12²

295 45 3
                                    

"Ternyata kau sangat mahir membuat kue," puji Yoongi setelah mencicipi kue tart berukuran mini hasil olahan tangan Jimin. Mini tart berbahan wortel itu rasanya tak kalah enak dengan kue tart yang biasa dijual-jual di toko kue.

"Aku mendapatkan resepnya dari ibu." seraya mengaduk adonan kue menggunakan mixer, raut wajah Jimin tampak berbinar-binar. Senyum simpul pula turut hadir di sudut bibirnya. Dibantu oleh ibu dan Yoongi, dia tengah mempersiapkan pesanan kue yang relatif banyak kali ini. Sudah sepuluh hari Jimin mencoba bisnis kuliner online. Berbekal kepandaian dan hobi lamanya dalam membuat kue, perempuan itu kini mengisi waktu luang di rumah dengan melakukan kegiatan bermanfaat juga menguntungkan.

Meskipun terhitung pemula dalam dunia bisnis, ternyata tak menghambat keberuntungan Jimin. Sudah yang ketiga kalinya dia mendapat pesanan menumpuk. Rata-rata pembeli tak lain adalah rekan bisnis suaminya. Begitu Jimin mengunggah sample kue-kue hasil kreasinya, banyak feedback menyenangkan menghampiri. Beruntung ada ibu dan Yoongi yang  siap membantu, hingga dia tidak begitu kewalahan saat mengerjakannya.

"Ji, sepertinya kau harus segera membuka toko kuemu sendiri. Orang-orang menyukainya. Lihat! Yang ini belum diantar, kita sudah kedapatan pesanan lagi untuk besok." Yoongi sangat bersemangat saat mengatakannya. Dia baru saja menerima pesanan pelanggan melalui direct message dari akun sosial bisnis kue kepunyaan Jimin.

"Aku belum berani, Yoongi. Perjalananku masih panjang, aku juga tidak begitu mahir dalam mengelola usaha," jawab Jimin tenang. Kemudian, dia tampak mengambil cetakan dan menaruhnya ke atas loyang.

"Ya Tuhan. Kau pikir siapa suamimu, Ji? Jeon Jungkook, CEO muda berbakat dan disegani oleh para seniornya. Apa lagi yang kau takutkan?"

"Perkataanmu ada benarnya juga. Tapi, entah kenapa aku berharap sekali bisa membangun bisnis ini dengan tanganku sendiri. Aku tidak mau terus-terusan bertingkah manja ke Mas Jungkook, apa yang bisa aku ajarkan pada anak-anakku nanti bila tak ada satu pun hal dalam hidupku yang berhasil?! Setidaknya kucoba untuk menjadi istri yang lebih baik, aku sudah terlalu sering mengecewakannya."  Jimin mengusap pelan bulir air mata yang nyaris tumpah.

"Bukankah acara tangis dan penyesalan sudah berakhir sejak minggu lalu? Nanti kuemu jadi tidak enak," kata Yoongi main-main. Dia sekadar bermaksud menghibur temannya itu. "Untung saja Bu Jinnie masih di luar. Kalau tidak..."

"Aku harus tetap siap kapan pun untuk mendengar petuah ibuku." Jimin tersenyum dan tawa ringan keduanya terdengar serempak. "Ibu sangat menyayangi Mas Jungkook, terkadang aku sampai heran. Seumur-umur selama kami menikah, ibu selalu menyanjungnya dan kalau terjadi salah paham kecil, ibu pasti menyalahkanku. Ya, walaupun benar sering aku yang salah."

"Kau juga sangat menyayanginya 'kan?"

Jimin menghela napas ringan sebelum menghentikan sejenak aktivitasnya. "Aku siap melakukan apa saja asalkan dia tetap mencintaiku." Setidaknya Jimin mulai merencanakan hal-hal positif untuk memperbaiki kesalahannya.

"Memang seperti itu harusnya. Hidup kita untuk suami, sama halnya dengan mereka yang berjuang mati-matian demi hidup kita." Barangkali pikiran Yoongi yang kelewat lurus sampai setiap ucapannya terdengar begitu polos. Namun, Jimin justru menyukai obrolan dengan teman barunya ini tanpa ada satupun perdebatan sepele mengenai gaya hidup yang tak akan pernah ada habisnya.

"Aku benar-benar merindukannya, tapi dia tidak pernah meneleponku. Ponselnya juga mati." Jimin mendesah berat seiring mukanya pun lesu.

"Dia menanyakan tentangmu setiap hari, Jimin. Percayalah padaku, dia juga merindukan dirimu di sana."

Continue...

Dek Jiji & Mas JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang