Suasana bersahaja mengiringi makan malam keduanya. Suara sendok beradu dengan piring keramik terdengar saling bersahutan. Jimin dan Jinni menikmati makan malam mereka tanpa adanya perihal rumit yang menjadi perbincangan.
"Ji, habis makan malam Ibu pulang, Nak." Jinni memberitahukan niatnya, "Kasihan ayahmu, dia kesepian karena tidak ada teman cerita. Sebulan Ibu menemanimu dan ini waktu terlama Ibu meninggalkan rumah. Ada Moya, dan keadaanmu pun baik-baik saja. Jadi, Ibu pikir tak ada lagi masalah yang mengharuskan Ibu bertahan di sini." Jinni menuturkan hati-hati usai menghentikan sekejap suapan nasinya.
"Kenapa tidak besok pagi saja, Bu? Suta bisa mengantar Ibu. Angin malam tidak baik untuk orang tua. Kalau Ibu jatuh sakit, bagaimana?"
"Sebentar lagi Seho juga sampai. Ayahmu terus menghubungi dan meminta Ibu segera pulang. Kami sudah berumur, Nak. Kalau yang satu pergi entah ke mana, pasti yang satunya merasa sunyi. Nanti kau dan menantu juga akan mengalami hal serupa," sahut Jinni demi memperkuat alasan agar putrinya ini tidak berupaya keras menahan dia.
"Kapan Ibu menelepon Seho?"
"Tadi sore. Saat ayahmu menghubungi, Ibu sekalian menitipkan pesan agar Seho menjemput Ibu ke sini."
Istri Jeon Jungkook itu menyudahi acara makannya, kemudian mereguk perlahan segelas air mineral. Ia mengamati wajah Jinni yang mulai menua, namun masih terlihat cantik di matanya. "Aku sedih karena Ibu pulang terburu-buru. Padahal aku berharap bisa pergi berjalan-jalan bersama Ibu, hanya berdua."
"Masih banyak waktu, Nak. Lain hari Ibu bisa datang dan menginap di sini lagi, mungkin sekalian bareng ayahmu," jawab Jinni lekas ketika dia sendiri tidak tega menatap wajah bersedih anaknya.
"Itu rencana yang bagus, Ibu janji 'kan? Mas Jungkook pasti senang kalau ayah dan Ibu menginap di sini. Dia selalu bilang padaku untuk membujuk ayah dan Ibu agar tinggal bersama kami. Supaya suasana di rumah ini lebih ramai. Mertuaku tidak bisa bebas ke mana-mana, bisnis mereka di Korea sedang berkembang pesat. Tidak memungkinan bagi mereka berkunjung dalam waktu dekat, padahal Mas Jungkook sangat mengharapkan kehadiran orang tua di rumah."
Begitu mereka beranjak, Moya datang dan mulai membereskan meja. Dia bergerak hati-hati juga rapi. Mengangkat peralatan makan yang kotor untuk dipindahkan ke wastafel, kemudian mengelap dan menyemprot meja dengan cairan pembersih.
"Rumah kalian sangat besar, makanya terasa sepi. Apa lagi kalian hanya berdua. Semoga cucu Ibu lahir dalam keadaan sehat." Jinni mengamati dan mengusap-usap perut Jimin. Si empu sekadar menunduk seiring senyum simpul terukir di sudut bibirnya. "Keberadaan anak-anak juga menambah kegembiraan dan melengkapi kehidupan berumah tangga," timpal dia lagi. "Sepertinya Seho sudah sampai, Nak." Jinni membuka ponsel saat merasakan getar dari benda persegi tersebut. "Ini dari Seho, dia sudah di depan gerbang. Jaga diri juga calon bayimu, Ji." Pesan Jinni seraya dia memeluk tubuh putrinya. Sejemang mereka bergandengan menuju pintu depan.
"Sampaikan salamku pada ayah, ya Bu. Bilang anaknya yang manis ini kangen." Sementara, Jinni yang sedang masuk ke mobil tak ayal mesem-mesem gara-gara mendengar rengekan putrinya.
"Sebentar lagi kamu juga jadi ibu, loh. Masih saja manja ke ayah--buruan masuk, jangan lama-lama di luar!" Mereka hanya terus berbagi senyuman hingga mobil yang dinaiki Jinni perlahan-lahan mulai melaju meninggalkan kediaman menantunya.
-----
Jam menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Ditemani stoples biskuit vanila dan sebuah majalah resep, Jimin menghabiskan sisa malamnya untuk mempelajari resep kue baru. Hawa dingin mulai terasa. Namun, kardigan panjang berbahan rajut yang dia kenakan dapat memberi sedikit kehangatan pada tubuhnya. Jimin meneguk tenang segelas susu khusus ibu hamil. Berikutnya dia menggulung rambutnya ke atas. Kaki-kakinya dinaikkan ke meja sebelum turut menyandarkan punggung ke lengan sofa.
Seketika Jimin menoleh begitu indra pendengarannya menangkap bunyi bel dari luar. Dia menaruh majalah ke samping sambil dengan santainya mengenakan sandal bulu untuk kemudian berjalan ke depan.
"Biar aku saja, Moy." Menginterupsi Moya buru-buru saat melihat perempuan berambut cokelat itu juga bergerak untuk membuka pintu.
Kunci diputar dan knop pun ditarik, betapa terperangah nya dia kala menjumpai sosok yang sebulan ini begitu dirindukan. Jimin menerjangnya lewat pelukan keras, tiada peduli terhadap pelupuk yang pula berlinang air mata.
"Loh, kok malah menangis? Ucapan salam buat Mas mana?" Jungkook menyeringai lega sekaligus membalas dekapan istrinya tak kalah kencang, siapapun bisa menebak sebesar apa kerinduan yang dia simpan bukan?!
Continue...
Hai, sedikit lama, ya. Itu disebabkan Get along with You mulai dirutinkan lagi up-nya. Semoga bisa mengobati kerinduan kalian ke Mas Jungkook :))
![](https://img.wattpad.com/cover/344403646-288-k430781.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dek Jiji & Mas Jungkook
RomantikJimin yang manja selalu merasa bahwa suaminya tidak akan pernah menolak segala permintaan dia. Lagi pula, Jungkook punya banyak cinta untuk diberikan kepada istri tersayangnya ini tanpa bisa berbuat kasar sekalipun sekadar penegasan. Lalu, Jimin yan...