15⁵

309 32 5
                                    

Keduanya barusan keluar dari stan baso malang, menghabiskan masing-masing satu mangkok ditambah sepiring nasi. Tetapi, Jimin masih tampak bersemangat untuk berburu jajanan kesukaan dia. Seperti saat ini di mana dia menggeret pelan lengan Jungkook menuju stan yang menyajikan kue-kue tradisional, ditata apik di etalase, beragam warna, bentuk juga yang pasti dengan cita rasa berbeda.

"Mereka jual klepon sama lupis enggak, ya?"

"Tanya saja, Dek."

"Adek kepingin tahu rasanya. Kata Ibu enak."

"Coba ditanya dulu," sahut Jungkook begitu mereka sudah berada di depan stan yang menjual kue-kue tradisional.

"Pak, di sini ada lupis?"

"Ada, Neng! Ada." Jimin praktis mengernyit bingung gara-gara si bapak menyebutnya dengan panggilan asing ini. "Mau berapa?"

"Ehm, empat boleh?"

"Berapa saja pun bisa." Si Bapak menanggapinya sambil tangan membungkus lupis pesanan Jimin.

"Klepon ada?"

"Habis, Neng. Diburu pembeli dari pagi. Banyak yang suka soalnya."

"Yah, saya penasaran mau coba rasanya."

"Lain kali mungkin beruntung." Satu kantung plastik diberikan kepada Jimin, tak lupa seringai bersahaja di wajah si bapak penjual, mencerminkan keramahan dan budi pekerti dari masyarakat Indonesia.

"Mas, ada kepingin apa? Jangan cuma dilihat-lihat, tidak bakal tahu rasanya." Bahu Jungkook dicolek gemas, sedikit mengejutkan suaminya itu yang seketika menengok dia.

"Ini loh, Dek. Bentuknya mirip ya sama kue yang dibawa ibu ke rumah?"

"Itu kue talam." Si bapak penjual merespons cepat.

"Iya, Mas benar. Ibu pernah bawa kue talam ke rumah. Setengahnya dimakan sama Mas." Jungkook tersenyum sungkan, garuk-garuk kepala begitu mendapati si penjual tertawa kecil mendengar pengakuan istrinya ini. "Mau dibungkus, tidak?!"

"Pak, kue talam sepuluh dibungkus, ya." Jungkook kontan menukas. Dan si bapak penjual sekadar mengangguk, bergegas mengambil pesanan ini dengan tangannya yang gesit.

"Semuanya jadi berapa?" tanya Jimin usai menerima  bungkusan kue.

"Tiga puluh ribu, Neng."

"Ini, Pak." Lalu, seringai Jimin mengembang jangka si bapak penjual menghadiahinya sepotong kue dadar gulung gratis. "Terima kasih, ya." Keduanya pergi, bergandengan semula sambil melirik andai ada stan-stan makanan yang menarik minat mereka lagi. "Yoongi!" Serta merta Jimin agak berteriak, melambaikan tangan ke hadapan dia pada jarak seratus meter. "Mas, ke sana, yuk!" Belum sempat Jungkook menjawab, dia lebih dahulu menyeret tubuh besar suaminya seakan energi yang dia miliki sama sekali tidak berkurang.

-----

"Kok tidak bilang ke sini juga, Yoon? Kalau tahu 'kan bisa barengan perginya."

"Aku juga tiba-tiba diajak Taehyung, Ji. Dia sengaja balik awal dari kantor terus kita berangkat. Aku bahkan enggak sempat ganti baju. Kamu lihat aku cuma pakai piyama? Kita benaran baru sampai di sini."

"Jadi, belum ada makan apa-apa, dong?!"

"Belum."

Formasi mereka berubah, para suami berjalan di belakang seumpama menjadi pengawal pribadi bagi dua wanita cantik. "Rencananya mau coba makan apa?"

"Kalau aku sih inginnya nasi beriani sama kari ayam."

"Eh, tadi kayaknya kita lewati, deh! Stannya ada di tengah, enggak jauh dari penjual baso Malang."

Dek Jiji & Mas JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang