Bagian 23

24 2 0
                                    

"Bentar Mas" sepertinya Yaya merasa lipint nya agak kurang terlihat. Setelah bercermin di spion motor Regen beberapa saat, Yaya mengecap-ngecap bibirnya memastikan kembali bahwa bibirnya kini terlihat indah.

"Udah, Yuk" Regen mengangguk dan mereka pun berjalan memasuki lokasi konser.

"Maaf Ya, parkirnya agak jauh. Kalau parkir didalam nanti takutnya susah keluarnya" ucap Regen

"Nggakpapa Mas, lagian nggak sejauh itu juga kok"

Kini mereka sudah berada di tengah-tengah ribuan manusia. Yaya kaget ketika sebuah tangan besar tiba-tiba menggengam tangan kirinya. Sontak ia menoleh ke arah Regen yang lebih tinggi darinya itu. Rupanya Regen memperhatikan Yaya yang terlihat kikuk berada di kerumunan. Wajahnya sungguh menenangkan membuat Yaya lebih nyaman sekarang. Mereka saling menatap dan melempar senyuman setelahnya.

Yang ditunggu pun akhirnya muncul juga. Setelah menyanyikan belasan lagu, kini pria bersuara merdu itu membawakan sebuah lagu yang sempat viral pada masanya

Perjalanan membawamu, bertemu denganku,
ku bertemu kamu~
Sepertimu yang kucari, konon aku juga,
sperti yang kau cari~
Ku kira kita asam dan garam,
dan kita bertemu di belanga~
Kisah yang ternyata tak seindah itu~

Yaya lantas ikut bernyanyi sembari terus bergenggaman tangan dengan pria disebelahnya. Lagu yang indah, Yaya menyukainya. Tapi Yaya jadi takut

Apa bentar lagi gua bakal galau pake lagu ini ya?

Setelah sang bintang menghilang dari panggung, mereka akhirnya berjongkok.

Anjir kaki gua kayak jelly. PEGEL!

Mereka menikmati pertunjukan itu sampai tak menyadari bahwa mereka telah berdiri selama hampir tiga jam lamanya. Kaki Yaya kini gemetar, ingin berdiri pun rasanya lemas sekali. Inilah alasan mengapa manusia perlu olahraga. Berbeda dengan Regen, pria itu nampak baik-baik saja sekarang.

"Mas, bisa nggak sih motornya aja yang diterbangin kesini? Aku ngga sanggup nyamperin dia" ucap Yaya lemas

Regen terkekeh "Kamu aja yang terbang yuk sini?" ucap Regen sambil menepuk-nepuk pundak belakangnya.

Gendong? Menarik.

Yaya tersenyum jahil lalu merentangkan kedua tangannya ke arah Regen. Sepertinya ia sudah tidak peduli lagi dengan pikiran Regen setelahnya, yang jelas sekarang ia ingin digendong. Selain karena kakinya sudah terasa seperti jelly, Yaya juga sudah lama sekali tidak digendong. Terakhir kali yaitu ketika ia terjatuh dari tangga rumahnya saat masih SMA. Mas Nendra mengeluh pinggangnya sakit setelah menggendong Yaya ke kamarnya.

"Berat ya mas?" tanya Yaya sembari memeluk tengkuk Regen dari belakang

"Ndak kok. Sama beras sekarung aja kayaknya masih beratan beras sekarung" canda Regen

Tanpa sadar Yaya menghela nafas sembari meletakkan kepalanya di pundak kanan Regen. Kemudian menyandarkan kepalanya nyaman ke arah kepala pria itu. Hal itu lantas menerbitkan senyuman di sudut bibir Regen. Tak terhitung berapa banyak kebahagiaan yang mereka rasakan saat ini.

Sebenernya kita ini apa ya? Temenan bukan, pacaran juga bukan.

Memang benar, Regen tidak pernah meminta Yaya untuk jadi pacarnya. Regen juga sepertinya tidak pandai mengucapkan kata-kata manis pada Yaya seperti pria pada umumnya. Memuji pun sepertinya jarang. Namun semua sikap dan perlakuan Regen seolah sudah mewakili semuanya. Semoga memang seperti itu, bukan perasaan Yaya saja. Setelah berpacaran dengan Gibran, Yaya jadi bingung cara membedakan kebaikan pria yang wajar dan yang spesial.

