Astaga jam 10?!
Yaya kaget ketika melihat jam. Mungkin karena kelelahan kemarin sampai ia bangun begitu siang.
"Oma kok ngga bangunin aku sih?" tanya Yaya sembari berjalan menghampiri sang Oma yang sedang duduk santai di depan TV.
"Biarin, libur gini kok bangun nya mau pagi-pagi. Kamu juga kan capek belum istirahat dari kemarin"
Ah, Oma memang sangat pengertian.
"Ohiya Oma, mana Opa?"
"Halo" sahut Opa sambil melambaikan tangannya. Rupanya beliau mendengar percakapanku dengan Oma dari teras.
"Opa, siang nanti aku sama Irzan mau pergi jalan-jalan, pinjam mobil ya?" seraya mengedip-ngedipkan kan matanya manja
"Ya pakai saja. Memang mau kemana?"
"Ke Bukit Paralayang, Opa. Gunung Kidul"
"Siapa yang bawa? Memang Irzan bisa? Kalo kamu nggak boleh ya, jauh soalnya, bahaya."
"Engga Opa. Mas Regen ikut kok, dia yang bawa mobil nanti"
"Yasudah kalo begitu, aman berarti" jawab Opa sambil melirik dan menaikkan alisnya kepada Oma. Mereka terlihat seperti sedang main kode-kodean.
Kayak anak muda aja.
"Makan gih, Oma masak rawon tuh"
Yaya langsung beralih ke meja makan untuk sarapan. Eh? Mungkin sudah termasuk makan siang.
Kini sudah pukul 13.30. Sesuai dengan perjanjian kami, tak lama terdengar suara Irzan
"Assalamualaikum. Yaya.. ini Irzan"
"Waalaikumsalam" Yaya kemudian berlari membuka pintu. Kebetulan Yaya memang sudah siap, jadi mereka bisa langsung berangkat.
"Loh? Mas Regen mana?" tanya Yaya yang hanya melihat Irzan seorang diri
"Noh" tunjuk Irzan dengan dagunya. Terlihat Regen di luar pagar, sepertinya ia baru selesai menelpon dan kini sedang membuka ponselnya.
"Gila tu orang. Libur-libur gini bosnya nelpon tetep di angkat"
"Eh, Irzan sama Mas Regen udah dateng toh?"
"Iya Opa, Oma"
Kemudian Opa memberikan kunci mobilnya pada Regen
"Titip Yaya ya Gen, kalo liat tempat bagus dia sering lari-lari, takutnya jatuh" seraya menepuk pundak Regen dua kali
"Iya Opa" jawab Regen sambil mengangguk sopan
Perjalanan dimulai, pemberhentian pertama, mereka mampir ke salah satu fast food favorit Yaya yang berlogo kuning itu. Setelah berdiskusi dengan Irzan dan Regen akhirnya Yaya memesan
"Mba, mau ayam 6 pieces, 3 spicy 3 crispy. Terus french fries nya 3 yang large. Chicken finger 2, Spicy chicken bite 1, Chocco Pie 3, 1 matcha float, 1 cola yang large, sama 1 ice cappuccino tanpa frape. Saus sambelnya kasih agak banyakan ya mba"
"Oh iya mba, sama M* Flurry Oreo nya 1 deh"
"Baik, silahkan ke jendela berikutnya" kata seorang wanita yang tak terlihat wajahnya
"Gila Yak, mau nyebrang pulau tah kita ini?" Irzan Heran. Sepertinya pesanan itu lebih cocok untuk dimakan se keluarga dibanding tiga orang kurus seperti mereka. Regen terkekeh mendengarnya.
Biar ngga gabut dijalan enaknya ngemil kan?
Awalnya Yaya duduk di kursi belakang, sedangkan Irzan disebelah Regen. Namun tak lama kemudian ponsel Irzan berbunyi, rupanya video call masuk dari Nadhira, pacarnya.
"Mas mas minggir dulu! Tuker posisi sama gua Yak" kemudian ia pindah ke kursi belakang dan Yaya pun menempati kursi depan
"Iya bey? Aku lagi dijalan ni"
"Sama siapa? Mau kemana?" terdengar suara wanita yang seakan mengintimidasi
Nadhira ternyata tak pernah berubah. Sudah hampir dua tahun Irzan berpacaran dengan gadis itu. Yaya memang belum mengenalnya, namun dari cerita Irzan, Nadhira sepertinya sosok yang amat sangat posesif dan cemburuan. Sering kali Irzan bertengkar dengannya karena dilarang ini dan itu.
"Ke Gunung Kidul, sama Mas Regen, sama Yaya juga. Eh Yasmin" Irzan memutar kamera dan memaksa Yaya untuk melambaikan tangan ke arah kekasihnya itu
Seolah tak memperdulikan sapaan Yaya, Nadhira lantas bertanya
"Yaya? Yasmin? Siapa dia? Kok main sama kamu?"
Sepertinya Irzan sedang malas bedebat, ia lantas menjawab cepat
"Ini loh bey, temanku, pacarnya Mas Regen"
Yaya yang kaget mendengarnya tak berani menatap Regen karena takut terlihat salah tingkah.
"Jangan bohong! Bukannya kamu bilang kalo pacarnya Mas Regen itu namanya Mba Kirana ya?"
Deg.
Kirana? Pacarnya Regen?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jogja dan Ceritanya
RomanceJangan paksakan sesuatu yang memang sudah terasa menyakiti. Boleh jadi setelah kamu melepaskan 'batu karang' itu, 'sang mutiara' datang?