[ Area 15+]
[Sequel dari Sera's Transmigration: Perfect Mother]
[Cerita ini akan mendetailkan tokoh Alrik]
[Disarankan baca Sera's Transmigration: Perfect Mother terlebih dahulu sebelum membaca cerita ini]
Dua hari sepeninggalan Sera dari dunianya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Paman? Jadi benar yang sedang bertamu sekarang adalah pamannya? Jadi... Ibunya punya seorang saudara? Jika begini, Alrik jadi makin penasaran dengan dunia Ibunya.
Keluarga seperti apa yang Ibunya miliki, dunia seperti apa yang ditinggali Ibunya, dan bagaimana Ibunya menjalani hari-harinya di dunia ini. Pertanyaan-pertanyaan itu semakin membuat jiwa Alrik bersemangat.
"Ayo masuk. Aku ingin memperkenalkanmu padanya. Lagi pula sepertinya dia akan senang melihat Pamannya. Mengingat di dunia novel, dia hanya mempunyai satu orang Bibi dari pihak Ayah."
Sean mengekori langkah kaki Sera dengan pikiran yang penuh. Saking penuhnya otaknya jadi merasa kosong dan linglung. Sekarang Sean hanya mengikuti langkah Sera bak anak kucing yang mengikuti langkah pemiliknya.
"Alrik, kau sudah rapih? Paman mu yang tak pernah kau lihat, datang mengunjungi mu."
Alrik yang masih menguping di daun pintu kamar berjingkat kaget mendengar suara Sera yang terdengar tepat dari balik pintu kamar. Alrik meneguk kasar salivanya.
Bagaimana ini? Paman ku sendiri datang menemui ku. Paman yang tak pernah ku sangka ada di dunia. Apa yang harus aku lakukan? Aku harus bagaimana? Kenapa rasanya semendebarkan ini? Mama, aku hampir gila!
Ditengah kerisauannya, ingatan Alrik berputar kembali menampilkan memori lamanya dengan Sera saat mereka masih di dunia novel. Lebih tepatnya saat mereka berlima sedang menikmati kebersamaan mereka di rumah singgah.
"Mama. Semalam Mama bilang Mama merindukan seseorang. Siapa itu? Nenek? Kakek?"
"Bukan. Tak ada alasan untuk merindukan orang tua ku." "Karena apa?"
"Karena tak ada ingatan spesial dari keduanya. Hanya ada kenangan pahit yang tak pantas untuk dikenang." "Maaf, Alrik tak tahu hubungan Mama dengan Kakek Nenek."
"Tak apa. Aku hanya merindukan seseorang. Kau tak mengenalnya." "Siapa dia? Apa hubungannya dengan mu?"
"Dia Kakak ku. Berarti dia Paman mu."
"Alrik. Kau tak apa?"
Alrik menggeleng untuk menarik kembali kesadarannya. Suara Sera berhasil menghentikan lamunannya. Tangannya mulai memegang knop pintu. Berat sekali untuk menekan gagang besi ini ke bawah untuk membuka handle nya.
Aku dan Paman ku, akhirnya akan bertemu. Ohh astaga, seperti apa rupanya? Apa dia akan mirip dengan Mama?
"Apa yang kau lakukan? Cepat buka pintunya. Alrik!"
Seruan Sera lagi-lagi mengagetkannya. Merasa terdesak, akhirnya Alrik membuka pintu kamar dengan hati yang tak siap.
Ceklek!
Sean terdiam melihat figur sosok pria remaja yang menundukkan pandangannya darinya. Tubuh Alrik tampak proposional dan sedikit berisi. Cukup sama seperti tubuhnya. Sean kini melirik luka-luka lebam dan sayatan di sekujur lengan berurat Alrik.
Kepalanya sedikit meneleng berpikir. Dari mana remaja ini mendapatkan luka sebanyak itu?
"Paman mu ada di depan mu. Bukan di bawah. Angkat wajah mu. Tatap dia. Di depan mu sekarang, kau juga mempunyai Paman. Bukan hanya Bibi."
Ucapan Sera membuat Alrik menggigit bibir bawahnya. Satu tangannya masih memegang handle pintu cukup erat. Perlahan wajahnya terangkat menatap sosok yang berdiri di belakang Ibunya.
Mata keduanya, akhirnya bertemu tatap. Alrik memasang senyum terbaiknya. Mengabaikan wajah terkejut Sean.