11²

275 36 4
                                    

"Lantas kenapa kau tak bisa membuktikan itu padanya? Kau pikir cukup hanya dengan kata-kata, Jimin?" Jinni menekankan kalimat kedua yang dia ucapkan. "Jimin, kalian masih muda, Nak. Harusnya begitu banyak cara yang dapat kalian lewati bersama-bersama demi menguatkan cinta. Kasihan menantu, Ibu yakin dia sungguh mencintaimu. Dia bahkan tidak mengatakan apa-apa tentang perilakumu. Menantu justru bilang pada Ibu kalau dia tidak bisa tenang bekerja karena sangat mencemaskanmu."

Air mata Jimin kian menganak sungai. Matanya seketika terasa panas dengan denyut yang pula turut menyerang di kepala. "Aku harus bagaimana, Ibu? Aku takut Mas Jungkook tidak mau memaafkanku."

"Sudahlah, yang terpenting kau sudah mengakui semua kesalahanmu."

"Tapi bagaimana kalau Mas Jungkook benar-benar marah dan tidak mau bicara padaku lagi, Ibu?"

Jinni mendesah pelan,  membagi senyum menenangkan di wajahnya. "Ibu tidak yakin untuk hal itu. Yang Ibu tahu dia begitu mencintai putriku ini." Jinni mengucapkan kata-kata penghibur seraya menghapus air mata putrinya. "Tunjukkan kalau kau juga sangat mencintainya. Kau akan tahu sendiri bagaimana caranya, karena jiwa dan hati kalian saling terikat."

"Ibu tidak bohong?"

"Kepada putriku sendiri?" ucap Jinni kini dengan wajah yang tampak lebih santai . Sedangkan, Jimin langsung memeluk Ibunya ini guna menumpahkan segala sesal hingga tak lagi bersisa. Agar yang perlu diingat olehnya adalah memperlihatkan bentuk perasaan cintanya kepada Jungkook, suaminya.

"Ibu, terima kasih."

-----

"Aku jadi tidak enak. Sebaiknya kita cepat menemui Jimin dan meminta maaf padanya." Jennie menuturkan ketika dia dan teman-temannya sedang bersantai di kafe, menghabiskan waktu hingga senja.

"Jisoo, gara-gara kau kita semua terkena dampaknya. Lagi pula untuk apa kau mengirim pesan ke suami Jimin? Ternyata kau memang sangatlah pintar." Lisa menyindir. Sedari tadi dia terus mencemooh temannya ini saking kesalnya dia.

"Kau pikirkan saja sendiri. Siapa juga yang tahan melihatnya terus-terusan mengeluh. Dia cuma bisa mengganggu acara kita, kupikir akan lebih baik jika dia pulang duluan."

"Tapi tidak seperti itu caranya. Kau membuat kita semua malu, Jis. Sekarang mau taruh di mana mukaku? Suaminya pasti berpikir yang bukan-bukan tentang kita," sela Lisa di mana kini gejolak kekesalannya mulai menggebu-gebu. Dia meluapkan seluruhnya di hadapan Jennie dan Jisoo.

"Biar kuluruskan di sini." Jennie berdeham singkat. Jis, Lisa benar. Tindakanmu tidak tepat, kita semua justru dalam masalah sekarang. Dan kau Lisa, memangnya kau pikir apa yang kita lakukan? Kau masih berharap suaminya akan menilai baik tentang kita setelah menyaksikan kejadian tempo hari? Ayolah, kita menyewa gigolo Lis. Bukan badut keliling. Jangan pura-pura tidak menyadarinya! Akui saja bahwa perbuatan kita memang buruk, bahkan memalukan. Aku sampai tidak bisa tidur karena terus dihantui wajah Kai."

Baik Jisoo maupun Jennie langsung memusatkan pandangannya kepada Lisa, tak lama Jisoo bertanya, "Kenapa suamimu?"

"Aku merasa sangat berdosa, seharian tadi aku juga tidak berani menatap wajahnya. Aku malu."

Lisa menghela napas panjang sebelum dia bersandar di punggung kursi, "Kita semua menanggung malu seumur hidup karena satu kecerobohan dari kita."

Continue ...

Dek Jiji & Mas JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang