☄️ SEBELAS ☄️

3.9K 334 40
                                        

☄️☄️☄️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☄️☄️☄️

Wajah Anatasya berubah pias. Lama tak bertemu dengan putrinya, membuat Anatasya tampak sangat tak mengenali putrinya sendiri.
     
"Apa maksudmu?" Tanyanya kemudian.
      
Sera tersenyum samar. Sangat samar. "Baru kali ini, kau bertanya lebih jelas apa maksud dari ucapanku. Setelah 18 tahun waktu berlalu."
      
Deg!
      
Napas Anatasya tercekat di tenggorokan. Rasanya, bagai ada batu besar yang menyangkut di tenggorokannya. Anatasya kesulitan bernapas dengan benar.
      
"Abaikan saja apa maksudku. Jika saja anak ku tak muncul seperti ini. Aku pasti sudah langsung kembali ke Korea."
      
Tap! Tap! Tap!
      
Sera kembali melenggang pergi. Namun kali tidak seperti sebelumnya. Anatasya ikut melenggangkan kakinya mengejar putrinya.
      
Tap!
      
Satu tangannya menepuk pundak Sera. Menghentikan langkah kaki anaknya. Sentuhan ini, jujur, rasanya sedikit menggertak hati Sera. Sentuhan yang sudah lama sekali tak dia rasakan.
      
"Ada apa lagi? Bukankah kau sibuk pada anakmu? Sana. Kembalilah padanya, dia pasti sedang menunggumu."
      
"Sedari tadi, kau selalu membicarakan anak. Benarkah kau sudah menikah? Biarkan aku bertemu dengan anakmu."
      
Sera terkekeh, merasa lucu dengan permintaan Anatasya. "Untuk apa kau menemuinya? Percuma, aku sudah bilang padanya kalau aku tidak mempunyai Ibu. Selama ini, yang dia tahu dia tidak mempunyai Nenek dari ibunya. Jadi tidak usah repot-repot menemuinya."
      
"Sera---"
      
"Sean! Bawa Ibumu kembali! Aku merasa sangat tidak nyaman."
      
Sean, yang sedaritadi hanya berdiri diam mendengarkan. Kini bergerak saat mendengar seruan Sera padanya. Tidak mungkin juga dia membiarkan Anatasya menemui Alrik. Sosok yang dia yakini berasal dari duni lain.
      
"Ayo pulang saja. Sera merasa tidak nyaman dengan mu Ibu." Pelan-pelan Sean menarik lengan Ibunya yang masih mempertahankan kaki di pijakannya.
      
"Ayo lah! Kepala ku terasa berdenyut nyeri!"
      
Mendengar seruan Sean berikutnya baru bisa mengalihkan fokus Anatasya untuk kembali ke pada sang putra.
      
"Benarkah? Sakit sekali?" Bahkan saat ini Anatasya sudah kembali berpaling dari putrinya. Tangan hangatnya membingkai wajah pucat Sean. Mengusapnya hangat penuh tatapan khawatir.
      
"Sakit sekali. Jadi berhentilah sampai di sini. Ayo pulang saja. Hmm?"
      
Anatasya mengangguk ribut. "Baiklah. Ayo pulang. Kenapa kau tidak bilang dari tadi Sean? Masih kuat berjalan?"
      
Sean hanya mengangguk. Kakinya ikut melangkah mengikuti tuntunan Anatasya. Sebenarnya Sean merasa tidak enak pada Sera yang tengah menyeringai menatapnya di belakang sana. Namun, hanya ini yang bisa dia lakukan untuk menarik Ibunya dari radius dekat Sera.
      
"Jadi ke kamar rawat Rihana?" Tanya Bulan di sela langkah kakinya setelah memastikan Sean dan Anatasya sudah memasuki lift.
      
"Jadi. Habis ini mau makan-makan? Aku ingin sekali minum soda. Atau alkohol saja sekalian? Menurutmu lebih bagus yang mana?" Sera mendongak menatap Bulan yang berjalan di sampingnya. Kedua tangan perempuan berprofesi dokter itu merangkul bahunya hangat.
      
"Jujurlah padaku. Apa di dunia novel kau pernah mencicipi alkohol? Kenapa kau selalu membahas alkohol di sini?"
      
"Tidak pernah. Eidef punya banyak sekali koleksi minuman beralkohol dari berbagai merek. Aku juga bisa saja mendapatkannya dengan mudah. Tapi aku menahan diriku selama ini untuk tidak mencicipi benda terlarang itu. Saat itu umurku masih 18 tahun. Kau tahu kan?"
      
"Ya, ya, ya. Tentu saja. Sera-ku memang anak yang baik. Ouhh... Kakakmu ini bangga padamu. Adik kecil ku."
      
"Benarkan? Aku memang anak yang baik. Tapi kenapa aku terus merasa dibuang?"
      
Tatapan Bulan kembali terlihat menyendu.

Not A World To Live In (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang