☄️ EMPAT BELAS ☄️

3.6K 293 5
                                        

☄️☄️☄️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☄️☄️☄️

Sekarang keempatnya duduk di sofa ruang tamu. Cukup lama suasana hening. Mereka semua tengah mencoba untuk menghadapi keadaan dengan kepala dingin.
      
"Aku berjanji pada kalian semua, aku akan mempertemukan kalian dengan Ayahku saat waktunya tepat." Ujar Alrik masih tetap meyakinkan semua orang di ruangan ini.
      
"Kenapa kau seakan menyembunyikan keberadaan orang itu?" Tanya Semesta.
      
"Karena aku ingin pertemuan pertama Mama dengan Ayah di saat momen yang tepat dan dititik yang terbaik."
      
Bagi Sera sekarang rangkaian kebohongan Alrik sudah kelewatan. Sampai dirinya ingin sekali pergi dari ruangan ini.
      
"Kau bukan anak haram kan? Anakku tidak membuatmu karena sebuah kesalahan kan?" Cecar Semesta pada Alrik.
      
"Aku lahir di tengah-tengah pernikahan yang suci. Kehadiranku pun diinginkan oleh keduanya. Aku lahir dari cinta yang tulus."
      
"Lalu kenapa Sera dan Ayahmu bisa bercerai?" Tanya Semesta tak habis pikir.
      
"Karena keduanya terlalu saling mencintai. Cinta itu lah yang melukai mereka. Tapi Kakek, sepertinya kau tidak menyukai ku. Tatapan mu itu kenapa terlihat menyebalkan? Seperti tatapan Little Uncle."
      
Semesta terbelalak mendengarnya. "Kata siapa aku tidak menyukaimu? Memangnya aku bilang begitu? Kehadiran mu sudah ku dambakan sejak lama asal kau tahu!"
      
Sekarang Alrik yang terbelalak. "Benarkah? Lantas kenapa dengan tatapan mu kepada ku? Kau juga daritadi mencecar ku terus."
      
"Siapa yang tidak terkejut melihat cucu dari masa depannya datang mengunjungi?"
      
"Ahh... Benar juga." Alrik menggaruk kepalanya yang tak gatal.
      
"Siapa nama lengkap mu? Kapan kau lahir? Seperti apa aku di masa depan? Apa hubungan ku dengan anak-anak ku membaik? Apa aku memperlakukan mu dengan baik? Bagaimana keadaan kita semua di masa depan?"
      
Sejenak Alrik terdiam. Sedikit tercenung mendengarnya. Bagaimana ya? Dia tidak pernah menemui Semesta di masa depan. Karena Semesta tak pernah menjadi tokoh di dunia novelnya. Ini kali pertama dia menemui Kakeknya.
      
"Kau... Sangat baik."
      
Itu kebohongan besar yang Alrik ciptakan. Karena sejujurnya pun dia tak yakin hubungan Ibu dengan Kakeknya bisa membaik. Dalam novel Sera, gadis itu terlalu menggambarkan hubungan buruk antara Azura dengan orang tua perempuan itu.
      
"Benarkah?" Semesta berbinar senang. Itu adalah suatu kabar membahagiakan untuknya.
      
"Ya. Kau memperlakukanku dan ketiga saudaraku dengan sangat baik. Hubunganmu, Ibu dan, Little Uncle juga membaik. Kita hidup saling membutuhkan dan menguntungkan. Aku suka kehidupan sederhana seperti itu. Rasanya sangat damai di sini." Alrik mengelus dada kirinya dengan senyuman yang membuat Sera merasa tertegun.
      
Rasa bersalah itu mampir lagi. Menciptakan sesak yang tiada tara. Tatapan sendu penuh harap itu terlihat sangat putus asa di mata Sera. Sampai saat ini dia hanya bisa mengucapkan maaf terus menerus dalam hati.
      
"Nama lengkap mu Alrik Leander. Kakek, aku senang bisa melihat mu di masa ini. Kau tapak lebih bersinar. Aku berharap kita bisa bermain bola bersama seperti di masa depan nanti. Kau bahkan tak pernah absen mengajak ku jalan-jalan sore. Walaupun selalu dimarahi oleh Mama."
      
Stop. Hentikan. Sera sudah tidak kuat mendengarnya lebih jauh lagi. Dia hanya bisa menunduk sambil membiarkan air matanya jatuh membasahi pipi.
      
"Kau bilang... Tiga saudara mu yang lainnya?" Semesta tampak tak percaya. Namun ada sedikit harap di tatapannya.
      
"Iya. Mama dan Ayah memiliki empat anak. Dua laki-laki, dua perempuan."
      
"Benarkah?" Binar sendu itu kembali di tatapan Semesta.
      
"Aku adalah anak kedua mereka. Anak pertama mereka Elio, dia orang yang bijaksana. Anak ketiga mereka Aruna, dia orang yang luar biasa sabarnya. Anak keempat mereka Aluna, dia orang yang selalu menebarkan kehangatan dan keceriaan di keluarga kami. Kau... Mungkin akan bertemu dengan mereka di masa depan."
      
"Sudah. Hentikan. Aku tidak mendidik mu untuk menjadi seperti ini Alrik. Hentikan." Sela Sera dengan gumaman.
      
"Tapi Kakek sangat penasaran." Ujar remaja itu.
      
Sera mendongak. Menatap Alrik dalam dengan wajah basah. "Kau tidak kasihan pada ku? Mau sampai kapan menyiksa hati ku begini? Hmm? Aku akui, aku memang jahat dengan menciptakan neraka dunia di keluarga mu. Tapi haruskah melampiaskannya di depan ku begini? Di saat seperti ini?"
      
Alrik balas menatap dalam tatapan itu. "Aku tidak berniat menyiksa hati mu. Tapi jika kau merasa begitu, aku minta maaf."
      
"Tentang Ayah mu, jangan bicarakan dia lagi di hadapan ku. Mengerti?"
      
"Tapi Ayah sungguh ada di sini. Aku berjanji untuk mempertemukan kalian berdua."
      
Sera menghela napas dalam. Kedua tangannya menggeremat rambutnya sendiri, lalu melepasnya seiring beranjaknya dia dari sofa. Kaki jenjangnya melenggang meninggalkan ruang tamu.
      
"Kau mau kemana Sera?" Suara Semesta menghentikan sejenak langkah kakinya.
      
"Masak. Alrik belum makan siang."
      
"Kita makan di luar." Ucapan itu kembali menghentikan langkah Sera.
      
"Kalian berdua tinggalah di rumah Ayah. Ayah tak bisa membiarkan kalian tinggal berdua tanpa pengawasan orang dewasa." Lanjut Semesta.
      
Alrik menatap Sera yang masih menatap Semesta dengan tatapan lurus. Apapun keputusan Ibunya, Alrik akan ikuti.
      
"Aku tidak leluasa tinggal bersama Ayah. Jujur saja, rasanya masih tetap canggung."
      
Jawaban putrinya membuat napas Semesta tercekat sejenak. "Kalau begitu biar Alrik tinggal bersama ku. Kau boleh mengunjunginya di rumah ku kapan saja. Tapi anak ini, tidak boleh berkunjung ke apartemen ini untuk menemui mu tanpa sepengetahuan ku."
      
Sera terdiam lama. Jika begini maka dia tidak bisa. Dia tidak lagi mau berpisah dari anaknya.

Not A World To Live In (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang