14. Lebih bersyukur

1.2K 67 2
                                    

Tok ... Tok ... Tok ...

Suara itu, membuat Aby yang hendak menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, mendadak terhenti. Begitu juga dengan Maya yang tengah minum air, secara otomatis melihat ke arah pintu. Siapa yang bertamu di jam 7 malam ini? Selama mereka tinggal di sana, tak pernah ada yang datang untuk bertamu. Tetapi, sekarang tumben sekali.

"Biar gue yang buka, lo makan aja," kata Maya, yang langsung dibalas dengan anggukan.

Gadis itu pun bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu, dan membukanya. Hingga ia melihat seorang pria muda berseragam, berdiri di depan rumah.

"Maaf, cari siapa, ya, Mas?" tanyanya, ia tak mengenal siapa pria itu.

"Apa benar ini rumahnya Abyan Putra Rajendra?" Maya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Saya mau antar paket, Mbak."

"Paket?" gumam Maya bingung. Perasaan cowok itu tak bilang padanya membeli barang online, lalu kenapa sekarang ada paket yang datang?

"Sebentar, Mas," kata Maya, lalu masuk rumah setelah melihat pria yang ternyata kurir itu mengangguk. "By, ada kurir nyari lo."

Aby menautkan sebelah alisnya, untuk apa kurir mencarinya? Ia tidak punya urusan apa pun. "Mau ngapain?" tanyanya.

"Katanya ngantar paket," jawab Maya, membuat Aby semakin bingung.

"Paket apaan?"

"Ya, nggak tau. Coba lo yang tanya, deh."

Cowok itu mengangguk, lalu berdiri dan berjalan keluar rumah yang diikuti oleh Maya. Gadis itu masih penasaran, paket apa yang dibeli Aby. "Paket apa, ya, Mas?" tanya Aby pada kurir itu.

"Itu paketnya ada di atas mobil, Mas." Pria muda itu menunjuk mobil pick up yang terparkir di halaman depan kontrakannya. "Sebentar, saya ambil dulu," katanya sambil berjalan menuju mobil. Pria itu juga meminta satu temannya yang menjadi supir, untuk membantunya menurunkan barang yang memakai kardus cukup besar.

Setelah barangnya turun, mereka membawa ke hadapan Aby dan Maya yang masih kebingungan.

"Itu apaan, Mas?" tanya Maya kelewat penasaran.

"Kasur, Mbak," jawab kurir itu, membuat Maya dan Aby saling bertatapan. Siapa yang membeli kasur?

"Saya perasaan nggak beli kasur, deh, Mas. Salah kali." Aby menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sangking bingung. Kenapa tiba-tiba ada kurir mengantar kasur ke sana? Harga kasur, kan, nggak ada yang murah. Jika ia ditagih uangnya gimana?

"Ini beneran rumahnya Abyan Putra Rajendra, kan?" Cowok itu mengangguk sebagai jawaban. "Berarti benar, ini kasur punya, Mas."

"Tapi, siapa yang kirim?"

"Di sini tertulis nama Rio Ganteng Maksimal, Mas." Kurir itu terlihat menahan tawa setelah membaca nama si pengirim. Membuat Maya dan Aby kompak mendengus, mereka yakin itu Rio sahabatnya. Bisa-bisanya Rio menulis nama seperti itu.

"Nggak usah ditahan, Mas. Kalau mau ketawa, ketawa aja," kata Maya, ketika melihat hidung kurir itu bergetar.

Alih-alih tertawa, kurir itu malah tersenyum ramah.

"Tapi, saya nggak disuruh bayar, kan, Mas?" tanya Aby, bisa saja Rio menjahilinya.

"Nggak, Mas. Sudah dibayar, kok. Kalau gitu, kalian saya foto dulu, ya," ujar kurir itu sambil mengarahkan kamera ponsel pada Maya dan Aby, tak lupa dengan paketnya.

"Belum siap-siap udah difoto aja, Mas," gerutu Maya, pasti fotonya tidak bagus. Kurir itu asal jepret saja.

"Cuma untuk bukti aja, Mbak. Bukan untuk dicetak atau dipajang."

Rumah Sepasang LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang