langkahnya berhenti sepenuhnya kala matanya menangkap punggung semampai yang tengah membelakanginya menghadap kompor.
      
"Pagi Pak," Sapa kepala pelayan.
      
"Apa yang kalian lakukan? Kenapa malah anakku yang masak?"
      
"Nona Sera bersikeras untuk membuat sarapan untuk Alrik."
      
"Begitu?" Senyum Semesta merekah seiring kakinya melangkah lebar melongok masakan buatan Sera.
      
"Kau masak apa Sera?"
      
"Kaget astaga!" Sera berjingkat kaget. Beruntungnya dirinya tak melempar spatula di tangannya.
      
"Apa yang baru saja Ayah lakukan?" Deliknya pada Semesta yang berdiri di belakangnya.
      
"Hanya bertanya. Mengagetkanmu? Ayah minta maaf." Semesta menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
      
Sera menghela napas dalam. Melihat tingkah Semesta yang seperti ini membuatnya kembali mengingat Eidef. Ini kenapa dirinya lebih memilih tinggal sendiri.
      
"Kau bisa masak? Sejak kapan? Ayah baru tahu."
      
"Sudah sejak lama. Kenapa kalau Ayah tahu?"
      
"Tidak apa. Hanya ingin tahu saja. Omong-omong di mana Alrik? Dia belum bangun?"
      
Sera kembali mengaduk masakannya. Nasi goreng, masakan kesukaan Alrik. "Sudah bangun. Mungkin sedang berolahraga. Hobinya olahraga."
      
"Kau bahkan tahu hobinya? Padahal dia baru datang kemarin?"
      
"Mudah bagi seorang Ibu mengetahui hobi anaknya. Dan mudah bagiku mengetahui hobi anakku." Gumam Sera. Menjaga suaranya untuk tetap rendah agar tak didengar para pekerja.
      
Sejenak Semesta tertegun. Mudah bagi orang tua mengetahui hobi anak mereka? Namun, kenapa hal itu tidak berlaku baginya?
      
"Tapi... Aku selalu merasa kesulitan untuk mengetahui hobimu dan Sean."
      
"Itu karena Ayah tidak pernah mau mencari tahu."
      
"Tidak. Bukan itu."
      
Sera diam. Menunggu kelanjutan ucapan Semesta yang menggantung.
      
"Ayah mencoba mencari tahu hobimu berkali-kali. Tapi tetap tidak tahu. Karena kau selalu mengunci diri di kamarmu. Dan melarikan diri ketika melihat Ayah. Ayah merasa kau menutup diri dari Ayah. Karena itu Ayah tak tahu apa pun tentangmu."
      
Sera kembali terdiam. Kali ini lebih lama. Sera tercenung mendengar isi hati Ayahnya.

"Ayah... Tidak pernah tertinggal dari duniaku."
      
Gumaman bernada rendah itu sedikit menenangkan hati Semesta. Senyumnya sedikit merekah dengan sorot mata yang kembali cerah.
      
"Sudah matang. Ayah mau mencoba masakanku?" Sera mematikan kompornya.
      
"Tentu!" Tangannya menggapai piring putih. Memberikannya pada putrinya saat Sera kesusahan untuk menggapainya karena terhalang tubuhnya.
      
"Ayah akan memanggil Alrik. Lalu menelpon Sean. Katanya dia sudah jalan ke sini, tapi tak sampai-sampai."
      
Sera tersenyum kecil mendengar laporan Semesta yang seharusnya tak perlu dia ketahui.
     
Tok... Tok... Tok...
      
Kegiatan olahraganya terhenti. Alrik menoleh pada daun pintu yang baru diketuk dari depan.
      
"Alrik, boleh aku masuk?"
      
Alrik mengambil handuk kecilnya. Menyeka keringat di tubuh bagian atasnya, memakai kaos oblong nya, lalu berjalan membukakan pintu. Ditatapnya penuh tanya Semesta yang berdiri dengan wajah cerah di depannya.
      
"Ibumu benar. Kau sedang olahraga."
      
"Ya. Lalu? Kakek butuh sesuatu?"
      
"Ayo ke ruang makan. Kita sarapan bersama. Ibumu memasak sarapan. Ini kali pertamanya Kakek mencoba masakannya. Hahahaha!"
      
Alrik tersenyum. Seakan ikut merasakan kebahagiaan yang pria di depannya ini rasakan.

Not A World To Live In (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang