Kisah seorang pria yang lembut dan penuh kasih sayang. Siapa yang tidak mengenalnya? anak dari konglomerat terkaya di dunia.
Fisik dan kastanya mampu menjajah hati para wanita.
seseorang yang memiliki reputasi besar seperti ayahnya.
Pria tersebut me...
Minggu berganti minggu, bulan berganti bulan perjuangan Ha Ji-hyun untuk membangkitan kembali semangat hidup Jennie tak membuahkan hasil.
Jennie mulai membuka mulut dan berbicara serta mengungkapkan segala perasaannya. Tangisan dan jeritan karena kepedihan yang ia alami memenuhi seluruh isi ruangan kamar milik Jennie.
"Ibu... Aku marah pada Tuhan, mengapa Tuhan tega memanggil ayahku begitu cepat?, Aku sulit menerima kenyataaan pahit ini!!". Ucap Jennie dengan nada tinggi.
"Sayang... Kematian adalah awal kehidupan baru, kita semua akan mati sama seperti ayahmu. Tenanglah ayah mendahului kita untuk menyiapkan tempat yang paling bagus untuk kita nantinya." Jelas Ji-hyun sembari mengelus lembut Surai rambut milik sang anak.
Tulisan ini ingin sedikit menggambarkan bahwa patah hatinya seorang anak perempuan yang kehilangan sosok ayah itu, berkali lipat lebih parah daripada sekedar putus dengan pacar pertama.
"Setelah ini aku harus apa ayah?" Batin Jennie menatap foto keluarga kecilnya.
⬇️⬇️⬇️
Tok... Tok... Tok...
"Masuk!"
"Permisi pak, ini kopinya..." ucap Office Girl menunduk hormat pada atasannya itu. Setelah itu ia melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruang tersebut.
"Tunggu..."
"Kemana wanita biasanya yang membawakan saya sarapan?"
Irene yang mendengar itu pun langsung merubah posisinya menghadap kearah atasannya itu.
"Maaf pak, yang anda maksud itu adalah Jennie, ayahnya meninggal dunia beberapa bulan yang lalu."
Limario mengangguk sebagai jawaban. Irene pun kembali keluar dan menjalankan aktivitasnya.
"Apa agenda hari ini?" Tanya Limario pada asistennya.
"Tidak ada. Kenapa?"
Limario mendengus sebal kepada asistennya itu, ditanya malah nanya balik. "Apa kau tau alamat rumah Jennie?"
Bam-bam yang tengah minum pun tersedak. "Apa? Jennie office girl itu? Kenapa tiba-tiba kau bertanya alamatnya? Bukankah dia sudah lama resign setelah kepergian ayahnya..."
"Sungguh kasihan sekali Jennie, aku dengar dari karyawan disini, dia begitu menyedihkan setelah kepergian ayahnya" jelasnya lagi.
"Dia cantik, aku suka melihat pipinya yang mandu itu, pesona dia ketika kerja tampak seperti bidadari tak bersayap!" Puji bam-bam asisten pribadinya sekaligus teman dekat Limario.
Limario memicingkan matanya menatap asistennya itu "Berhenti memujinya, kirimkan saja alamatnya dan jangan banyak tanya!" Tegasnya melemparkan berkas yang harus dikerjakan oleh asistennya itu.
"Ck! Bolehkah aku resign saja menjadi asisten mu?"
"Tidak!" Singkat Limario dan ia beranjak pergi setelah mendapatkan alamat lengkap rumah milik wanita yang selama ini memenuhi pikirannya.
⬇️⬇️⬇️
Setelah menempuh 30 menit perjalanan mencari alamat tersebut, Limario pun tiba didepan rumah milik wanita yang ia cari itu.
Ting!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Begitu saja? Tidak ada balasan lainnya?" Heran Limario kala ibunya hanya membaca pesan yang ia kirim tersebut.
Limario menghela nafas beratnya saat melihat rumah yang tampak sepi, ia pun turun dari mobil dan melangkahkan kakinya perlahan kerumah tersebut dengan membawa sedikit makanan dan buah-buahan untuk pemilik rumah ini.
Tok... Tok... Tok...
Cklek!
Limario menunduk hormat pada wanita yang membukakan pintu tersebut.
"Permisi, apa benar ini rumah Jennie?" Gugupnya.
"Iya benar, saya ibunya. Ada yang bisa saya bantu?"
Limario bernafas lega, pikirnya ia akan salah alamat. "Saya teman kerja Jennie, bibi! Apa Jennie ada?"
Ji-hyun menatap pria tersebut dari ujung rambut hingga kepala, "Oh silahkan masuk, Jennie ada didalam..."
"Duduklah! Mau bibi bikinkan minuman apa?"
"Ah tidak perlu repot-repot bibi, saya hanya sebentar saja, hm!"
Ji-hyun menceritakan kepada Limario tentang Jennie setelah kepergian sang ayah tercintanya. Membuat Limario merasakan sakit kala mendengar cerita dari sang ibu tersebut.
"Apa saya boleh menemuinya, bibi?"
Ji-hyun mengangguk. "Mari saya antarkan kekamarnya, dia lebih mengurung diri didalam kamar, jadi maaf jika kamarnya sedikit berantakan." Jelas wanita Ha itu kala membukakan pintu untuk Limario.
⬇️⬇️⬇️
"Ekhm..." kode Limario agar Jennie menyadari keberadaannya.
Jennie pun menoleh "Pak Limario..." ucap Jennie menunduk malu karena atasannya datang dengan kondisi Jennie yang berantakan.
"Saya turut berduka cita atas kepergian Pak Ha..." ucapnya dengan sedikit gugup.
"Terimakasih, pak!"
Hening, mereka sama sekali tidak tau harus membicarakan apa agar memecahkan keheningan di kamarnya ini.
"Uhmm..." Jennie tampak ingin mengucapkan sesuatu, belum sempat bicara, ia pun mengurungkan niatnya.
Limario yang menyadari hal itu pun langsung merubah posisinya "Boleh saya duduk? Saya lelah berdiri terus!" Hiburnya agar wanita tersebut tidak canggung begitupun sebaliknya.
Jennie terkekeh kecil, dan mengangguk "Diluar saja pak"
"Tidak perlu, disini saja, saya suka melihat pemandangan dari balkon kamar seperti ini" senyum Limario menatap Jennie dan mengisyaratkan untuk duduk disebelahnya.
Deg!
Lagi-lagi tatapan antar mereka bertemu. Limario yang melihat Jennie tengah melamun itu pun menggerakkan tangannya dihadapan wajah Jennie.
"Kenapa melamun?"
"Ah maaf, pak!"
"Jennie, saya mengerti apa yang kamu rasakan, tapi tidak baik juga jika kamu terus bersedih seperti ini, ayahmu akan sedih melihat anaknya seperti ini. Ikhlaskan jika memang sudah takdirnya..."
Tanpa jawaban dari Jennie, ia pun menoleh dan melihat bahwa wanita tersebut tengah menangis, ia pun membawa Jennie kedalam dekapannya, entah perasaan apa ini jika melihat Jennie menangis hatinya terasa sakit.
"Menangislah sepuas yang kau mau, aku akan selalu ada menemani mu disini!"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cukup panjang bukan? Ini aku fokuskan untuk part Jenlisa. Terimakasih atas kunjungan kalian.