28. Aby marah

1.3K 53 0
                                    

Pukul 8 malam, Aby sampai di kontrakan yang ia tempati bersama Maya. Seperti yang pernah dikatakannya pada Pak Gunawan, kamis sore ia akan pulang dulu dan akan kembali pada hari Jumat sore. Ia sengaja tidak memberi tahu Maya jika ia akan pulang, karena Aby ingin memberikan kejutan pada perempuan itu yang sering kali ngadu kangen padanya.

Aby hendak membuka pintu kontrakannya, tetapi terkunci. Apakah Maya sudah tidur? Tetapi, ini masih pukul 8 malam. Tidak biasanya perempuan itu tidur jam segitu.

Lelaki itu merogoh saku celananya, untung saja ia membawa kunci cadangan kontrakan. Sengaja, agar saat keadaan seperti sekarang, ia tidak merepotkan orang.

"Assalamualaikum," ucapnya sambil masuk setelah berhasil membuka kuncinya. Namun, ia tak mendapatkan jawaban. Apa Maya benar-benar sudah tertidur? Apalagi, ia merasa hening di sana.

Aby berjalan menuju kamar untuk memastikan, tapi ia tak melihat Maya di sana.

"Di mana Maya?" tanyanya, lalu menuju kamar mandi. Kosong, tak ada juga di sana. Aby jadi khawatir sekarang, ada di mana sebenarnya perempuan itu? Apakah Maya keluar? Tetapi, ke mana? Kenapa harus pergi malam-malam.

Aby hendak keluar untuk mencari Maya, namun saat itu juga pintu kontrakan terbuka dan memperlihatkan perempuan itu yang baru saja pulang dengan wajah terkejut ketika melihat Aby.

"A-Aby? Kok, ka-kamu ada di sini?" tanyanya terbata.

Lelaki itu berjalan menghampiri Maya, ia bernapas lega karena melihat perempuan itu dalam kondisi baik-baik saja. "Kamu dari mana, May? Kenapa pergi malam-malam? Dan ini ... kenapa kamu pakai baju formal seperti ini? Sebenarnya kamu dari mana?" tanyanya, Aby benar-benar bingung.

"A-aku, aku ...." Maya bingung harus menjawab apa, ia takut Aby marah jika ia mengatakannya.

"Kenapa? Kamu dari mana?"

Maya menggigit bibir bawahnya, bingung harus apa. Kenapa juga Aby berada di sana sekarang? Bukankah lelaki itu akan pulang sebulan sekali? Lalu, kenapa sekarang ada di sana? Sedangkan, ia belum mendapatkan alasan yang tepat jika sewaktu-waktu berada dalam keadaan seperti ini.

"Jawab aku dengan jujur, Maya. Kamu dari mana?" tanya Aby.

"Aku habis kerja," jawabnya, lalu menundukkan kepalanya.

"Apa? Kerja? Maksud kamu?"

"Ya, itu. Aku baru pulang kerja, Aby."

"Pulang kerja? Sejak kapan kamu kerja?" Maya terdiam lagi, nada suara Aby sudah berubah. Lelaki itu pasti marah, apalagi ia tidak pernah meminta izin sebelumnya. "Katakan sejak kapan kamu kerja, Maya!"

"2 hari lalu," ujar Maya.

"Apa?" Aby tak percaya itu, Maya diam-diam kerja tanpa sepengetahuannya. Kenapa perempuan itu berbohong padanya?

"Aby, maaf aku nggak minta iz-"

"Buat apa kamu kerja, huh?" Maya tersentak kaget mendengar pertanyaan itu, apalagi suara Aby yang meninggi. Lelaki itu benar-benar marah padanya.

"Aku cuma ...."

"Cuma apa? Lihat mata aku, yang bicara sama kamu itu aku, bukan lantai itu!" Maya tak menurutinya, perempuan itu tetap menunduk karena tak berani menatap wajah Aby. "Lihat aku, Maya!"

Perempuan itu menelan ludahnya, lalu mendongakkan kepalanya menatap Aby. Ia melihat tatapan kecewa yang terpancar dari bola mata Aby.

"Siapa yang nyuruh kamu kerja?"

"Aby, aku-"

"Siapa yang izinin kamu kerja?"

"Aby, maaf. Aku-"

Rumah Sepasang LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang