[ Area 15+]
[Sequel dari Sera's Transmigration: Perfect Mother]
[Cerita ini akan mendetailkan tokoh Alrik]
[Disarankan baca Sera's Transmigration: Perfect Mother terlebih dahulu sebelum membaca cerita ini]
Dua hari sepeninggalan Sera dari dunianya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tubuh Ana meluruh di atas lantai dingin kamarnya setelah daun pintu tertutup rapat dari dalam. Matanya menatap kosong ke langit malam dari jendela kamar yang masih terbuka lebar. Kencangnya angin menerbangkan gorden yang menjuntai di kedua sisi tiang gorden.
Ucapan Alrik terlalu menusuknya. Benarkah karena perbuatannya pada Sera membuat kehidupan orang-orang dari masa depan menjadi sangat menderita?
"Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Aku harus mengubah masa depan. Aku tidak bisa membiarkan keluargaku tetap hancur disaat aku diberikan kesempatan untuk memutar waktu. Aku sudah tahu satu penyebabnya, kau. Namun aku bingung bagaimana caranya mengambil langkah maju. Apa yang harus aku lakukan?"
Melihat anak tak bersalah meringis meminta tolong padanya, menghantarkan rasa ngilu tak tertahan di hatinya. Disaat seperti ini, bisakah Ana berlaku abai? Ingin sekali, tapi bagaimana caranya?
"Kenapa aku terus mengacau? Kenapa selalu tak ada yang benar dari rencanaku? Semuanya selalu berakhir kacau balau." Ana mendesah berat. Seakan ada sebongkah batu besar yang menimpa dadanya. Terasa begitu menyesakkan.
Angin kencang di depan sana menggodanya untuk mendekat. Mungkin dinginnya angin malam dapat sedikit membantu pernapasannya. Ana beranjak cepat. Menghirup dalam-dalam oksigen gratis dari bingkaian jendela kamar.
Cukup lega. Mungkin sedikit berteriak dapat menambah sedikit lagi rasa leganya.
"Ahh sialan sekali!"
Matanya lalu membola saat bukan hanya suaranya yang terdengar di sunyinya malam. Kepala perempuan itu menoleh kaku. Pada gadis yang baru saja berteriak dari balkon di sampingnya.
"Kau---" ucapan Ana tertahan. Menatap wajah terkejut Sera.
"Ishh, benar-benar hari sialan. Sialan sekali sungguh!" Gadis itu memutar tubuh. Kembali memasuki ruangan setelah memekik kesal tak tertahan. Benar-benar berteriak lepas.
"Kenapa anak itu? Malam-malam teriak seperti orang gila." Sungut Ana.
☄️☄️☄️
Talitha menatap langit-langit kamarnya yang kini berwarna putih bersih. Ada dream catcher putih tulang yang tergantung di tengah-tengah. Cantik. Alrik benar-benar mengubah rumahnya menjadi sangat nyaman.
Harus dengan cara apa dia berterimakasih?
"Jika sudah begini, bolehkah kulanjutkan? Anak itu tak sopan sekali. Membuatku jatuh cinta setelah membuatku merasa menjadi bibi tua saat di dekatnya. Ahh, aku dalam bahaya." Boneka putih berbentuk gumpalan awan itu menutupi wajah merah padam Talitha.
Selalu begini, saat dirinya mengingat Alrik. Wajahnya akan secara otomatis terasa panas dan berubah warna menjadi kemerahan.
"Apa yang harus aku lakukan pada anak ingusan itu?" Suara rengekannya terdengar samar.
☄️☄️☄️
"Mama, aku pergi dulu!"
Sera menghela napas menatap Alrik yang melambai padanya di halaman rumah dari balkon di lantai dua. Anak itu terlihat begitu ceria.
"Jangan pulang larut malam dasar anak nakal! Awas saja kau!" Itu Sean yang berteriak, dari teras rumah.
"Baiklah Little Uncle!"
Alrik menaiki motor milik Sean yang akhir-akhir ini terasa seperti barang miliknya. Motor hitam itu melaju kencang meninggalkan area rumah. Menimbulkan decak kesal Sean dan kekehan bangga Semesta.
"Ayah harus membelikan ku motor baru yang lebih keren. Semua milikku benar-benar disikat anak itu. Aku merasa miskin seketika."
Semesta tertawa kencang mendengar gumaman lesu Sean. "Baiklah. Nanti Ayah belikan lagi. Yang lebih keren dan mahal dari itu. Hmm?"
"Hmm..."
"Sera kau mau kemana?" Seru Sean saat kembarannya keluar dari rumah dengan pakaian santainya yang tertutup.
"Mencari udara segar. Aku pergi sebentar."
"Perlu Ayah antar?"
"Tidak perlu. Aku ini sudah besar tahu." Tukas Sera dengan senyum geli. Melanjutkan kembali langkahnya yang sempat terhenti.
"Sean, aku pinjam sebentar mobilmu ya!" Serunya kemudian.
Ahh, sekarang Sean tahu, darimana sikap semena-mena Alrik diturunkan. Ternyata dari sang Ibu. Kembarannya sendiri.