Menikah diusia yang terbilang muda bukanlah salah satu tujuan hidup Jeno, dia masih ingin bersenang senang menikmati masa muda indahnya tapi tanpa dia duga, orangtuanya menyodorkan permintaan agar Jeno menikahi putri dari rekan bisnisnya tanpa punya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Terimakasih sudah voment di chapter sebelumnya
Hayyoo loh siapa yang nungguin aku up? Sesuai perjanjian kita di aplikasi sebelah, kalau polling kalian benar aku bakal update malam ini. Nah!! yang udah ikut polling pasti langsung bisa nebak Terimakasih partisipasinya untuk polling kemarin, semoga kalian suka sama chapter ini
Beribu sorry kalo banyak typo, padahal sebelum up mesti aku teliti dulu tapi tetep aja masih ada yg kelewat
HAPPY READING
.
.
.
"Bagaimana?" Tanya seorang pria paruh baya pada seseorang melalui sambungan telepon
"Ne, dia sudah mengerjakannya dengan baik"
"Bagus. Lakukan seperti yang ku perintahkan padamu"
"Saya akan mengerjakan ulang pekerjaannya seperti perintah anda"
"Hm. Simpan file asli pekerjaannya, tunggu perintahku selanjutnya"
"Ne, saya mengerti, hoejangnim"
Pria itu mematikan sambungan teleponnya lalu beralih memerhatikan jalanan melalui kaca jendela disampingnya, saat ini harapannya hanya rencananya berhasil tanpa gangguan dari putrinya lagi
"Kita langsung ke rumah sakit saja tidak perlu ke kantor" ujarnya pada sang supir
"Ne hoejangnim"
Pria itu adalah Choi Siwon, seorang pria paruh baya yang sangat mencintai putri semata wayangnya dan sedang merencanakan beberapa siasat untuk membalas orang orang yang bertanggung jawab atas kehancuran hidup putrinya
Beberapa rencananya sudah terlaksana dengan baik tapi beberapa rencana harus gagal, bukan karena rencananya yang kurang matang tapi kendalanya terletak pada sang putri yang berkali kali melakukan tindakan yang membuat rencananya berubah ataupun gagal
Bahkan setelah dia meyakinkan sang putri beberapa hari yang lalu tentang rencananya membalas rasa sakit yang putrinya rasakan, sang putri lebih memilih memohon padanya agar tak melanjutkan rencana untuk menghancurkan hidup pelakunya
"Jika appa menghancurkannya, sama saja appa menghancurkanku"
Kata kata putrinya itu terus terngiang di telinganya, bagaimana bisa sang putri dengan mudah memaafkan sang pelaku bahkan setelah sang putri mengetahui semuanya, sedangkan dia selalu berusaha sekuat tenaga menahan rasa marahnya saat melihat sang pelaku