"Bagusan yang ini? Atau ini?" ucap Bapak yang kini sibuk memilih baju batik yang akan ia beli.
"Dek?"
"Eh? Iya pak? Oh.. bagusan ini, Yang hitam merah" tunjuk Yaya
"Kamu dari tadi bengong terus deh bapak perhatiin" tanya Bapak
"Kamu sakit sayang?"
"Engga pak, aku agak kecapean aja kayaknya ini"
Bohong deng. Gua sebenernya suka nggak sih ama Mas Regen? Apa nyaman doang?
Pertanyaan itu terus berputar di otak Yaya sejak semalam. Kalau dipikir-pikir, dari segi fisik, Regen memang bukan tergolong tipe Yaya. Dilihat dari dua mantannya sebelumnya, keduanya ber wajah ciri khas Sumatera. Bermata sipit dan berkulit terang. Bahkan yang satunya lagi Chindo. Berbeda dengan perawakan Regen yang berkulit sawo matang dan bermata agak besar. Bukan berarti Regen tidak menarik di mata Yaya, dia ganteng, manis pula, apalagi ditambah sifatnya yang baik, sopan, sholeh, dan lemah lembut. Siapa yang bisa menolak pria macam Regen?
Eh?
"Udah nih, pulang aja yuk biar kamu bisa istirahat" Bapak kemudian mengajak Yaya kembali ke mobil dan bergegas pulang.
***
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali selepas sarapan, Oma menghampiri Yaya.
"Dek, buat brownies yuk! Oma udah lama deh nggak masak-masak sama kamu" ajak Oma yang kemudian di iyakan oleh Yaya.
Siang harinya, setelah mereka mengantarkan Bapak, Ibu, dan Mas Nendra ke bandara, lantas Yaya dan Oma pergi ke Supermarket. Iya, sesuai perkataan Ibu bahwa mereka harus pulang ke Lampung di hari Minggu. Kini Oma sedang memasukkan bahan-bahan ke dalam keranjang
"Ambil topping nya, dek. Kalo yang manis-manis gini toppingnya cocoknya yang gurih"
Yang manis-manis?
Yaya jadi teringat Regen. Regen bilang ia suka makanan yang manis-manis.
Kemudian Yaya memasukkan keju ke dalam keranjang.
"Tumben pilih keju? biasanya kan kamu sukanya kacang almond" tanya Oma keheranan
"Mas Regen alergi kacang, Oma. Aku kayaknya mau bagi sedikit buat dia, dia baik sama aku selama ini. Nggakpapa kan Oma?" tanya Yaya ragu
Oma girang bukan main. Rencana Oma dan Nenek Sri untuk mendekatkan Yaya dengan Regen rupanya berjalan mulus
"Ya boleh dong! Oma senang sekali kalian jadi dekat begini. Entah kenapa Oma ngerasa tenang kalo kamu sama dia. Percaya deh, akan beda rasanya kalo kita punya pasangan yang juga dekat dengan Tuhannya"
Waktu terus berjalan, kini hari sudah malam. Brownies yang mereka buat pun kini sudah tersusun rapi diatas piring. Selepas sholat Maghrib, Yaya memutuskan untuk berjalan kerumah Regen mengantarkan brownies buatannya itu.
"Assalamualaikum" ucap Yaya setelah menekan bell
"Waalaikumsalam. Eh ada si cantik, masuk-masuk" ucap Nenek Sri di ambang pintu, seraya mengajak Yaya masuk ke ruang tamu
"Ini Nek, tadi Yasmin sama Oma buat brownies iseng-iseng, Nenek cobain ya Nek, hehehe" Yaya memberikan sebuah kotak sembari menunjukkan barisan giginya
"Wahh, cantik sekali ini, pasti enak deh. Makasih banyak ya Mba Yasmin, kok jadi repot-repot" jawab Nenek Sri
Sepi banget ni rumah. Mas Regen belum pulang kah?
Setelah berpikir sekian lamanya, Yaya memberanikan diri untuk bertanya
"Nek, maaf..tapi apa Mas Regen belum pulang?" tanya Yaya sembari mengecilkan volume suaranya
Bukannya menjawab, Nenek Sri malah tersenyum jahil kemudian berteriak
"MAS! MAS REGEN! ADA MBA YASMIN NIH, SINI TURUN"
Anjrit
Tak lama kemudian turun seorang pria ber kaos hitam polos dengan celana pendek berwarna coklat muda.
"Kalo gitu Nenek tinggal dulu ya" Nenek Sri melenggang pergi setelah melihat kehadiran cucunya
"Di samping aja yuk." Ajak Regen membawa Yaya ke samping rumahnya. Ada kolam ikan disana.
"Hmm.. tadi aku buat brownies, Mas Regen coba ya" ucap Yaya canggung. Canggung sekali. Apalagi melihat ekspresi wajah Regen yang tidak se sumringah biasanya.
Regen hanya mengangguk lalu tersenyum.
"Dia bukan pacarku." Regen lantas menoleh ke arah Yaya seolah kaget setelah mendengar penuturannya barusan.
"Yang kemarin Mas Regen baca di hp ku, itu bukan pacarku. Tapi mantan. Aku lupa ganti nama nya. Sekarang udah aku ganti. Nih" ucap Yaya sembari menunjukkan layar ponselnya. Terlihat sebuah kontak dengan nama Gibran.
"Yaudah mas, kalogitu aku pamit ya" ucap Yaya malu, karena melihat Regen hanya terdiam mematung.
Langkah Yaya terhenti setelah sebuah tangan kekar menahan langkahnya
"Maaf...mas salah paham"
Bener ternyata! Dia salah paham.
"Mas ngerasa bersalah kalo ngajak pergi perempuan yang ternyata sudah punya pacar. Mas takut menyakiti orang lain" lanjutnya
"Iya, nggakpapa kok Mas. Mas Regen bisa tanya langsung ke aku lain kali, jadi nggak perlu sampai salah paham"
Regen mengangguk lalu tersenyum manis setelahnya. Hati Yaya lega melihat Regen sudah kembali seperti semula
''Wah enak banget! Kamu pinter masak ternyata ya!"
jujur Yaya tersanjung mendengarnya.Karena sudah malam, Yaya memutuskan untuk pulang. Tentu saja Regen mengantarnya. Mana mungkin ia membiarkan Yaya berjalan pulang sendirian.
"Makasih ya Mas udah dianterin"
"Harusnya Mas yang makasih karena sudah dibuatkan brownies yang enak" turur Regen sembari memperlihatkan giginya yang berbaris rapih
Gila. Kemana aja gue baru merhatiin. Bener kata Kila, dia kalo senyum manis banget.
"Oh iya. Malam Minggu depan, Yaya masih disini kan?" tanya Regen
"Masih Mas, aku kan disini sampai tahun baru. Kenapa?" tanya Yaya
"Malam Minggu depan, Tulus ada konser di Jogja. Kalau Yaya ndak sibuk dan ndak keberatan rencananya Mas mau ajak Yaya nonton" Yaya senang sekali karena Tulus adalah penyanyi favoritnya. Tentu saja Yaya meng iya kan ajakan Regen. Setelah mendengar jawaban Yaya, Regen pun kembali pulang.
"Ah, lega banget. Jadi nggak sabar nonton Tulus sama Mas Regen" ucap Yaya didepan cermin kamarnya. Sedetik kemudian mata Yaya membelalak, ia mengingat sesuatu.
"Eh bentar. Tadi gua klarifikasi? Berarti gua udah yakin dong kalo suka sama tu orang?! "
KAMU SEDANG MEMBACA
Jogja dan Ceritanya
RomansaJangan paksakan sesuatu yang memang sudah terasa menyakiti. Boleh jadi setelah kamu melepaskan 'batu karang' itu, 'sang mutiara' datang?