"Kalo cape langsung pulang saja Ya? Ndak usah temani Mas" ucap Regen usai meneguk minuman dingin yang mereka beli. Yaya yang kehausan sudah menenggak habis minumannya sejak tadi.

"Enggak ah, Mas. Aku nggak secapek itu kok. Lagian aku kan udah janji" ucap Yaya yakin

"Serius ndak papa? Kalau berubah pikiran bilang ya, nanti kita langsung putar arah dan pulang"

***

Kini Yaya dibawa ke sebuah angkringan di pinggir jalan. Rupanya itu milik salah satu teman Regen. Sudah ada beberapa temannya yang menunggu disana.

"HEN! KI! Delok i sopo sing teko!" (Hen!Ki! Lihat ni siapa yang datang) ucap seorang pria yang antusias melihat kedatangan mereka.

"Halo...Niko" ucap pria itu memperkenalkan diri yang lantas dibalas ramah dengan Yaya

"Halo...Yasmin" Yaya terus mengulang hal itu sembari bersalaman dengan kedua teman Regen lainnya, yaitu Hendry dan Rizki

Yaya duduk bergabung dengan mereka. Ia senang karena disambut ramah disana. Regen hanya bisa tersenyum senang melihat pemandangan itu. Kemudian Regen tiba-tiba bangkit meninggalkan Yaya

"Loh? Mau kemana mas?" tanya Yaya kaget

"Eh iya, sebentar ya, mas kesana dulu" kemudian Yaya mengangguk

"Regen emang begitu, sering lupa kalo ada orang lain di dunia ini. Dimaklumi saja ya, Yas" ucap Rizki yang kemudian di balas kekehan oleh Yaya

Karena tak kunjung kembali, Yaya lantas memutar pandangannya mencari keberadaan Regen. Mata Yaya terfokus pada wanita cantik yang sedang menjadi lawan bicara Regen saat ini. Dari kejauhan mereka tampak akrab sekali. Bahkan kini Regen memberikan sebuah bingkisan kepada wanita itu. Sadar bahwa Yaya menatapnya, Regen kemudian berjalan ke arah Yaya diekori dengan wanita itu dibelakangnya.

"Halo..ini pasti Yasmin ya?" tanya perempuan berhijab itu

"Eh iya.." Yaya agak bingung

"Aku Kirana"

Ini dia si Kirana. Cantik banget, mana adem pembawaannya.

Kirana kemudian mengajak Yaya mengobrol santai. Yaya pun sesekali tertawa mendengar celoteh teman-teman Regen yang ternyata masuk dengan selera humornya. Namun di sisi lain Yaya jadi berpikir

Masa iya sih Mas Regen nggak ada apa-apa sama Mba Kirana?

Karena sudah hampir larut malam, mereka pun berpamitan meninggalkan teman-teman Regen.

***

"Assalamualaikum"

"Waalaikummsalam" jawab Opa

"Maaf Opa, Regen kemalaman antar Yaya pulang jadinya. Tadi sehabis nonton konser sempat mampir-mampir dulu. Sekali lagi maaf ya, Opa" Opa meng iyakan. Tak lama kemudian Regen pamit pulang. Regen memang pria yang sangat sopan dan bertanggung jawab.

Sebelum pergi meninggalkan Yaya, Regen teringat sesuatu

"Eh, ini.." ucap Regen sambil membuka jok motornya. Ia memberikan sebuah undangan Aqiqah yang tanggalnya sudah lewat 1 minggu.

"Minggu lalu Mas kan pergi ke Semarang, jadi ndak bisa hadir ke acara itu..." Yaya kemudian membaca undangan itu dengan seksama. Yaya kaget ketika menyadari ada nama Hendry dan Kirana di bagian bawah kertas itu.

"makanya tadi Mas beri kado saja." lanjutnya

"Iya. Kirana itu istrinya Hendry. Dia resign dari kerjaan karena mau menikah sama Hendy saat itu." Regen menutup kalimatnya dengan senyuman

Yaya tersenyum lebar mendengar perkataan Regen.

Entah Regen ini sangat intuitif atau memang dia dukun seperti yang Yaya bilang. Penjelasannya selalu berhasil meluruskan pikiran kusut yang menganggu kepala Yaya.

Jogja dan CeritanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang