Jam menunjukkan pukul setengah 12 malam, tapi Maya belum bisa tidur karena Aby belum pulang hingga saat ini. Biasanya suaminya itu akan tiba di rumah pukul 10 malam, tapi entah kenapa sekarang belum terlihat batang hidungnya.
Perempuan itu gelisah, apalagi nomor Aby tidak aktif sedari tadi. Selalu saja begitu, setiap kali lelaki itu pulang terlambat, nomornya ikut tak aktif setiap kali ia hubungi.
"Assalamualaikum."
Maya menoleh ke sumber suara ketika mendengar salam bersamaan dengan pintu yang dibuka dari luar, hingga ia melihat Aby yang ditunggunya sedari tadi. Saat itu juga ia menghampiri lelaki itu, akhirnya Aby pulang juga.
"Kamu dari mana aja, sih? Kenapa baru pulang? Aku dari tadi nunggu kamu, nggak lihat sekarang udah jam berapa? Terus kenapa dari tadi nomornya nggak aktif terus, huh? Kamu nggak tau apa kalau aku itu khawatir?" Bukannya menjawab salamnya, perempuan itu malah memberondong Aby dengan pertanyaan.
"Maaf, May. Tadi aku—"
"Tadi apa? Tanggung banyak orderan? Aku tau kalau kita itu nggak boleh nolak rezeki, apalagi disaat keadaan perekonomian kita saat ini yang lagi susah. Tapi, kerja juga harus tau waktu, Aby," sela Maya, membuat lelaki itu terdiam.
"Aku tau, kamu kerja dari pagi sampai malam itu untuk aku juga. Tapi, bisa nggak jangan terlalu memforsir diri kamu sampai segitunya? Kamu itu bukan robot, Aby. Kamu butuh istirahat," lanjutnya, kedua matanya memanas. Setiap kali melihat Aby pulang malam, Maya selalu merasa bersalah. Sekalipun Aby bilang jika ia bukanlah beban, tapi tetap saja ketika melihat lelaki itu pulang malam karena bekerja keras untuknya, Maya malah merasa kehadirannya itu hanya membebani Aby saja.
"May, aku—"
"Aku nggak masalah kamu kerja apa aja, selagi itu halal. Tapi, nggak gini juga. Aku tau kamu memikirkan aku, tapi tolong pikirkan diri kamu juga, Aby. Aku nggak mau kamu sakit, karena terus memforsir diri kamu untuk kerja keras. Kalau gini terus, aku malah semakin merasa jika aku itu memang benar-benar beban kamu aja." Setelah mengatakan itu, Maya pergi ke kamar. Meninggalkan Aby yang terdiam.
Aby menghela napasnya, lalu berjalan menuju kamar mengikuti Maya yang marah padanya. Saat itu juga ia melihat istrinya itu sudah berbaring di kasur. Namun, ia tak menghampirinya untuk menjelaskan. Ini sudah malam, ia membiarkan perempuan itu untuk tidur. Akan ia jelaskan besok saja jika Maya tak marah lagi padanya.
Ia berbalik dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
---
Aby membuka kedua matanya ketika merasakan silau yang berasal dari jendela kamar yang terbuka, dengan menahan rasa sakit di lengannya, ia mengubah posisi tidurnya menjadi duduk.
Tidak ada Maya di sana, perempuan itu pasti sudah bangun. Apalagi, sekarang jam menunjukkan pukul 7 pagi. Hari ini ia memang izin untuk tidak bekerja, dan tadi setelah salat subuh ia malah tidur lagi karena merasa tidak enak badan.
Ia bangkit dari tempat tidurnya, lalu berjalan keluar kamar mencari Maya. Kamar mandi dan dapur ia tak menemukan perempuan itu di sana. Ia hanya menemukan satu porsi nasi uduk berserta lauk yang mungkin disiapkan Maya untuknya. Namun, ke mana istrinya itu sekarang?
"Ke mana Maya?" Ia pergi ke halaman depan rumah, untuk memastikan apakah Maya ada di sana atau tidak. Tetapi, tak ada juga.
"Mbak Erika, lihat Maya nggak, Mbak?" tanya Aby pada tetangga kontrakannya yang tengah menyapu di teras.
"Tadi saya lihat pergi jalan-jalan pagi sama Tia dan Mia, By," jawab Erika, membuat Aby terdiam.
Tumben sekali Maya pergi tak pamit dulu padanya, apa mungkin perempuan itu masih marah padanya? Bahkan, Maya tidak membangunkannya sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Sepasang Luka
قصص عامةPrekuel 'Still The One' "Terlalu banyak hal yang aku takuti, merasa lelah dan tak bisa meraih mimpi. Dunia terlalu kejam untuk aku yang takut sendiri." - Mayang Eira Calista *** Ini tentang Aby dan Maya, yang terpaksa harus menikah di penghujung mas...